🌸 03. Why?

1.5K 60 2
                                    

"Gimana sekolah barunya dek?" tanya Sean memecahkan keheningan di dalam mobil.

"Biasa." Calista tampak acuh tak acuh menjawab pertanyan Sean sambil menatap kaca jendela mobil.

"Emang nggak ada gitu yang membuat adik kakak tertarik?"

Calista hanya menggeleng kepalanya sebagai jawaban tampa niat mengalihkan matanya kearah jendela, tidak lupa dengan muka datar andalannya.

Melihat itu Sean menghela nafas, entah sudah beribu-ribu kali dia menghela nafas saat berbicara dengan Calista.

Sebenarnya Calista adalah seorang periang, ramah, cerewet dan paling manjah jika sudah berada di tengah keluarganya. Tapi semenjak kejadian tiga tahun lalu Calista mengalami depresi serta trauma sehingga merubah hidupnya menjadi dirinya yang sekarang. Calista yang dingin, Calista yang acuh tak acuh meskipun dengan keluarganya, Calista yang mempunyai hati batu. Yah itulah Calista sekarang. Hidup tapi seperti orang mati.

Setibanya mereka dirumah seperti biasa Calista langsung menaiki tangga dan langsung menuju kamarnya tanpa mengucapkan salam kepada orang rumah.

Daniel yang sedang duduk di ruang tamu melihat sikap anak perempuannya yang tak kunjung berubah, lagi-lagi Daniel kembali menyalahkan dirinya.

"Andai waktu itu ayah nggak keluar kota pasti Calista nggak akan mengalami kesedihan begini. Sekali lagi maafin ayah yang nggak becus ini nak." batin Daniel lirih.

Calista yang sudah di dalam kamarnya langsung melepaskan tas peachnya lalu menaruhnya di meja belajar. Tanpa niat untuk berganti pakaian, Calista menjatuhkan badannya di kasur sambil memejamkan mata.

Sebenarnya Calista lelah dengan sifatnya ini, tapi entah kenapa Calista merasa sikapnya ini adalah benar dan tepat untuk menunjukan rasa rindu dan sayangnya dia pada orang yang meninggalkan Calista semenjak kejadian itu.

Calista yang masih memejamkan matanya merasakan sesuatu yang diatas mulutnya. Calista mengetahui sesuatu itu, Calista langsung beranjak dari tempat tidur, mengambil tisu di meja belajar dan mengusap hidungnya yang masih mengeluarkan darah segar.

Dengan tangannya yang masih senantiasa memegangi tisu yang sudah penuh dengan darah, Calista lagi-lagi mengeluarkan air mata.

"Maafin Tata, Bunda. Tata nggak bisa jaga kesehatan Tata. Tata sakit, maafin Tata."

🌸🌸🌸

Reyhan melirik jam yang terpasang manis di tangan kanannya, masih jam enam lewat tiga puluh lima menit. Reyhan yang sudah berdiri di depan gerbang berniat untuk mengetahui siapa sebenarnya laki-laki kemarin yang menjemput Calista.Reyhan berfeeling kalau laki-laki itu akan mengantarkan Calista kesekolah.

Entah kenapa dari kemarin hati Reyhan berasa tidak tenang dan otaknya terus berpaksa memikir siapa yang kemarin yang menjemput Calista. Mulai dari kemungkinan positif sampai negatif berada di otak Reyhan mengenai hubungan Calista dengan laki-laki tampan yang Reyhan tidak ketahui.

Bagaimana jika laki-laki tampan itu pacarnya Calista? Bagaimana jika benar begitu? Lantas, bagaimana dengan Reyhan? Apakah dia harus melepaskan gadis yang membuat jatuh hati pada pandangan pertama? Aaaa tidak-tidak. Semoga bukan.

Otak Reyhan kembali berpikir sampai membuatnya refleks memukuli kepalanya sendiri membuat gadis-gadis yang lewat menertawakan Reyhan dan menganggap Reyhan gila tapi sayang ganteng.

Merasa kepalanya yang mulai sakit karena ulahnya sendiri Reyhan tersadar dan langsung memasang tampak sok cool,sesekali dia membalas sapaan dari siswa atau siswi yang menyapanya.

Sekitar sepuluh menit Reyhan menunggu akhirnya yang ditunggu datang juga. Reyhan hafal betul mobil yang menjemput Calista kemarin dan lagi dugaan Reyhan benar, laki-laki itu mengantarkan Calista pagi ini.

COLD CALISTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang