"Apa kau tetap akan mencintai kekasihmu jika dia seorang pembunuh ?"
Tubuh ku menegang mendengar apa yang baru saja ia katakan tepat di hadapan ku. Bahkan dapat ku rasakan dengan jelas perubahan suhu tubuh ku tiba-tiba saja memanas.
Mata ku enggan untuk menatap sosok yang ada di depan ku. Ada sesuatu yang tertahan di dalam pikiran dan hati ku saat ini. Aku masih berusaha untuk mengendalikan pikiran ku agar tidak terlalu jauh.
"Tubuh mu menegang"
Suara itu mengalihkan lamunan ku dan memaksa kedua manik ku beralih menatap nya. Entah tatapan apa yang aku tujukan pada nya saat ini. Mungkin hanya tatapan tak berdaya, tanpa emosi di dalam nya atau hanya sekedar tatapan yang berusaha memohon sesuatu.
Aku mendengus pelan, mencoba menenangkan diri sendiri sebelum menghujani nya dengan pertanyaan yang semakin membuncah di dalam kepala ku.
"Apa kau tau bagaimana perasaan ku saat ini ?"
"Sulit untuk ku merasa kasihan dengan orang lain"
"Egois ..."
"Sudah ku katakan, aku memiliki tujuan dibalik semua yang ku lakukan pada mu"
"Tujuan apa ? Membuat ku gila ? Membuat ku berpisah dengan mereka semua ? Atau membunuh ku ?"
"Jika aku ingin membunuh mu, seharus nya ku lakukan sejak ayah mu menyerahkan mu pada ku -"
"Dan lagi cukup merepotkan hidup bersama orang yang mengalami masalah mental. Aku tidak ingin menyusahkan hidup ku sendiri"
Sungguh, detik ini juga perlahan emosi menguasai tubuh ku. Tapi ada sesuatu yang berusaha menahan ku untuk tidak meluapkan kemarahan ku saat ini.
"Apa tujuan mu mengatakan Mark seorang pembunuh dan beri aku bukti"
"Ck - sudahlah, jika aku menceritakan semua nya sekarang, akan menghabiskan banyak waktu dan kita tidak bisa tidur dengan tenang"
"Kau tidak memiliki bukti apapun dan tiba-tiba menyebut nya pembunuh ? Rencana apa lagi yang kau pikirkan sekarang ?"
"Tidak ada, aku mengatakan apa yang terjadi"
"Aku perlu bukti. Kau bisa dituntut karena mencemarkan nama baik seseorang"
"Jangan mengancam ku nona"
Tubuh nya perlahan bergerak mendekat ke arah ku dengan tatapan yang cukup intens. Kali ini aku berusaha meyakinkan diri untuk melawan rasa takut dan gugup ketika tubuh nya semakin mendekat.
Kedua tangan nya menarik pundak ku dan memaksa ku berdiri dari tempat duduk ku. Ia tetap menatap ku dan mata ku tak kalah intens menatap mata nya.
"Kau mengancam ku ?". Ia berbicara dengan nada yang seolah menunjukan sisi kejam seorang Hendery.
"Seseorang tidak akan takut dengan ancaman jika ia tidak melakukan kejahatan apapun. Bukan begitu tuan Wong Kunhang ?"
Raut wajah nya seketika berubah. Ujung bibir nya sedikit terangkat menunjukan senyuman sinis khas pria ini.
Salah jika ku pikir jawaban ku membuat nya melepaskan cengkraman nya di pundak ku. Ia kembali menatap ku dengan tatapan sedikit tenang. Namun tidak merubah kekuatan kedua tangan nya di pundak ku.
"Mungkin yang ku tahan selama ini akan ku lakukan malam ini". Iya lanjutkan dengan tatapan yang mengarah ke tubuh ku.
"M-mau apa kau ? Lepaskan !"
Aku berusaha melapaskan cengkraman tangannya yang kini menarik pergelangan ku berjalan menuju salah satu ruangan di villa ini. Kamar tidur pria ini.