15. Aku Ingin Dicium Seokmin!

1.2K 229 112
                                    

"Aku tidak ingat persis, tapi..." Jisoo terus berusaha mengingat semua dialog yang ada di dalam mimpinya kemarin malam. Apa saja yang telah didengarnya. Makian, amarah, sumpah, serta bantingan pintu. Suara itu terlalu nyaring dan terkesan nyata. Membuat gadis maneken itu ketakutan, namun juga penasaran di waktu yang bersamaan. Entah hanya firasat atau bukan. Namun, Jisoo rasa semua mimpi itu ada hubungannya dengan kebiasaan tubuhnya yang sering kali menghilang. Tak tentu jam dan hari. Bahkan terkadang, dalam sehari bisa menghilang sampai tiga kali. Mau tidak mau kejadian itu sudah seperti rutinitas. Jisoo pun sudah begitu terbiasa dan tak lagi ketakutan. "Itu terdengar nyata. Mereka seperti bertengkar tepat di hadapanku. Tapi aku tidak bisa melihat apa-apa di mimpi itu."

Sama halnya dengan dugaan Jisoo, Seokmin pun merasa bahwa semua mimpi itu ada hubungannya dengan ucapan Park Sejun kemarin. Jisoo berulang kali didatangi mimpi aneh, bersamaan dengan tubuhnya yang terus menghilang. Dua hal paling berbahaya. Sinar matahari langsung dan ingatan yang pulih. Tentu sinar matahari tak Seokmin curigai. Jisoo tak pernah sekalipun keluar dari butik di siang hari. Lalu, ingatan yang memulih lah titik fokus Seokmin sekarang.

"Apa kamu pernah mendengar suara mereka sebelumnya? Kamu merasa seperti mengenal mereka?" tanya Seokmin, sedikit mendesak. Penasaran. Lagipula ini masih pukul 6. Terlalu pagi untuk melakukan perjalanan. Seokmin harus menuntaskan pertemuannya dengan Jisoo terlebih dulu, lalu kembali menitipkan kunci butik pada Soonyoung dan mendatangi pemilik lama butik.

Jisoo menggeleng ragu. Menggigit bibir, berusaha mengingat. Percuma saja. Ia tak bisa mengingat apa pun tentang mereka. "Sepertinya tidak... Suara mereka sangat asing. Mungkin karena selama bertahun-tahun aku terkurung di sini. Yang kudengar hanya suara kalian. Akhir-akhir ini suaramu yang paling dominan. Suara kamu sedang bernapas pun aku hafal."

Pemuda bangir itu terkekeh, menghela napas dengan lega setelahnya. Bersyukur Jisoo tak ingat apa-apa. Kalau ingatan yang hampir pulih saja bisa melenyapkan sebagian tubuh Jisoo beberapa saat, bagaimana jika gadis maneken itu telah ingat sepenuhnya? Menghilang? Oh astaga! Seokmin tidak bisa membayangkan bagaimana nasib dirinya sendiri setelah Jisoo pergi.

"Kamu berusaha menggodaku? Hati-hati. Kamu akan menyesal nanti," ujar Seokmin, sambil menarik tangan Jisoo agar masuk ke kamar peristirahatan pegawai. Membuka kotak bekal yang sempat ia buatkan sebelum berangkat. "Dimakan, ya. Habiskan. Begitu aku datang, kotak makanan ini harus sudah kosong."

Jisoo mengangguk teratur. Terdiam atas hal-hal kecil yang Seokmin lakukan untuknya. Sekarang pemuda bangir itu menarik selimut, berusaha menutupi kedua paha Jisoo yang terbuka. Merasa silau dengan pakaian si gadis. Jisoo hanya mengenakan rok pendek. Bahkan sangat pendek. Stok butik yang baru datang kemarin sore.

"Tapi hari ini Seokmin pulang cepat, kan?" tanya Jisoo, menepuk ruang kosong di sebelah kanannya. Meminta Seokmin agar juga duduk di sana.

"Ya, aku akan pulang cepat," sahut Seokmin, lalu terkekeh kecil lagi. Perasaannya benar-benar baik hari ini. Tingkah manja Jisoo membuat Seokmin merasa seperti telah memiliki istri. Di butik ada yang selalu menunggu kedatangannya. Bahkan berpesan agar datang dengan cepat. "Aku akan pulang cepat, memeriksa kotak makanan ini. Kalau belum habis, kamu akan aku beri hukuman."

Jisoo mengerjap. Kepalanya meneleng kebingungan. "Hukuman apa? Jangan aneh-aneh, Seokmin! Kamu ingin menyiksaku?"

Alis Seokmin terangkat naik. Reaksi Jisoo tergolong berlebihan. Tak sesuai harapannya; merengek meminta ampun dengan manja. "Hukumanku akan sangat menyiksamu, tapi menyenangkan untuk diriku sendiri. Kalau kamu tidak menghabiskan makanan ini, kamu akan aku cium. Di pipi, di kening, di..." ujar Seokmin, terhenti sejenak. Ia sedikit khawatir kalau ancaman ini malah membuat Jisoo menjauh darinya.

MANNEQUIN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang