Bad News

2.8K 106 0
                                    

Author POV

10.00 AM

Masya melihat sebuah mobil berhenti didepan rumahnya. Itu mobil Adam. Tio bersama Randi kakak kandung dari Lia ibunya Masya yang juga ikut mencari Dinda. Mereka muncul dari balik pintu Mobil . Adam sudah tidak terlihat bersama mereka. Padahal sebelumnnya Adam juga ikut didalam mobil.

Lia yang menyadari kedatangan mereka langsung berjalan menuju halaman rumah. Badannya yang lemas dia seret dengan paksa demi mendapat kabar tentang keberadaan Dinda.  Masya segera membantu ibunya.

Tio sudah memberi tahu via telpon kalau Dinda sudah ketemu. Makanya Lia menunggu kedatangan mereka sejak tadi.

"Dimana adik kamu Yo?" Tanya Lia sambil memegang tangan Tio erat. Air mata sudah berhasil membasahi pipinya.

"Dia sudah ketemu bu" Jawab Tio.

Alhamdulillah

"Terima Kasih Ya Allah" Lia kembali bersyukur, kalimat itu tidak berhenti dia ucapkan sejak tadi.

"Terus dia dimana?" Lanjutnya bertanya sambil mencari keberadaan Dinda yang tidak ikut bersama kedua pria itu.

Tio maupun Randi tidak menanggapi pertanyaan Lia.

"Mas?" Lia beralih menatap kakaknya yang juga enggan untuk menjawab, membuat kekhawatiran kembali muncul diwajah Lia. Masyapun ikut khawatir.

"Kenapa kalian diam? Dinda baik-baik sajakan?, jawab pertanyaan ibu nak"

"Dinda baik-baik saja bu, tapi.."

"Tapi apa..." Lia menyelah saat Tio terdiam.

"Dia, dia..ada dikantor polisi bu" Tio menjawab dengan ragu.

Astagfirullah

Badan ibu seketika tersungkur ketanah. Sontak membuat Masya dan Tio menahan tubuh ibunya.

"Bu, ibu tidak apa-apa?" Tanya Masya khawatir.

"Aku tidak apa-apa" Jawab ibu berusaha terlihat baik-baik saja. "Ayo kita lihat Adik kamu Yo,  ibu pengen ketemu"

"Engga, ibu dirumah saja" Larang Tio.

"Engga, ibu mau ketemu!" Lia memaksa.

"Bu..,biar bang Tio sama Om Randi saja yang ke kantor polisi" Masya ikut membujuk.

"Engga, ibu mau ikut" Lia menolak bujukan Masya juga.

Akhirnya mereka pasrah dan membiarkan Lia untuk ikut.

"Aku ikut bang, boleh?" Masya meminta izin.

"Om, tolong bawa ibu kemobil" Pinta Tio pada pamannya itu.

Tio kemudian menarik Masya sedikit menjauh dari Ibunya yang sedang berjalan menuju mobil.

"Ada yang mau abang kasih tahu" Wajah Tio terlihat serius membuat Masya memasang telinganya baik-baik.

"Kamu sekarang kerumah sakit"

"Rumah... Sakit?" Masya memastikan kalau dia tidak salah dengar.

"Iya, bapak dirumah sakit" Jawab Tio. Seketika membuat badan Masya lemas air matanyapun berhasil lolos.

"Ya Allah pak, Kok bisa sih bang?" Tanya Masya bergetar.

"Tadi bapak pingsan waktu bang Tio kasih tahu kalau Dinda ditahan polisi" Jelas Tio.

"Ya Allah apalagi ini?" Keluh Masya.

"Sekarang lebih baik kamu kesana, Adam sudah jagain bapak di UGD"

Masya hanya menggangguk paham. Pikirannya kacau. Badannya gemetar.

Rasanya belum hilang keterkejutannya karena Dinda sekarang bapaknya pun masuk rumah sakit.

***

Masya POV.

Dengan langkah berat, aku memasuki ruang UGD tempat dimana bapak skarang berada.

Ku lihat dia bersama seorang pria disana. Pria itu duduk dengan tenang sambil memainkan gadgetnya. Sementara bapak terbaring lemah diatas bangkar dengan selang oksigen terpasang dikedua lubang hidungnya.

Pria itu adam. Yah, ku dengar tadi sekilas bang Tio mengatakan bapak bersama Adam di RS. Adam langsung bangkit dari duduknya saat menyadari kedatangaku. Dia bergeser sedikit menjauh, aku tahu dia menyuruhku untuk menggantikan dia duduk disana. Aku menurut.

Aku pandangi wajah bapak tanpa jedah, aku mencoba mengutuk diriku sendiri yang selama ini tidak pernah menjadi anak yang berbakti padanya.

Kami anaknya hanya bisa menuntut haknya sebagai orang tua tanpa melaksanakan kewajiban kami sebagai seorang anak.

Bagaimana  kalau jantung itu berhenti berdetak? Apa yang telah kami lakukan sebagai seorang anak untuk kedua orang tua kami. Diakhir hayatnya dia akan pergi meninggalkan kami hanya dengan perasaan kecewa. Bagaimana kalau itu betul terjadi?

"Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah, Ya Allah" Aku mencoba menormalkan pikiranku, melihat bapak seperti ini membuaku jadi berpikir macam-macam.

"Maafin Masya pak" lirihku dengan isak kecil dibibirku.

"Kamu engga usah khawatir, dokter bilang dia hanya sedikit shock" Adam angkat bicara membuatku sadar kalau pria itu masih berada disana. Kupikir dia sudah pergi

Aku menoleh kesamping kiriku untuk melihat wajahnya. Dia lelah pastinya, dia banyak membantu keluargaku belakangan ini.

"Maaf, aku merepotkanmu"

"Ohh.. Engga papah, jangan merasa sungkan "

" Bagaimanapun saya sangat berterima kasih"

"Iya" Adam tersenyum.

"Kamu bisa pulang, biar aku yang jagain Bapak" Ujarku merasa tidak enak dengan Adam.

"Kamu tidak apa2 sendirian? Atau kita tunggu sampai bang Tio datang baru aku pulang" Ujar  Adam yang sepertinya khawatir kalau aku berjaga sendiri di rumah sakit.

"Tidak perlu, lagian disini ada suster"  Ujarku menolak, bagaimanapun dia sudah  sangat banyak membantu.

Adam berfikir sejenak.

"Baiklah, aku akan pulang" Putusnya. "Aku permisi kalau begitu, assalamualaikum"  Adam meminta diri

"Adam.. " Aku memanggilnya, menghentikan langkahnya.

Lelaki itu berbalik.

"Aku berterima kasih sekaligus meminta maaf karena kamu sudah terlibat jauh dalam masalah keluargaku"

Adam mengembangkan senyumnya sekali lagi. Membuat Jantungku berdetak tdk normal. Sejak kapan dia punya senyum semanis madu seperti itu?

"Demi Allah aku ikhlas" Jawaban Adam membuat rasa tidak nyamanku tiba2 hilang.

"Aku permisi, assalamualaikum" Dia kembali meminta pamit.

"Waalaikumusalam"

Aku memperhatikan punggungnya hingga dia menghilang di balik pintu.

***

Cinta Diam Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang