5. Patung Bisa Mati?

1.4K 267 106
                                    

Hari ini Seokmin bangun jauh lebih awal dari biasanya. Bahkan sebelum alarm yang dipasangnya pukul 6 pagi berdering nyaring. Laki-laki itu segera bangkit, lalu menyingkap gorden kamar. Langit masing gelap. Udara juga masih dingin. Namun, semangat Seokmin hari ini begitu membara.

Terakhir kali Seokmin merasakan hidupnya sesemangat ini adalah beberapa bulan yang lalu. Hari pertama ia tinggal di kontrakan, lalu bersiap untuk mencari pekerjaan. Awalnya, Seokmin pikir kehidupan sebagai bujangan akan sangat menyenangkan. Semuanya dilakukan serba sendiri. Tidak ada yang melarang. Namun ternyata, tidak semudah itu, kawan. Dunia ini kejam.

Beberapa bulan hidup luntang-lantung tak karuan, Seokmin hidup penuh rasa frustrasi. Ia sempat bekerja sebagai penjaga mini market, tapi memutuskan keluar setelah beberapa minggu bekerja di sana karena sering cekcok dengan karyawan lainnya. Sempat juga menjadi supir salah satu keluarga kaya raya. Namun, juga berakhir sama. Anak keluarga itu tidak menyukai Seokmin, lalu melakukan hal-hal terduga hingga membuat Seokmin dipecat.

Entah kenapa, bekerja di butik MingMing membuatnya merasa kembali hidup. Gairah hidup yang sudah begitu lama tak ia rasakan, kembali mencuak ke permukaan.

Ponsel Seokmin berdering nyaring. Alarm yang dipasangnya telah berbunyi. Seokmin tersadar dari lamunan. Pemandangan pemukiman padat penduduk yang ia tempati memang tak sebagus di kota. Tapi matanya terasa segar walau sekadar melihat langit gelap.

Usai mematikan alarm, Seokmin mendatangi kamar mandi hanya untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Mendatangi dapur, menilik persendiaan makannya yang tinggal sedikit. Cukup untuknya sendiri. Tapi, tidak cukup jika digunakan untuk mengisi perut dua orang sekaligus. Seokmin harus keluar dan membeli persediaan makanan yang lebih banyak.

"Tumben sekali belanja banyak," tegur si penjaga toko.

Beruntung, dekat tempat tinggalnya terdapat toko yang buka 24 jam. Seokmin hanya perlu berjalan kaki selama 5 menit hingga sampai ke sana. Senyum pemuda mancung itu merekah. Terkekeh kecil, sambil meraih dompetnya. Menyerahkan uang sesuai harga yang tertera. "Tidak hanya perutku yang harus diisi."

"Wah... Kau sudah memiliki kekasih? Siapa gadis yang tertimpa sial itu?"

Seokmin tertawa nyaring mendengarnya. "Sialan sekali kau."

Ucapan penjaga toko tadi terekam jelas di otaknya. Kekasih? Lucu sekali. Seokmin tak berpikir demikian, padahal. Namun entah kenapa, gairah hidupnya lagi-lagi mencuak hingga dua kali lipat. Seokmin mendongak. Bias warna kuning mulai terlihat. Seokmin melajukan langkah. Tergesa-gesa.

Perut Seokmin sudah terisi penuh. Sarapan telah dilewatinya dengan sangat baik. Sekarang, waktunya untuk menyiapkan bekal. Makanan yang berbeda, agar ia sendiri tak merasa bosan. Dengan telaten Seokmin mengolah nasi yang sempat dimasaknya untuk sarapan menjadi nasi goreng. Lalu memasukkan sedikit kimchi sebagai langkah penutup.

Tugas Seokmin hari ini; mengajari Jisoo menggunakan sendok. Seokmin tidak boleh menyuapi gadis itu terus. Jisoo harus mandiri. Tangan kotor akibat bekas makanan dilap Seokmin sembarangan. Ke baju dan celana. Biarlah. Lagipula Seokmin sendiri juga belum mandi. Sebelum berangkat saja nanti. Supaya masih wangi begitu sampai di butik.

Beres dengan semua bekal, Seokmin meletakkannya ke ruang tengah yang tak seberapa besarnya. Hanya ada meja dan TV kecil di sana. Juga sepeda yang terparkir dekat pintu. Jika tidak dimasukkan, sepeda itu bisa hilang. Benda berharga Seokmin satu-satunya. Harus dijaga dengan baik.

Kembali menyikat gigi, menggunakan sabun dan sampo. Semuanya lengkap. Tubuh Seokmin sudah wangi. Ditambah parfum yang disemprotkan tak kira-kira jumlahnya. Seragam bekerja ditutupi oleh jaket berwarna abu. Oke, penampilan Seokmin hari ini begitu berbeda dari hari sebelumnya. Senyum merekah, begitu mengingat ada orang lain yang menunggunya di butik. Bahkan Seokmin berangkat ke butik satu jam sebelum jam beroperasi dimulai.

MANNEQUIN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang