12.

391 71 18
                                    

Pada akhirnya keberanian yang selama ini selalu ia miliki perlahan runtuh akibat dari sifat penurut nya. Gadis itu perlahan merasakan suatu ketakutan yang mulai menguasai akal sehat nya.

Pikirannya seolah tak mampu lagi mencari jalan keluar atas masalah yang menghampiri hidup nya saat ini. Ia tak tau harus menyalahkan siapa orang yang memiliki peran besar di balik semua drama ini. Jinna tau persis ada sesuatu yang salah dari sikap orang tua nya saat berhadapan dengan Hendery waktu itu.

Gadis itu terus berusaha memikirkan apa yang harus ia lakukan sedangkan kekasihnya yang seringkali membantu untuk menemukan jalan keluar, juga terlibat dalam masalah ini. Ia hanya akan bertemu dengan Mark saat akhir pekan yang arti nya ia harus menunggu 4 hari kedepan untuk bertemu dan menceritakan semua.

"Apa melamun saat malam hari sudah menjadi kebiasaan mu ?".

Jinna terperanjat akibat suara berat pria yang tidak ia sadari sudah berdiri di samping ranjang nya. Tubuh gadis itu refleks sedikit menjauh saat menyadari mereka begitu dekat.

"ah- tidak, aku hanya tidak tau harus melakukan apa"

"lakukan dengan ku". Lagi-lagi gadis itu memasang raut terkejut nya yang mengakibatkan pria itu tersenyum dan melanjutkan kalimat nya.

"sejak kapan kau selalu berpikir kotor seperti ini ?"

"a-apa ? aku tidak memikirkan apapun, jaga ucapan mu". Jinna mendengus dan berusaha menjauh dari pria itu.

"kemana ?"

"bukan urusan mu !". Betapa bodoh nya Jinna, ia lupa ini bukan kamar nya dan tentu saja ini bukan apartemen nya. Beberapa saat kemudian ia menyadari kunci pintu kamar ini sudah tak tergantung di tempat nya.

"kunci nya ada di saku celana yang ku kenakan sekarang. ambil jika kau ingin keluar"

Gadis itu memutar arah kaki nya kembali ke tempat pria itu, namun terhenti ketika manik nya menangkap pria ini tengah memejamkan matanya. Yang benar saja jika ia harus menantang maut malam ini.

Jinna memilih duduk di sofa sudut ruangan dan melipat kaki nya sambil memperhatikan pria yang kini menatap nya. Tatapan nya berbeda dari biasanya.

"tubuh mu akan sakit jika tidur di sofa, kemarilah"

"diamlah, aku yang merasakan sakit nya bukan kau"

"kemari". Pria itu mengulang kalimat nya dengan nada suara sedikit tegas dan tatapan tajam yang dibalas oleh Jinna tak kalah tajam.

"lebih baik aku tidur di teras daripada harus seranjang dengan pria brengsek seperti mu!"

Siapa sangka Hendery menghampiri nya dan meraih kasar tangan gadis itu hingga hampir saja ia terjatuh dari sofa. Raut wajah Jinna terlihat seperti menahan sakit pada pergelangan tangannya.

"mulut mu sendiri yang memerintah ku berbuat kasar dan jangan salah kan aku".

Kini pria itu benar-benar menarik gadis itu menuju pintu balkon kamar ini. Ketakutan itu muncul lagi dalam dirinya. Tubuh nya mulai sedikit bergetar saat cengkeraman pria ini semakin kuat pada pergelangan nya.

"Lepaskan aku ! Mau apa kau ?!".

"kau ingin tidur di luar bukan ? jangan anggap aku akan kasihan dengan mu". Hendery menatap nya tajam, meskipun di luar begitu gelap ia masih mampu menemukan raut ketakutan pada gadis nya.

"apa kau bodoh ? ini sudah larut dan akan hujan !"

"seperti nya kau lupa, kau sendiri yang mengatakan kau bukan urusan ku. untuk apa membuang waktu mempedulikan gadis tak tau malu seperti mu ?"

The Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang