BAB 16

3.6K 239 10
                                    

Namanya Chris. Ya Tuhan, dia kakak Evan? Pria yang mempesona itu kakak Evan? Aku masih tidak mengerti kenapa dunia sesempit ini? Kenapa dunia tak selebar bola. Kenapa Chris harus menjadi kakak Evan? Ah, apa yang terjadi denganku? Kenapa aku seperti orang sinting seperti ini sih?

"Gigi, kau kenapa?" tanya Evan memandangku sekilas.

Dadaku masih riuh.

"Tidak. Aku hanya terkejut saja. Aku sudah pernah bertemu kakakmu."

"Ya, kau sudah cerita saat ada Chris tadi." Evan mengingatkan.

Aku lupa. Benar-benar otakku mulai korslet.

"Jangan bilang kau naksir Chris."

"A-apa?" aku menatapnya heran.

"Iya. Jangan bilang kau naksir Chris." Ulangnya dengan nada yang seakan berkata, 'awas kalau sampai kau naksir Chris!'.

Aku terbahak untuk sesaat. "Kau ini, aku tidak naksir dia—Chris." Dustaku. Aku jelas-jelas naksir pria itu. Pria yang hendak mengambil biskuit kelapaku. Uh!

"Bagus. Aku tidak berhubungan baik dengan Chris. Aku tidak suka dia."

"Kenapa?" tanyaku mulai penasaran.

Evan kembali menatapku sekilas. "Tidak perlu ada alasan kan kenapa aku tidak suka dia."

"Tapi, dia kakakmu. Kalian harus saling menyayangi."

"Apa kau dan Morgan saling menyayangi?"

Aku terdiam sejenak. Agak sedikit pilu sebenarnya kalau harus diceritakan bagaimana hubunganku dengan Morgan. Morgan kakakku. Dia tidak sepenuhnya baik tapi juga tidak sepenuhnya jahat. Dia memang menyebalkan tapi aku menyayanginya. Aku rasa apa yang aku rasakan terhadap Morgan sama seperti apa yang dirasakan Morgan terhadapku. Kami saling membenci tapi sesungguhnya kami saling menyayangi.

"Kami saling menyayangi meski kami juga sering sekali bertengkar." Jawabku akhirnya.

Evan tersenyum tipis. "Ya, karena kalian saudara kandung. Chris bukan saudara kandungku."

"Hei, persaudaraan tidak harus berdasarkan darah. Chris kelihatannya baik."

"Ah, kau tidak tahu saja." Evan tampak kesal mendengar pembelaanku soal Chris.

"Kakekmu orang yang menyenangkan." Ujarku jujur.

Untuk ini aku serius. Aku tidak punya kakek. Kakekku meninggal saat aku belum lahir. Kakek dari ibuku itu katanya seorang ilmuan. Jurnalnya banyak dijadikan referensi para akademisi. Hanya Morgan yang masih bisa merasakan kasih sayang kakekku itu. Terkadang aku rindu. Ya, rindu. Walaupun aku tak pernah melihatnya langsung. Memeluk kakek Evan membuatku merasakan hal yang sangat positif. Seperti memeluk kakek sendiri.

"Dia memang menyenangkan sekaligus kejam."

"Kejam? Kejam bagaimana?"

"Ya, dia selalu menyuruhku untuk menikah. Kalau tidak dia akan memberikan harta warisannya pada orang lain. Ini kan sinting!"

"Ah, masa?" aku memasang ekspresi konyol tak percaya. Bibirku maju beberapa senti.

"Iya. Makanya aku menyuruhmu untuk menjadi istriku."

"Kenapa harus aku?" pertanyaan yang sejak dulu ingin aku tanyakan. Semenjak Morgan memintaku menjadi istri Evan. Iya, semenjak itu.

"Hemmm," Evan tampak berpikir. "Menurutmu jawabannya apa?"

"Hei, aku bertanya kenapa kau malah balik bertanya?"

"Ya, karena aku sekarang tidak punya pacar. Aku tidak punya pilihan lain selain adik Morgan. Dan karena Morgan punya hutang kepadaku jadi aku bisa menyuruhnya untuk memaksamu menikah denganku."

"Tapi di luar sana banyak yang ingin menikah denganmu."

Evan mengehela napas panjang. "Ya, aku tidak bisa ambil sembarang orang. Wanita di luar sana pasti akan meminta perjanjian dan tentu saja mereka akan meminta royalti."

"Bagaimana dengan Olivia?"

"Hah? Kenapa malah ke Olivia sih?" Evan tampak jengkel tapi aku suka meilhatnya jengkel.

"Dia cantik dan pintar. Dan aku rasa dia bukan tipe wanita murahan di luar sana."

"Aku dan dia sudah berakhir, oke!"

"Kau tidak mau membahasnya?" aku masih memancingnya untuk menceritakan soal Olivia.

"Tidak."

"Kenapa? Kurasa Olivia itu lebih pantas jadi istrimu dibandingkan aku. Dia cantik, menarik, pintar, cerdas—"

"Shut up." Sela Evan serius. Suaranya santai tapi aku tahu dia seakan menahan emosi.

Pemberitaan di luar sana menyebutkan bahwa Evan berpisah dengan Olivia adalah karena kakek Evan tidak menyetujui Evan berpacaran dengan Olivia. Tapi itu hanya rumor. Ada juga yang menyebutkan kandasnya hubungan Evan dan Olivia adalah karena Evan berselingkuh. Kurasa hanya mereka berdua yang tahu kebenarannya tentang penyebab kandasnya hubungan percintaan mereka.

Sepanjang perjalanan setelah dia menyuruhku diam, kami hanya diam tanpa kata. Tanpa musik. Aku hanya menatap jalan lewat kaca mobil. Evan berkonsentrasi dengan kemudinya. Dia tampak masih kesal karena aku membahas Olivia. Oke, aku tahu cara membuat dia kesal kepadaku. Membahas Olivia.

Sesampainya di depan rumah, Evan masih belum menatapku. Oke, kali ini wajah Evan tampak angker.

"Jangan bahas Olivia lagi. Aku dan dia sudah selesai, Gigi." Katanya dengan serius dan dewasa.

Aku tidak mengiyakan. Aku hanya diam dengan bibir bergerak-gerak tak keruan.

Cup.

Evan mengecup pipi kananku. Ya Tuhan, kecupan singkat yang lembut.

Pria ini lagi-lagi mengecupku sembarang.

"Jangan marah. Sebentar lagi kita akan menikah." Katanya sambil menatap wajahku yang memerah.

"Selamat malam." Dia berkata ketika tanganku sampai di tangkai pintu mobil.

"Ya, malam." Aku membuka pintu dan masuk ke rumah tanpa menoleh ke belakang. Aku tahu Evan masih di sana. Mungkin dia sedang memandangi punggungku.

Ketika aku membuka pintu. Mataku membelalak dan aku berteriak kencang.

"Aaaaahhhhh...!"

***

Ada yang mau dikecup Evan? xoxo :D

Vote & Komentar jangan dilupakan ya ^^

Semoga terhibur dengan cerita kocak ini :D

Married With The Bad Actor (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang