Mata ku perlahan terbuka akibat suara gesekan tirai yang cukup menganggu pagi ku. Aku yakin ini masih terlalu pagi untuk bersiap ke kantor. Butuh beberapa menit untuk sekedar membuka mata dengan sempurna dan mengumpulkan kesadaran ku sepenuhnya.
Dari balik guling yang masih setia ku peluk, aku melihat seorang wanita paruh baya mendekat dan menyisir pelan rambut ku.
"Bangun, bersiaplah untuk bekerja. Ibu tunggu makan pagi di bawah ya"
"Eunghh iya nanti aku turun". Jawab ku sambil meregangkan otot badan ku. Sebelum beranjak dari tempat tidur, aku meraih ponsel ku di atas nakas untuk melihat pemberitahuan.
Markli
Kita bertemu di cafe utama kantor jam 10.00 pagi ini. Ada yang harus ku katakan, see u Jinna ku ❤️.
Pesan singkat dari seseorang yang selalu memenuhi pikiran ku mampu membuat ku tersenyum pagi ini. Setelah membaca pesan lainnya, aku segera beranjak menuju kamar mandi dan mempersiapkan diri.
Namun tiba-tiba aku teringat akan kejadian malam tadi. Aku memperhatikan sofa yang letaknya di sudut ruangan ini.
"Kemana dia ? Apa ibu tau dia tidur di kamar ku semalam ?". Batin ku ketika mendapati sofa itu kosong hanya ada satu bantal di atas nya.
***
Sejujurnya ini terlalu pagi untuk seorang Huang Jinna bersiap diri pergi bekerja. Tapi karena ibu nya sendiri yang membangunkan tidur nya, ia menuruti saja kemauan itu. Toh tidak ada salah nya bangun pagi untuk mengindari gila nya lalu lintas bersamaan orang-orang yang pergi bekerja.
Jinna segera menuruni tangga dan menuju ruang makan untuk bergabung dengan orangtua nya. Tiba-tiba langkah nya berhenti. Manik mata gadis ini tertuju pada satu objek yang tidak cukup asing di mata nya. Ia memaksa bibir mungil nya membentuk seulas senyum manis untuk menyapa orang-orang yang ada di depan mata nya.
"Selamat pagi ayah, ibu"
Jinna mengalihkan pandangan dari orangtua nya menuju seorang pria yang berada tepat di seberang tempat ia duduk.
"Selamat pagi Hendery". Sapa Jinna tetap dengan senyum manis nya. Tapi tidak dengan Hendery yang menunjukkan wajah datar dan dingin. Pria ini memandang sejenak gadis yang ada di depan nya sebelum mengeluarkan kalimat.
"Kau akan bekerja ? Akan ku antar, kantor mu dan kantor ku berada di arah yang sama"
Tangan Jinna tiba-tiba menghentikan kegiatan makan pagi nya. Mata gadis ini tertuju pada pria itu yang masih setia memperhatikan wajah cantik gadis ini.
"Tidak terima kasih. Aku akan menggunakan mobil ku sendiri". Sahut Jinna dan jangan lupa gadis ini tetap menjaga eksistensi senyum nya agar tidak menghilang.
"Kalian berdua berangkat bersama saja. Jinna, tidak ada salah nya kan jika Hendery mengantar mu bekerja ?"
Jinna yang mendengar kalimat ayah nya hanya bisa memutar mata nya jengah. "Baiklah. Tapi tidak perlu menjemput ku sore nanti, aku akan pulang sendiri"
"Deal". Pria itu berdiri setelah mengucapkan kalimat persetujuan. Ia membukukkan badan pada kedua orangtua Jinna untuk memberi salam sebelum ia berangkat.
"Saya pergi dulu dan terima kasih untuk tumpangan nya semalam. Maaf terlalu merepotkan"
Jinna beranjak dari duduk nya dan meminum sisa susu nya. Ia meraih tas dan beberapa berkas di kursi samping nya. "Baguslah jika kau sadar telah merepotkan kami, terlebih aku".
Pria itu hanya tersenyum mendengar ocehan gadis yang saat ini sedang berpamitan dengan orangtua nya. Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat mobil Hendery.