Muhamad Adam Alfaribhy Arramad

2.8K 120 0
                                    

Adam POV

Aku melangkahkan kaki masuk kedalam masjid, saat itu kulihat seorang wanita memakai mukenah berwarna abu muda juga sedang berjalan memasuki gerbang masjid.

Gadis itu sudah banyak berubah, dia tidak lagi menyapaku, bahkan dia akan menunduk saat bertatapan mata denganku, ku akui aku suka perubahannya, dia sudah tumbuh dewasa dan mengerti bagaimana seharusnya batasan wanita dan pria berinteraksi tapi satu hal yang paling aku sukai dari perubahannya yaitu penampilannya, dia begitu tertutup selayaknya seorang muslimah berpakaian.

Tapi ada satu hal yang tidak pernah berubah darinya, dia tetap saja rajin ke masjid.

"Nak Adam" Pak Alim, imam masjid yang sudah tua rentah itu menyuruhku maju kedepan untuk menjadi imam saat iqomah dikumandangkan.

Terkadang aku sedikit merasa tidak enak dengan pak Alim karena menggantikan posisinya, tapi di lain sisi aku juga merasa tidak enak menolak Permintaannya.

"Baik pak"Jawabku menerima, lalu berjalan maju ke depan bertindak sebagai imam.

Shalat magrib selesai, saat itu pak Alim memanggilku untuk shalat sunnah didekatnya. Setelah itu dia memintaku untuk duduk.

Aku menatap lekat wajah yang sudah keriput itu.

"Kamu satu-satunya harapan bapak nak, bapak berharap kamu bisa jadi penerus bapak setelah bapak tidak ada" Suara seraknya membuatku bersimpati. Aku hanya menunduk mendengarkan. " Masjid terlihat ramai belakangan ini, itu berkat suaramu nak" Lanjutnya membuatku merasa sedih mendengarnya, apakah mungkin dia berpikir bahwa masjid selalu sepi karena dirinya?

"Tidak pak, itu bukan karena saya, Allah yang menggerakkan hati mereka menuju masjid" Jawabku tenang.

"Ya, Allah menggerakkan hati mereka lewat suara indahmu itu nak" Ujarnya pelan.

"Suara bapak juga bagus" Ujar ku mencoba mengembalikan kepercayaan diri pak Alim.

"Jujur saja nak, suara bapak sudah tidak sebagus dulu, sudah tidak menarik lagi untuk di dengar"

"Siapapun yang melantunkan Ayat-ayat Allah dengan hati, semua terdengar indah pak dan itu yang bapak lakukan"

Pak Alim hanya tersenyum mendengar perkataanku.

"Hmm" Dia bergumam. "Bapak menaruh harapan padamu" Lanjutnya sambil menepuk pundakku pelan.

***

Masya POV

Entah kenapa air mataku menetes mendengar percakapan Pak Alim dan Adam dibalik hijab yang jadi pembatas shaf kami. Aku tidak berniat untuk mendengar percakapan mereka. Aku hanya berniat untuk menunggu waktu shalat Isya sambil membaca al-qur'an disana. Karena Susananya sunyi senyap jadi suara mereka bisa terdengar. Hanya ada beberapa jamaah yang tinggal menunggu waktu Isya.

Waktu shalat Isya tiba, Adam mengumandangakan adzan. Suara yang indah, membuat hati tergerak. Ku akui suaranya lebih indah dari kak Malik.

15 menit setelahnya, Adam kembali mengumandangkan iqomah, jemaah sedikit bertambah dari jemaah shalat magrib tadi. Mungkin benar kata pak Alim hati mereka digerakkan Allah karena suara Adam. Sedetik kemudian terdengar suara pak Alim mengucapkan takbir.

Skip.

Aku berjalan ke gerbang, ku lihat pak Alim dan Adam mengobrol disana membuatku jadi ragu untuk melangkah.

Tak lama setelahnya, kulihat pak Alim pergi, Adam berbalik arah menuju parkiran, ku pikir dia akan mengambil kendaraannya yang dia parkir di sana.

Akupun berjalan kembali, kami bertemu didepan parkiran, aku ragu untuk menyapa, begitupun dengannya dia seperti ragu-ragu untuk berbicara. Tapi tak lama..

"Assalamualaikum" Dia menyapaku duluan. Membuatku sedikit lega.

"Waalaikumusalam " Jawabku menghentikan langkah dari jarak 2 meter darinya.

"Apa kabar?" Tanyanya.

"Alhamdulilah, sehat" Jawabku "Kamu sendiri?" Tanyaku balik, kami seperti orang yang baru bertemu, seolah melupakan hubungan pertemanan kami yang sangat dekat saat kecil.

"Baik, alhamdulillah" Jawabnya.

Aku berencana untuk pergi sebelum hanya tinggal kami berdua ditempat itu, tapi aku teringat dengan percakapan pak Alim dengan Adam tadi didalam masjid membuatku terganggu untuk berkomentar.

"Oyah" Suaraku membuatnya mengangkat pandangannya kepadaku sejenak. "Pak Alim benar, kita butuh imam masjid bersuara merdu seperti kamu" Lanjutku berhasil membuatnya sedikit kebingungan "Maaf, aku secara tidak sengaja mendengar obrolan kalian tadi, aku hanya merasa perlu memberi pendapat juga" Jelasku menjawab kebingungannya.

"Aku akan segera kembali ke Mesir" Jawabnya singkat membuatku sedikit kecewa.

"Kamu akan menetap disana?" Tanyaku ragu.

"Entahlah, aku juga tidak tahu pasti" Jawabnya ragu.

Sebenarnya aku penasaran tentang kapan dia akan kembali ke Mesir tapi ku urungkan takut kami akan terlibat percakapan lebih jauh lagi. Akupun segera meminta diri melihat para jamaah sudah mulai meninggalkan masjid untuk kembali kerumah mereka masing-masing.

"Aku duluan yah, salam Umi dan Abi, assalamualaikum" Aku meminta diri

"Waalaikumusalam"

Aku melanjutkan langkahku kembali kerumah.

Apa dia tidak akan kembali? Pikirku.

Cinta Diam Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang