Teriakan nyaring Seokmin berhasil didengar oleh Seungkwan yang kebetulan berjalan melewati gudang. Hendak pipis. Melupakan panggilan alam, gadis itu segera membuka pintu. Menengok apa yang tengah dilakukan oleh Seokmin di dalam sana. Yang ia lihat, wajah Seokmin merah. Seungkwan juga melihat banyak rambut bekas terpotong berhamburan di lantai. Gunting berada tepat di atas tumpukan rambut. Seungkwan bingung. "Ada apa, Seok? Itu rambut siapa?"
Seokmin sungguh bingung hendak bagaimana mengekspresikan perasaannya saat ini. Bercampur aduk. Entah hendak menangis atau malah marah. Tapi, pantaskah ia memarahi Jisoo atas apa yang baru saja dilakukannya? Bahkan gadis itu nampak jauh lebih terguncang daripada Seokmin. Tentu saja. Jisoo sendiri yang mengalaminya. Hidupnya tak jelas berasal dari mana.
Laki-laki bangir itu enggan menjawab pertanyaan Seungkwan. Wajah merahnya berhasil membuat gadis itu merinding. Dengan wajah seperti itu, ia yakin pasti bisa mengusir Seungkwan untuk sementara waktu.
"O-oh? Oke, aku pergi," ujar seungkwan. Gadis itu ternyata benar-benar mengerti. "Kalau ada apa-apa jangan ragu datangi kami, oke?"
Deru napas Seokmin perlahan kembali normal, meski amarahnya belum sempat tersalurkan. Jisoo masih enggan mengubah rupanya. Membuat Seokmin meringis khawatir. Terduduk. Diam memandangi jutaan atau bahkan mungkin ratusan juta lebih helai rambut yang berserakan di sana. Menurut aroma yang menyeruak, benar, itu rambut Jisoo. Seokmin sangat hafal dengan baunya.
Laki-laki bangir itu berpikir sejenak. Mungkin, ia harus jauh lebih sabar. Bukan mungkin lagi. Itu harus. Seokmin harus bisa bertahan dan menjadi pertumpuan bagi Jisoo. Bagaimana bisa gadis itu mempercayainya dan berpegangan padanya kala merasa terperosot jatuh, sedangkan Seokmin sendiri terlihat sangat lemah? Tidak, Seokmin pasti bisa jauh lebih kuat dan bertahan demi Jisoo.
Terdapat kantung plastik kecil di sana. Bekas tempat menyimpan beberapa pakaian. Diraihnya, lalu memasukkan semua helai rambut itu ke dalam sana. "Aku ke kamar peristirahatan sebentar. Menyimpan rambutmu. Tolong, bertahanlah sebentar lagi. Kamu punya aku di sini. Aku tidak akan membiarkanmu menyerah begitu saja. Aku akan membantumu."
Nyatanya, tidak sebentar Seokmin berada dalam kamar itu. Berusaha memulihkan kondisi diri sendiri. Merebahkan tubuh besarnya, tak terasa air mata malah mengalir deras. Melewati pipi, hingga menyentuh kulit leher dan berakhir di bantal. Bantal itu jadi basah karenanya.
Akhirnya badan Seokmin menegak, begitu ada karyawan lain yang turut masuk ke dalam. Cepat-cepat pemuda bangir itu menghapus air matanya. Soonyoung tersenyum lebar di ambang pintu. Menenggelamkan kedua matanya yang memang sejak awal sudah tenggelam. Mungkin Seungkwan sudah bercerita pada laki-laki Kwon ini. Jadi tidak heran begitu melihat Seokmin menangis di dalam sana.
"Are you okay?" tanya Soonyoung, dengan logat khas Korea yang kental.
Seokmin jadi tertawa. Pertanyaan sederhana itu berhasil membuat Seokmin merasa jauh lebih baik. "Jangan sok Inggris. Tidak cocok."
"Ei... Tapi berhasil membuatmu tertawa." Soonyoung turut duduk di bibir ranjang. Menepuk pundak Seokmin, coba menenangkan meski tidak tahu sedikitpun masalah apa yang tengah dihadapi. "Tenang, Bro. Ada kami di sini. Kalau ada masalah, tinggal cerita. Masalah ekonomi? Mungkin kami tidak bisa bantu, tapi aku yakin bos kita pasti bisa. Masalah cinta? Tenang, ada pakarnya di sini."
Seokmin menatap Soonyoung seduktif. "Pakar cinta? Siapa?"
Laki-laki sipit itu menepuk dada dengan bangga. "Memangnya si sipit tampan ini kurang meyakinkan? Aku jauh lebih berpengalaman dibandingkan dua gadis yang berjaga di depan sana," ujar Soonyoung. Mendekat dan berbisik, "aku bahkan jauh lebih berpengalaman dibandingkan dua bos kita itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MANNEQUIN (✓)
Fanfiction[Seoksoo GS Fanfiction] Mannequin (Maneken) adalah boneka manusia yang seluruh tubuh atau setengah badannya dipakai sebagai model untuk memperagakan busana di toko. Boneka ini sering dipamerkan di etalase toko atau butik sehingga juga disebut boneka...