Akhir Cerita Cinta Diamku

2.4K 96 0
                                    

Air mataku tidak mau berhenti terjatuh, rasanya dadaku sesak menerima kenyataan bahwa laki-laki idamanku itu sudah meminang gadis lain. Usahaku untuk mengenal dia lebih dekat tidak Allah kehendaki. Hatiku hancur, begitulah perasaanku saat ini. Pengakuan mbak Dewi membuatku sakit hati.

Flash back

"Masya" Mbak Dewi menatapku lekat. Membuat Jantungku berdetak tidak karuan. "Sebelumnya, mbak minta maaf karena tidak bisa membantu kamu"  Lanjutnya menghadirkan kekecewaan dihatiku tentunya.

"Kenapa mbak?" Tanyaku dengan perasaan kecewa. Aku Meminta penjelasan dari mbak Dewi.

"Sebenarnya, Malik sudah mengkhitbah gadis lain" Jawab mbak Dewi yang tentunya membuat hatiku terasa hancur hingga berhasil membuat pipiku basah karena air mata yang berhasil lolos dari kedua mataku.

Mbak Dewi menggapai tanganku yang berubah jadi dingin karena begitu gugup.

"Yang sabar yah, Allah sudah menyiapkan seseorang yang tepat untukmu, tugasmu sekarang terus saja memperbaiki diri sampai Allah mempertemukanmu dengannya" Hibur mbak Dewi tapi tetap saja hatiku terasa sakit.

Aku tidak bisa berkata apapun yang ingin kulakukan saat ini hanya menangis, menangisi akhir dari cerita cinta dalam diamku ini.

" Jodoh itu sudah Allah atur Sya, tugas kita hanya mempersiapkan diri kita" Mbak Dewi masih berusaha menenangkanku.

"Iya mbak, makasih" Kataku singkat.

Hanya ingin sendiri lalu menangis, sungguh hanya itu yang ingin aku lakukan.

Flash back off

***
Keesokan harinya di kampus

"Alhamdulillah, akhirnya kamu datang kembali" Nur menyambutku dengan pelukan hangat dan sorakan gembira begitupun dengan teman LDK lainnya. Sudah berapa lama yah aku tidak datang ke secret? Aku bingung melihat reaksi mereka yang seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu.

Yah, aku ingin memulainya lagi, berlama-lama dirumah hanya akan membuatku semakin berkabung dengan kesedihanku.

Sedih? Patah hati? Aku hanya manusia biasa yang bisa merasakan hal itu dan rasa itu masih jelas terasa dihatiku, kabar bahagia yang berhasil mengobrak-abrik perasaanku itu baru saja berlalu Sehari.

Aku tidak tahu berapa lama ini akan bertahan, yang ingin ku lakukan saat ini hanya menyibukkan diri hingga benar-benar sembuh dari sakit hatiku.

Jadi aku memilih datang hari ini kekampus, meski tidak ada jadwal kuliah tapi karena hari ini hari Jum'at jadi ada kegiatan OKJM seperti biasa.

"Nur, kamu lihat Mirza?" Aku menanyakan gadis itu, dia tidak terlihat sejak aku datang di secret padahal kajian sudah mau dimulai, nomornya juga tidak aktif.

"Dia sakit Sya" Jawaban Nur membuat aku tercengang.

"Sakit? Kalian sudah besuk?"Tanyaku

"Sudah, tapi dia tidak ingin ketemu sama kita Sya"

"Kok?"

Nur mengangkat kedua pundaknya, tanda dia tidak mengerti. Rasa khawatir seketika menghantui diriku.

***

1.00

Kuputuskan untuk membesuk Mirza setelah kajian. Meskipun Nur bilang kalau dia enggan bertemu dengan siapapun tapi aku harus memastikan keadaannya sendiri.

Setelah tiba disana, aku melihat seorang lelaki yang hampir seumuran denganku sedang membuka pagar rumah Mirza. Dia mungkin baru saja kembali dari masjid untuk shalat jumat, aku bisa melihat dari penampilannya yang menggunakan songko, baju kokoh dan juga sarung.

Aku segera mempercepat langkahku mendekat ke rumah tersebut.

