BAB 5

6.1K 440 8
                                    

Aku, Jane dan Oliver membuat janji temu di Round Pound, tapi editorku menelponku dan meminta aku untuk menemuinya di kantor penerbit untuk mendiskusikan novelku yang sudah kukirim enam bulan lalu. Jadi, aku menyuruh Jane dan Oliver untuk menungguku di Round Pound.

Belum hilang rasanya bayangan Evan dan ciumannya. Dia keterlaluan! Morgan apalagi, dia lebih keterlaluan! Rose tidak akan menolak menikah dengan Evan, malah aku yakin 100% wanita itu akan dengan senang hati menerima Evan sebagai calon suaminya dan mendamprat Morgan ke tengah laut.

Sesampainya di kantor penerbit yang terdiri dari tiga lantai, aku menghampiri resepsionis untuk menanyakan soal ruangan Mr. Brugs—editorku. Aku mengenakan sepatu keds putih, kaos putih dan celana jeans hitam. Aku mengenakan tas ransel kecil berwarna cokelat tua—warna favoritku. Si resepsionis ini mencuri-curi pandang menatap tasku. Aku rasa dia menyukai tas cokelat tuaku ini. Ya, warna dan modelnya yang lucu memang dapat memikat siapa saja, persis seperti pemiliknya. Tapi aku kurang yakin pertemuan dengan Mr. Brugs untuk pertama kalinya ini berhasil memikatnya. Aku rasa ada masalah dengan novelku itu.

"Mr. Brugs ada di ruangannya. Kau bisa ke sana dengan mengambil jalan di sebelah kanan." Resepsionis berkaca mata itu menunjuk lorong di samping kananku.

"Baiklah, terima kasih, Miss Cleopat—" sebelum aku selesai menyebut namanya yang tertera di name tagnya, dia buru-buru menyelanya.

"Ini nama penaku. Nama asliku bukan Cleopat," bisiknya dengan mata sebening air.

Aku mengangguk cepat dan melesat pergi. Oke, resepsionis itu agak sinting sepertinya. Di mana-mana kalau bekerja yang dipakai adalah nama aslinya bukan nama penanya. Mungkin dia sedikit konyol.

Aku mengetuk pintu berkaca putih transparan di mana aku bisa melihat seorang pria gemuk dengan perut buncit dan alis tebal seperti rimba hutan. Dia mengangguk dan mengisyaratkan agar aku masuk.

Aku masuk dan duduk di hadapannya setelah dia menyuruhku untuk duduk. "Siapa Anda?" tanyanya. Kupikir setelah dia menerimaku masuk dia sudah tahu kalau aku Gigi.

"Gigi. Penulis Novel fantasi Time Traveller."

"Oh iya, aku yang menelponmu untuk datang kan?" dia bertanya dengan wajah yang lebih semringah.

"Betul, Mr. Bruggs."

Dia menghela napas lelah. "Hemmm, begini, ceritamu ini agak konyol rasanya." Katanya dengan ekspresi wajah berubah dengan cepat. Dia tampak pusing.

"Konyol? A-apa maksudnya?" aku benar-benar tidak mengerti dengan perkataannya. Apa yang konyol dari cerita fantasiku?

"Aku tidak suka dengan karakter kelinci yang ternyata adalah kelinci vampir. Sebentar aku akan mengambil catatanku tentang novelmu." Mr, Bruggs mengambil notebook kecil dari dalam laci.

Kelinci vampir? Perasaan aku tidak memasukkan kelinci vampir di dalam ceritaku itu. Mungkin Mr. Bruggs salah. Mungkin saja itu bukan novelku. Di novelku tidak ada satu pun karakternya yang ternyata adalah vampir.

"Pertama, dalam novelmu pemeran utamanya adalah seekor gorila..." Mr. Bruggs menatapku ragu. Lalu dia kembali menatap catatannya. "Kedua, kau mendeskripsikan bentuk gorila seperti kucing dengan hidung pesek dan berbulu orange. Tidak ada gorila berbulu orange. Kau menceritakan seekor kucing bernama Garlfield? Cerita fantasi macam apa ini?"dia melempar catatan kecilnya ke atas meja.

Aku sudah cukup sabar mendengar ocehan gilanya. Sekarang giliranku untuk menjelaskan padanya tentang novelku dan dia salah menghubungi penulis asli novel itu. Aku bukan penulis novel bertema satwa itu.

"Mr. Bruggs, sebelumnya aku meminta ma'af, tapi aku tidak pernah menulis novel bertema satwa dengan karakteristik yang menjelma seperti hewan lain. Novelku berjudul Time Traveller bercerita tentang seorang gadis yang terjebak di masa depannya dan dia kembali ke masa lalunya untuk menyelesaikan hal-hal yang belum diselesaikannya."

Mr. Bruggs tertawa. Aku mengernyit heran. Jangan-jangan kantor penerbitan ini memang diisi oleh orang-orang sinting.

"Ini novelmu, di sini tertera namamu—Gigi." Mr. Bruggs memberikan berkas novel yang sudah dijilid rapih. Aku membaca judul novel itu—Time Traveller. Dan nama yang tertera sebagai penulis memang namaku. Tapi di bagian awal, sama sekali berbeda dengan cerita yang aku tulis. Ada yang menggantinya. Ya, ada yang menggantinya!

"Mr. Bruggs, aku tidak menulis novel seperti ini." Kataku mulai kesal. Bukan mulai tapi benar-benar kesal.

Dahi Mr. Bruggs mengernyit. "Apa maksudmu? Jelas-jelas di situ tertera namamu, Gigi. Judulnya pun Time Traveller, lho."

"Ya, tapi bukan aku yang menulis cerita seperti ini."

"Emm, tunggu, setelah kau datang enam bulan lalu, ada seorang wanita yang datang dan bilang kalau kau salah memberikan berkas. Lalu dia memberikan berkas ke ini kepada asistenku."

"Apa?" terkaanku benar, ada yang menggantinya. "Siapa wanita itu, Mr. Bruggs?"

Mr. Bruggs memejaman mata seakan sedang mencoba mengingat-ngingat. "Ah, ya, aku ingat." Matanya menyala seakan menemukan sekarung emas. "Wanita itu lebih tua darimu, penampilannya glamour namanya—Rose. Ya, Rose."

Mataku terbelalak dan mulutku menganga. Aku terkejut dan saking terkejutnya aku belum bisa berpikir.

Rose?

Dia benar-benar mengajak perang rupanya.

***
Ini cerita yang kocak emang 😂😂😂
Ig @finisah

Married With The Bad Actor (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang