Pengakuan

2.3K 98 0
                                    

Dua pekan telah berlalu namun rasanya semua kejadian masih teringat jelas dipikiranku. Walaupun sekarang semua sudah kembali normal.

Satu hal yang ku syukuri, Dinda dibebaskan karena hasilnya negatif. Sementara Fajri harus didekap dipenjara karena dia positif menggunakan narkoba. Tapi tetap saja Dinda dikeluarkan dari sekolah karena itu.

Ibu lalu meminta bang Tio membawa Dinda ikut ke bersamanya dan bapak, dia sudah keluar dari rumah sakit sekitar satu pekan yang lalu tapi keadaannya belum begitu stabil jadi dia masih butuh istirahat dirumah.

Akupun sudah jarang ke kampus, kegiatan LDK banyak aku lewatkan karena harus menjaga bapak dirumah. Bahkan aku berpikir untuk menjauh, melihat kondisi keluargaku yang jadi perbincangan orang sekampung rasanya tidak pantas aku menjadi seorang pendakwah.

Sementara itu, ibu menggantikan bapak berjualan dipasar. Dulunya bapak sangat melarang kami membantunya berjualan.

"Sudah tugas bapak mencari nafkah buat kalian" Katanya saat itu.

Tapi keadaan memaksa ibu untuk menggantikannya saat ini. Jadi ibu menggantikan bapak berjualan dipasar.

***
4.30

Sore itu, mbak Dewi datang berkunjung kerumah. Sudah seminggu ini, teleponnya jarang aku angkat, smsnya pun tidak pernah aku balas. Terlebih, belakangan ini, dia hanya membahas masalah ikhwan yang mengajak aku Taarufan itu.

Padahal kondisi saat ini membuatku tidak berselerah membahas hal-hal semacam itu. Bahkan tentang kak Malik benar-benar hilang dari ingatanku.

Saat mendengar kabar tentang keluargaku, mbak Dewi meminta maaf karena dia tidak tahu soal musibah yang menimpaku dan soal ikhwan yang mengajakku Taarufan itu, aku memintanya untuk berhenti menungguku karena aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal semacam itu dulu.Jadi sejak saat itu, mbak Dewi berhenti menanyakannya.

"Assalamualaikum" Ujarnya

"Waalaikumusalam" Ku jawab salamnya.

Dia menaiki teras rumah lalu mendekatiku kemudian tangan kanananya meraih bahuku sementara tangan kirinya memegang parsel berisi buah.

Dia lalu mencium pipi kanan dan kiriku secara bergantian.

"Ini untuk bapakmu" Ujarnya sambil menyodorkan parsel yang sedari tadi dia bawa.

"Syukron mbak" Aku mengambil parsel tersebut lalu menaruhnya diatas meja yang ada diteras rumah.

"Ayo mbak duduk" Ujarku.

Mbak Dewi kemudian duduk, akupun ikut duduk.

"Bagaimana keadaan bapak kamu?" Tanya mbak Dewi memulai perbincangan.

"Alhamdulillah mbak, sudah mendingan" Jawabku.

"Alhamdulilah kalau gitu. Gimana nih? Kamu kok bolos kegiatan LDK beberapa hari ini?" Tanyanya kemudian.

"Maaf mbak, keadaannya benar-benar rumit sekarang" Jawabku.

"Baiklah, mbak ngerti soal itu, tapi kamu akan tetap aktif di LDK kan?" Tanyanya membuatku gugup. "Aku dengar dari Nur kamu tidak mau lagi gabung di LDK?" M'bak Dewi terlihat penasaran.

Aku terdiam, tempo hari dirumah sakit saat Nur mengunjungiku, aku memberi tahunya kalau aku berniat meninggalkan LDK. Aku merasa tidak pantas.

"Setelah apa yang menimpa keluargaku, aku jadi ragu mbak, apa pantas aku mengajak orang kejalan kebaikan sementara aku sendiri tidak bisa memberikan pengaruh yang baik untuk orang terdekatku" Tuturku dengan mata berkaca-kaca.

Mbak Dewi tersenyum lalu menggapai tanganku yang ku letakkan dengan bebas diatas meja kemudian dia mengelusnya pelan.

"Kamu ingat kisah Rasulullah, beliau punya paman bernama Abu Thalib, dia kerabat dekatnya rasul tapi Rasul tidak bisa memberikan hidayah kepada pamannya itu sendiri, karena kenapa? itu urusannya Allah, tugas kita hanya menyampaikan dan mendoakan" Tutur mbak Dewi mencoba membangkitkan semangatku dibalik kisah Rasulullah itu.

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk itu firman Allah dalam Al-qur'an" Lanjutnya dengan membacakan sepenggal ayat.

"Apa aku pantas mbak?" Tanyaku merasa buruk.

"In Saa Allah kamu pantas, jadi jangan berpikiran untuk berhenti lagi"

"Kalau kesempurnaan akhlak yang orang tuntut dalam berdakwah, maka tak seorangpun yang pantas untuk berdakwah Sya, itu artinya apa? tidak ada manusia yang bisa lolos dari dosa, termaksud mbak"

Aku hanya terdiam merenungi kata-kata mbak Dewi dengan air mata yang berhasil membasahi pipiku.

"Ayo dong semangat" Mbak Dewi menepuk tanganku pelan. "Kayaknya kamu perlu penyemangat nih dalam berdakwah" Ustadzahku ini mencoba menggodaku, kali ini dia berhasil membuatku tersenyum. Aku tau maksud dari perkataannya. "Gimana kelanjutannya? Kamu kok belum bilang namanya sih?" Mbak dewi mengubah topik pembicaraan.

Aku terdiam sejenak.

"Dia teman se LDK kita mbak" Tuturku sedikit ragu tapi ku pikir ini saat yang tepat untuk mengatakannya.

"Oyah? Siapa dia?" Mbak Dewi semakin penasaran.

"Namanya..." Aku terdiam, mbak Dewi menungguku "Dia Malik mbak" Ujarku berterus terang.

"Malik?"

Ku lihat raut wajah mbak Dewi berubah.

***

Assalamualaikum readers.

Hello, hello. Bagaimana kisah Malik dan Masya selanjutnya? 🤔

Kita tunggu Part selanjutnya yah?

Semoga bermanfaat..

Salam author.. ❤️

Cinta Diam Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang