Happy reading❤️Aku menyandarkan tubuhku yang terasa lelah pada sofa ruang tamu setelah berhasil melepas sepatu flat dan kaos kakiku. Rasanya begitu capek seharian menemani Mirza diacara pernikahannya. Padahal bukan aku yang punya hajatan. Tapi menyenangkan juga sih.
"Kamu baru pulang?"
Aku mendengar suara Ibu mendekat kearahku memaksaku membuka mataku yang sudah terasa berat.
"Iya bu" Jawabku sambil memperhatikan ibu mengambil posisi duduk tepat didepanku. Kulihat dia mengambil sebuah Udangan pernikahan diatas meja yang tdk aku sadari keberadaannya disana.
"Kenapa akhir-akhir ini banyak yang nikah sih?" pertanyaanku terdengar protes.
"Kamu tuh, kapan nyebarin undangannya?" Sindir Ibu.
"Ibu mulai lagi deh" Protesku tak suka. Aku kembali menutup mataku malas.
Semenjak selesai ujian tutup ibu sering sekali membahas perihal jodoh. Padahal aku belum selesai wisudah.
"Ibu cuman mau ikutan bikin hajatan dirumah, nikahin kamu misalnya?" Ibu terdengar menyindirku lagi.
Aku membuka mataku tanpa berucap apapun. Kulihat ibu masih fokus pada udangan tersebut.
"Kamu tahu Toni engga?" Tanya Ibu, kali ini matanya tertujuh padaku.
"Toni?" Tanyaku heran lalu mengangkat kepalaku yang bersandar pada sofa.
"Iya, anaknya ibu Cici, teman Sd kamu itu loh?" Jawab ibu memperjelas.
Toni, aku ingat pria yang pernah sekelas denganku dulu pas Sd. Kenapa ibu tiba-tiba membahas laki-laki itu?
"Kamu inget?" Tanya Ibu lagi lalu kujawab dengan malas.
"Ibunya lagi nyariin dia jodoh, gimana kalau kamu temenin dia jalan? Kali aja berjodoh" Usul ibu.
Aku mengernyitkan dahi. Rasa ngantukku hilang separuh.
Bagaimana bisa ibu berpikir seperti itu? Pikirku.
"Bu, Masya engga mau jalan sama pria lain selain bang Tio sama bapak, apalagi sampai jalan berdua" Ujarku menolak dengan nada manja.
"Loh, kok? Gimana mau kenal kalau gitu caranya?" Ibu menatapku heran.
"Cari yang lain ajalah bu, engga usah Toni yah?" Aku memelas, berharap ibu tdk menjodohkan aku dengan pria itu.
"Memangnya kenapa? Menurut ibu dia cakep kok, sekarang dia juga punya pekerjaan tetap" Papar ibu
Aku menghela nafas panjang. Kalau dari segi wajah dia memang tampan tapi dari segi akhlak Toni terkenal sedikit "nakal".
"Cakep sih bu, tapi itu bukan jaminan buat Masya"
"Terus yang gimana dong?" Tanya Ibu.
"Yang soleh bu, taat sama Allah, itu aja" Jawabku singkat.
"Ibu engga punya kenalan seperti itu" Ujar Ibu. "Adanya sih Adam tuh yang kayak gitu, kamu mau engga?" Lanjutnya sontak membuat aku terkejut dan berhasil membuat rasa ngantukku benar-benar hilang sepenuhnya.
"Ibu jangan ngaco ah.., ibukan tahu siapa Adam, engga selevel bu sma Masya" Aku menolak ide yang dilontarkan ibu. Aku tahu Adam sejak kecil, bagaimana dia dibesarkan, bagimana keluarganya. Akh, dia terlalu sempurna untuk aku yang baru saja hijrah.
"Engga papah kan bermimpi , kali aja ada Malaikat yang aminin" Ujar Ibu berharap.
Aku bangkit dari tempat dudukku "Aku mau mandi, ibu makin ngaco aja bicaranya" Ujarku lalu berjalan menuju kamarku meninggalkan ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Diam Dalam Doa
RandomCinta yang kusimpan dalam diam kulukiskan dengan doa.. Kisah anak manusia yang memilih mencintai dalam diam untuk menjauhi fitnah. *** Aku menyebut namanya dalam doaku tapi Allah tidak memilih dia sebagai jawaban dari doaku. -Masya- *** Aku memilih...