Hari ini terasa sangat berat, entah fisik atau pikiran nya. Gadis itu harus menahan semua rasa lelah nya dan tetap melangkahkan kaki menyusuri lorong menuju ruangan yang letak nya tepat di ujung lorong ini. Jangan lupakan saat ini, kedua tangannya dengan hati-hati membawa beberapa berkas dan laptop untuk mempersiapkan pertemuan besar beberapa menit lagi.
Tiba-tiba saja sebuah tangan mencoba meraih benda yang ada di tangan Jinna. Mark. Mungkin pria itu ditakdirkan untuk selalu hadir ketika Jinna merasakan situasi yang sulit. Ia membantu Jinna membawa barang-barang nya, kemudian berjalan di samping gadis yang masih meperhatikannya dengan raut wajah bingung.
"Ada apa ? Apa aku salah membantu kekasih ku ? Aku tau kau lelah, jadi jangan larang aku".
"Tidak, aku tidak melarang mu. Bahkan aku belum berbicara apapun".
Siapa sangka, Mark justru mendaratkan bibir nya di puncak kepala gadis mungil itu. Jawaban Jinna terlalu menggemaskan di mata Mark. Pria itu sungguh sangat mencintai kekasih nya.
Mereka masuk ke dalam ruangan meeting bersamaan. Jinna sedikit terkejut karena ada beberapa orang yang sudah terlebih dahulu menunggu. Bahkan atasan Jinna telah duduk di kursi utama dan tersenyum melihat sepasang kekasih yang saling membantu mempersiapkan segala nya.
Mark tidak sedikitpun merasa malu karena membantu Jinna mempersiapkan keperluan meeting, padahal Mark seharus nya hanya perlu duduk bersama dengan orang-orang penting lainnya. Tapi bukan Mark namanya jika ia mengacuhkan kekasih nya begitu saja.
"Kau duduklah, biar aku yang menyelesaikan". Bisik Jinna pada pria yang saat ini terlihat merapihkan lembaran di atas meja.
"Baiklah, jangan pikirkan apapun setelah ini". Sahut Mark dengan bisikan dan menggenggam tangan gadis itu. Kemudian ia beranjak menuju kursi di mana ia harus duduk.
***
Beberapa jam yang lalu, aku seolah meregang nyawa di hadapan banyak orang. Tubuh ku menegang seolah aku berdiri di ujung tebing yang begitu tinggi. Pertemuan hari ini sangat membuat ku sulit bernafas.
Aku berusaha tenang hingga pertemuan itu selesai. Ya, aku tau pertemuan besar ini telah berakhir beberapa jam yang lalu. Tapi sungguh, rasa terkejut ku masih enggan meninggalkan ku. Hingga aku sadar ada seseorang yang berdiri di depan ku saat ini.
"Jennie ? Ada apa ? Untuk apa kau berdiri di depan ku ?"
Pemilik nama itu hanya memutar mata nya malas karena aku tidak menyadari kehadiran nya sejak beberapa menit lalu. Aku melamun ? Entah lah. Otak ku seperti berhenti bekerja beberapa detik.
"Kau ini. Aku hampir saja memukul kepala mu agar kau sadar aku berdiri di hadapan mu hampir 10 menit lama nya. Dan kau tidak menyadari ? Ya Tuhan Jinna, apa yang salah dengan mu ?"
"Sudahlah, aku pusing. Aku ingin pulang"
"Gadis bodoh, lihat itu. Dia kekasih mu nona, bukan penjaga pintu ruangan mu yang hanya berdiri menunggu mu". Aku mengikuti arah telunjuk rekan kerja ku ini yang menunjuk pada seseorang. Istg, I need him now.
Aku segera beranjak dari tempat duduk ku dan menghampiri pria itu.
"Kau tak apa ? Apa kau ingin aku mendengarkan cerita mu nona ?"
Benar. Pria ini sungguh mengerti situasi yang ku rasakan. Bahkan aku tidak mengatakan apapun pada nya. Ia meraih tangan ku untuk berjalan bersama.
"Ruangan siapa ini ? Milik mu ?". Ia hanya memberikan jawaban berupa anggukan. Ku perhatikan pria itu duduk bersandar di ujung meja kerja.
"Kemarilah, let me tell u something"
Aku menghampiri nya dan berdiri tepat di hadapan pria itu. Lagi-lagi pria itu meraih tangan ku dengan lembut, dan kini ia menatap ku.