"Assalamualaikum"

Dia berbalik dan aku bisa melihat wajahnya dengan jelas sekarang. Laki-laki yang tengah berdiri dihadapanku ini, adalah orang yang sering terlihat bersama Malik.

Gilang? Pikirku.

"Waalaikumusalam" Jawabnya "Masya?"  Tanyanya sopan.

Aku sedikit terkejut, ternyata dia tahu namaku. "Iya, saya Masya" Jawabku.

Senyum tipis seketika tercipta diwajahnya. Aku rasa dia memang mengenalku.

"Aku Gilang, kakaknya Mirza" Dia langsung memperkenalkan diri lalu kusambut dengan anggukan.

Yah, dia benar bilang Gilang, laki laki yang pernah Mirza ceritakan. Ternyata dia kakaknya Mirza.

" Mirza sudah menunggumu" Ujarnya membuatku terkejut dengan kalimat itu.

"Aku?"

Pria itu hanya menggangguk lalu menuntunku masuk kedalam rumah tersebut.

Seorang wanita setengah baya membuka pintu, aku rasa itu ibunya. Wajahnya sangat mirip dengan mirza.

"Assalamualaikum, ma" Ujar Gilang lalu mencium punggung tangan wanita berhijab syar'i itu.

"Waalaikumusalam" Jawabnya. Dia melihatku sambil tersenyum dengan tatapan penuh tanya.

"Dia teman Mirza Ma, Masya" Jelas Gilang.

Wanita itu langsung memelukku dan menangis tersedu-sedu.

"Terima kasih sudah datang, saya Ibu Mega, ibunya Mirza. Ibu sudah menunggu kedatangmu" Ujarnya memperkenalkan diri tapi aku sedikit heran dengan kalimat terakhir yang dia ucapkan.

Ada apa ini? Sepertinya kehadiranku ditunggu oleh mereka?

***

Aku berjalan menuju lantai dua dimana kamar Mirza berada. Setelah bicara panjang lebar ibu Mega mengantarku untuk menemui putri kesayangannya itu. 

"Ibu sudah lama menunggumu, Mirza bilang dia ingin sekali bertemu sama kamu, dia sangat terpukul mendengar kabar pernikahan laki-laki yang  dia suka hingga jatuh sakit , dia begitu mencintainya tapi orang tuanya malah menjodohkan dia dengan wanita lain,  ibu tidak tahu harus berbuat apa, dia bilang dia tidak bisa hidup tanpa pria itu, tapi ibu bisa apa, dia sudah ingin menikah"

Kata-kata itu terus berputar di otakku, sambil menatap Mirza. Air mataku jatuh melihat kondisinya, wajah putihnya begitu pucat, badannya kurus dan rambut yang sudah tidak terurus, seperti tidak ada semangat untuk hidup.

Posisiku saat ini sama dengannya, patah hati tapi aku bersyukur karena Allah masih memberikan aku kekuatan sehingga aku masih bisa mengendalikan perasaanku ini.

Aku perlahan mendekatinya, ku lihat pandangannyan dia lempar keluar jendela yang tepat berada diatas tempat tidurnya. Entah apa yang tengah dia lihat, hanya ada sebuah rumah yang bejejer dengan rapi disana dan salah satunya aku ingat itu rumah umi khumairoh.

"Mirza" Aku memanggilnya ragu setelah berhasil duduk ditepi ranjangnya. 

Kepalanya yang bersandar didekat jendela dia angkat perlahan.

"Aku Masya" Ujarku lagi ketika dia memandangku.

Dia terus saja memandangiku tanpa berkata apapun. Terus terang saja aku sedikit takut melihat tatapannya.

"Mir-za" Ujarku gugup

Air matanya keluar kali ini. Seketika dia menjatuhkan pelukannya padaku membuat aku sempat ketakutan namun perlahan rasa takutku hilang saat dia mulai terisak dipelukanku. Akupun membalas pelukannya. Tak terasa aku ikut menangis mendengar isaknya.

Ya Allah sesakit inikah jatuh cinta bagi sebagian hambaMu? Batinku.

***

Cinta Diam Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang