11.

417 80 19
                                    

Aku bersyukur hari ini aku mempunyai banyak waktu senggang untuk bertemu dengan Mark. Mungkin Hendery sedikit merasa iba dengan ku yang terus memandangi pesan dari Mark di ponsel ku tanpa satu kalimat pun keluar dari mulut ku.

Dua hari yang lalu aku memilih untuk banyak diam dari pada harus berdebat dengan Hendery. Pada akhir nya ia mengantarku pulang ke apartment ku sendiri kemarin. Aku tidak melakukan apapun untuk nya agar mendapatkan ijin menemui Mark.

Sekalipun ia akan meminta "sesuatu" dari ku seperti malam itu, aku tak akan suka rela menuruti keinginannya. Akal sehat ku masih dan akan terus ku utamakan. Terlebih kata hati ku yang terus memanggil kekasih ku saat aku berpelukan dengan pria lain.

Ku harap itu hanya bagian dari mimpi ku. Ketika sebagian tubuh polos ku berhasil di lihat oleh pria yang tak memiliki status apapun dengan ku. Bahkan dengan Mark sekalipun, aku akan berpikir kembali untuk melakukan itu.

Senyum ku mengembang ketika manik ku menangkap seorang pria sedang berjalan menuju tempat ku duduk saat ini. He's coming. Dengan cepat aku memeluknya dan ia balas dengan kecupan di pipi kanan ku.

"Hey, u cry ?". Aku tak sadar jika air mata ku lolos begitu saja saat memeluk nya. Aku begitu merindukan pria ini.

Aku menggeleng cepat dan menghapus air mata ku sambil tersenyum. Ia meraih tangan ku untuk kembali duduk. Aku merindukan nya. Aku merindukan genggaman tangan nya. Aku merindukan apapun yang ia lakukan pada ku.

"U okay ?". Kini ia menatap ku dan mengusap lembut punggung tangan ku. Aku mengangguk, mencoba meyakinkan bahwa aku baik-baik saja. Meskipun kenyataannya begitu jauh.

"Ada apa ? Kemana Jinna yang selalu menceritakan masalah nya pada ku ?".

"Aku merindukan mu, hampir dua minggu kita tidak bertemu. Kemana saja kau ?". Seharusnya ia yang berhak bertanya seperti itu. Gadis bodoh.

"Nanti akan ada waktu nya ku ceritakan semua yang membuat keadaan kita seperti ini. Aku janji".

"Maaf kan ayah ku. Aku tidak mengerti apa yang saat ini ia rencana kan. Yang pasti, ada satu orang lagi yang paham masalah ini dan kau tau orang itu bukan ?"

Mark terdiam sesaat. Ini bukan kali pertama aku menyinggung Hendery saat berbicara dengannya. Tapi selalu saja ia berusaha mengatakan tak mengenal siapa Hendery. Aku masih berusaha membuktikan keyakinan ku jika Mark ada hubungan dengan Hendery selama ini.

"Mark".

"Ya, i know him. Hanya sebatas rekan bisnis saat di tempat mu bekerja. Tidak lebih. Bukankan aku sudah pernah mengatakan ini ?"

"Bahkan aku tak menyebutkan nama siapapun. Siapa yang kau maksud ? Kau menyembunyikan apa dari ku selama ini ?". Selidik ku dengan tatapan mengintimidasi.

Aku terkejut ketika ia mengatakan, ia mengetahui orang itu dan menjelaskan bahwa orang itu rekan bisnis nya. Bahkan tak satu pun nama rekan bisnis nya yang ku sebutkan. Kecurigaan ku semakin besar setelah mendengar penjelannya.

"Sudahlah, aku menemui mu bukan untuk membahas ini. Menginaplah malam ini, kau tak merindukan aku yang memelukmu sebelum tidur ?".

Baiklah, usaha nya sedikit berhasil. Tidak dipungkiri aku merindukannya yang memeluk ku saat aku sulit tertidur malam hari.

"Kau ini, ingat hutang mu semakin bertambah pada ku. Ceritakan secepat nya atau akan ku kirim kau ke negara mu". Ia tertawa melihat ku yang kini memanyunkan bibir.

"Iya terserah kau saja, aku sudah berjanji untuk bercerita. Tunggu waktu nya saja sayang".

***

"Markkk ...."

The Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang