Kejujuran

2.6K 113 15
                                    

Aku terbangun dari tidurku pada saat jam menunjukkan pukul 3 lewat 30 menit untuk melaksankan shalat tahajjud. Semalam aku baru bisa tidur setalah shalat istiqharoh walaupun hanya 3 jam karena mataku baru bisa terpejam setelah lewat pukul 12 malam.

Sudah kuputuskan akan meneruskan hubungan dengan Gilang, walaupun pada dasarnya tidak menjadi masalah untuk membatalkan taaruf tapi ini sudah kupertimbangkan. Gilang bukan pria sembarangan, dia aktivis dakwah yang taat pada Robbnya. Itu sudah jadi jaminan buatku.

Mengenai pria yang akan melamarku hari ini akan aku diskusikan pada ibu dan memberinya pemahaman. Yah, lebih baik seperti itu, walaupun aku belum tahu pasti siapa pria itu.  bukankah juga tidak menjadi masalah menolak lamaran seseorang?

"Masya, kenapa kue nya engga dimakan?" Ibu membuyarkan lamunanku yang tengah duduk menopang dagu dimeja makan.

Ku arahkan pandanganku dengan malas pada kue brownies yang tersusun rapi diatas piring. Biasanya kue ini sangat menggiurkan tapi hari ini melihatnya saja tidak berselerah.

"Jangan terlalu dipikirakan, ibu engga akan buat kamu kecewa kali ini" Ujar ibu begitu semangat  menyiapkan keperluan acara lamaran sore nanti. Dia juga begitu sangat bahagia, hingga senyum tdk pernah lepas dari wajahnya. Akh, haruskah aku merusak suasana hatinya? Tapi aku harus berkata jujur sebelum lamaran itu berlangsung.

"Bu"

"Hm" Sahut Ibu namun tetap fokus pada pekerjaanya.

"Sebenarnya.... " Kugantungkan kalimatku, aku takut untuk berkata jujur.

"Kamu kenapa?" ibu masih fokus pada pekerjaanya.

Aku terdiam mengumpulkan keberanianku.

"Ada apa sih?" Ibu mulai penasaran.

"Bu, sebenarnya..., ada laki-laki lain yang sedang taarufan dengan Masya" Tuturku berat.

Ibu menatapku kali ini.

"Taaruf? Maksudnya?" Ibu meminta penjelasan tapi sepertinya dia sedikit paham dengan maksud ucapanku terlihat dari ekspresi kagetnya.

"Maksudnya..." Sorot tajam mata ibu membuatku takut untuk berterus terang. "Sebenarnya... ada laki-laki lain yang akan melamar Masya dan aku sudah menyetujuinya" Terangku berat.

Ibu yang tengah berdiri didekat wastafel berjalan mendekatiku. Dia pasti sangat terkejut kali ini.

"Masya! apa kamu serius dengan ucapanmu barusan? lalu bagaimana dengan lamaranmu hari ini? Kamu mau menolaknya?! " Ibu panik.

"Maafin aku bu, harusnya dari awal aku cerita ini ke ibu"

"Engga bisa Masya, kamu harus batalin lamaran laki-laki itu" 

"Bu, aku engga bisa batalin lamaran ini"

Ibu kembali menatapku dengan amarah.

"Ibu juga engga bisa nolak lamaran ini" Ujar Ibu tetap bersih keras.

"Bu.. "

"Engga bisa Masya, ibu sudah capek-capek nyiapin semuanya jadi Ibu engga akan biarin kamu merusaknya"  Ibu memotong ucapanku dengan nada kesal

"Tidak bisa bu, aku.. "

"Engga, kamu mau melawan kemauan ibu?"

Aku terdiam. Haruskah aku melawan kemauan  ibu?

"Masya temui dia dulu, ibu yakin kamu akan berubah pikirkan setelah bertemu dengannya " Kali ini ibu berucap dengan lembut. Dia berusaha membujukku.

"Bu, aku akan tetap pada pilihanku tanpa peduli siapapun pria yang akan melamarku hari ini"

"Baiklah, apa kamu akan tetap menolak walaupun laki-laki itu Adam?! Tanya ibu yang sontak membuatku begitu terkejut. Hatiku sampai bergetar. 

Cinta Diam Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang