Calon Menantu

2.8K 113 0
                                    

Malik POV

Aku menuruni anak tangga menuju ruang makan, abi, umi sudah memulai sarapannya dan juga Maryam adikku yang masih duduk di bangku Sekolah dasar itu sangat lahap menyantap nasi goreng buatan Umi.

"Assalamualaikum" Sapaku

"Waalaikumusalam" Jawab mereka semua secara serentak.

Aku duduk didekat adikku itu lalu menepuk pelan kepalanya yang berbalut kerudung putih, dia berbalik kearahku sambil tersenyum.

"Ini sayang" Umi menyodorkan sepiring nasi goreng.

"Makasih umi"

"Bagaimana persiapan ujiannya?" Tanya Abi setelah berhasil meneguk kopi hangatnya.

"Doain aja bi', semoga diberi kelancaran" Jawabku meminta doa.

"Tentu saja" Ujarnya.

"Oyah sayang, tadi kakakmu nelpon" Ujar Ibu membuka percakapannya.

"Kak Asia?" Tebakku, ya siapa lagi? Aku hanya punya satu kakak, dia sedang melanjutkan gelar masternya di Cairo, di universitas tertua didunia itu. Dia wanita solehah, cantik, dan juga hafidzoh. Tapi yang ku sayangakan dia belum menikah, dia yang malah menyemangatiku untuk menikah muda bahkan mencarikan ku jodoh dan aku yakin umi akan memberi tahuku hal itu.

"Iya, dia menanyakan soal kelanjutan adik juniornya itu"

Sudah kutebak umi akan membahas masalah perjodohan itu lagi.

"Bagus tuh nak, coba saja kita temui dia dulu, kuliah di Cairo, sebentar lagi dapat gelar Lc, sudah pasti paham agama." Sahut abi. Kak Asia sudah banyak cerita kepada Umi dan Abi perihal wanita itu.

"Iya kan Bi, lagian dia juga sebentar lagi mau ujian tutup sama sepeti kamu sayang, jadi kalian bisa nikah setelah itu" Umi terlihat besemangat.

"Kak Fatih mau nikah?" Maryam terlibat  percakapan kami. Aku hanya berbalik tersenyum pada anak polos itu.

"Belum sayang" Jawab Umi. "Tapi itu tergantung Kakak kamu kapan dia memutuskan? Coba aja dipikirkan sayang, umi sudah lihat fotonya, dia cantik, hafidzoh lagi" Umi mencoba meyakinkanku.

"Maaf umi, abi, tapi saya sudah siapin Cv taaruf untuk seorang akhwat" Ujarku.

Abi dan Umi menatapku bersamaan dan itu membuatku sedikit gugup. Seharusnya dari awal aku memberi tahu hal ini.

"Maaf, tidak memberi tahu Umi sama Abi, tapi saya sudah yakin kalau dia yang bisa jadi pendamping hidupku. kalau hasilnya sudah ada, nanti akan Fatih beri tahu kalian" Jelasku.

Abi hanya tersenyum tapi Umi masih terlihat kecewa.

"Kalau ta'arufnya engga berhasil?" Umi terlihat tidak setuju.

"Engga apa dicoba, siapa tahu jodoh, iya kan Fatih? "Abi menyahut, kalau abi terlihat mendukungku.

"Hm" Jawabku menggangguk

Ummi menatap abi tidak suka. Abi hanya tertawa kecil dibuatnya.

"Baiklah, kalau taarufnya engga berhasil, saya akan ikut umi sama Abi buat ketemu sama teman kak Asia itu" Ujarku mencoba membuat umi sedikit terhibur.

"Kamu beneran?" Umi kembali bersemangat.

"Iya, Umi. Tapi ummi harus doain Fatih supaya berhasil jangan malah sebaliknya"Aku meminta doa dari Umi walaupun sepenuhnya dia tidak mendukungku.

"Memang dia siapa? Apa umi kenal?" Umi mencoba menggali informasi.

"Hmm, nanti Fatih kenalin kalau dianya setuju di ajak taaruf, yang pastinya Umi sama Abi pasti bakalan suka" Aku mencoba meyakinkan Umi.

"Abi sih ok, ok aja, siapapun dia yang penting wanita itu bisa jadi istri yang baik untuk kamu" Abi mengsuport.

"In Saa Allah bi, dia bisa jadi istri yang baik" Ujarku sambil melirik kearah umi yang diam menatap piringnya. 

"Kenalin dia juga sama Maryam kak" Sahut Maryam yang seolah paham dengan perbincangan kami.

Aku mengelus kepalanya pelan "Tentu sayang"  Jawabku lalu mencium pucuk kepalanya. "Aku berangkat kekampus dulu, Umi, abi"  Aku bangkit dari tempat dudukku untuk mencium punggung tangan abi dan Umi "assalamualaikum"  Lanjutku memberi salam.

"Waalaikumsalam" Jawab mereka

"Sayang tunggu" Umi memanggilku, membuatku menghentikan langkahku kemudian berbalik, dia berjalan menghampiriku.

"Berikan pada Masya, Umi beli 2 kemarin" Umi menyodorkan sebuah paperbag bermotif batik

"Apa ini Umi?" Aku memeriksa isinya dan melihat selembar kain bermotif bunga-bunga didalam, entah apa itu.

"Berikan saja, umi juga titip salam"

"Kenapa tidak titip ke Uminya Ghazi aja Mi?" 

"Kajian masih seminggu lagi, umi sudah tidak sabaran memberikannya, lagian kan kalian satu kampus?"Umi memaksa.

Aku berpikir sejenak. Bagaimana cara aku memberikannya?

"Baiklah" Putusku setelah mendapatkan solusi.

Aku kembali mencium tangan wanita yang sangat kuncintai itu kemudian melanjutkan langkahku kembali.

***

Cinta Diam Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang