10. Jarak

12.9K 482 6
                                    

'Aku tidak mengerti mengapa jarak ini begitu menyiksaku, ternyata kehadiran kamu dalam hidupku begitu berpengaruh sedemikian besar padaku'

Raezya  Erlangga Naratama

🍂🍂🍂

Senyum terukir di bibir merah tebalnya, kedua matanya memandang istrinya yang tengah asyik memasak untuk makan siang mereka. Terlalu menikmati kebersamaan mereka membuat keduanya sampai lupa waktu dan akhirnya melewatkan waktu sarapan mereka. Hal seperti ini adalah sesuatu hal yang langka untuk seorang Elang. Dalam lima tahun ia menikah dengan Alena, istrinya bisa dihitung dengan jari berapa kali perempuan itu memasak untuknya. Namun, Zalfa setiap saat wanita itu selalu menyempatkan diri untuk melayaninya, membuatkannya minum, makan atau bahkan menyiapkan air hangat untuknya mandi. Sepenuhnya Elang tahu jika Zalfa dan Alena dua perempuan yang memiliki dua kepribadian dan kesibukan yang berbeda. Dan tidak seharusnya Elang menyamakan keduanya, tetapi jika bersama Zalfa ia merasa nyaman mana mungkin Elang sanggup menahan perasaannya lebih lama lagi. Meski untuk itu ia harus menghianati cintanya kepada Alena karena ia sendiri pun tidak bisa membohongi perasaannya sendiri.

"Selamat pagi," sapa Elang sembari melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping istrinya yang langsung menegang, mendaratkan kecupan manis di pipinya yang memerah layaknya bunga mawar yang bermekaran di pagi hari. Sungguh menggemaskan dan indah untuk dipandang.

"Kamu harus mulai terbiasa merasakan pelukan saya Zalfa, karena mungkin saya akan selalu memelukmu setiap kali saya datang kesini," lanjut Elang memberi tahu. Pria itu menumpukan dagunya di atas bahu istrinya.

Zalfa mengembuskan napasnya perlahan yang sempat tertahan akibat ulah suaminya. Apa yang suaminya katakan adalah benar lagi pula mereka pasangan sah juga halal. "Pa---pagi juga Mas," jawab Zalfa gugup sekaligus merasa hangat dan nyaman merasakan pelukan suaminya. Rasanya tidak rela jika ia harus kehilangan kenyamanan ini.

Tersenyum Elang membalikan tubuh istrinya agar menatapnya ketika Zalfa telah mematikan kompornya bersamaan dengan ayam di atas penggorenggannya matang. Melingkarkan kedua tangannya di pinggang istrinya, menatap dalam Zalfa yang terlihat menundukan kepalanya tersipu malu. Ingin rasanya ia mengigit pipi merah muda istrinya saking gemasnya Elang melihatnya.

"Saya tidak main-main dengan apa yang saya ucapkan pagi tadi Zalfa." Elang berucap dengan nada serius, dirangkumnya wajah cantik istrinya.

Zalfa spontan mendongakan pandangannya menatap suaminya tidak mengerti atau berpura-pura tidak mengerti lebih tepatnya.

"Saya tahu jika saat ini kamu merasa ragu dengan saya. Bahkan mungkin berpikir jika saya masih dalam pengaruh minuman keras yang saya minum semalam. Jika itu yang kamu pikirkan kamu salah besar, apapun yang saya katakan semalam adalah benar dan saya mengucapkannya dalam keadaan sadar sepenuhnya," ujar Elang berubah menatap istrinya serius. Pria itu ingin menegaskan perihal ungkapan hatinya pagi tadi sebelum penyatuan mereka terjadi. Tangan pria itu bergerak mengusap lembut pipi istrinya yang merona merah.

"Tapi bagaimana dengan Mbak Alena, Mas? Saya tidak mau menyakiti orang sebaik Mbak Alena yang telah banyak menolong saya dan keluarga saya. Kesannya saya sangat tidak tahu berterima kasih dengan merenggut suaminya dari pelukannya," lirih Zalfa bertanya tanpa berani menatap ke arah suaminya. Kedua matanya berpedar menatap ke mana pun asalkan tidak menatap suaminya.

Elang tertegun, ia tidak pernah berpikir jika di mata Zalfa istrinya bagaikan malaikat untuk perempuan itu serta keluarganya. Tidakkah perempuan itu menyadari jika Alena hanyalah memanfaatkan penderitaan keluarganya demi keuntungan pribadi. Dan Elang sebagai suami merasa gagal karena tidak bisa tegas kepada Alena ia justru selalu mengikuti apa yang istrinya inginkan. Jika saja Elang memiliki keberanian untuk menentang ucapan Alena maka ia tidak harus merusak kebahagiaan gadis polos seperti Zalfa.

Marriage ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang