Banyak orang yang ingin hidup normal seperti manusia lainnya yang berada di belahan bumi mana pun. Punya pekerjaan tetap, punya pacar, punya keluarga, liburan setiap waktu dan lain-lainnya. Oh, ya ampun! Hidupku tidak seperti itu. Aku tidak punya pekerjaan normal, tidak punya pacar, tidak punya keluarga selain kakakku yang sinting—sungguh, aku tidak bohong untuk mengatakan dia sinting, tidak bisa liburan setiap waktu karena tidak punya uang. Aku punya dua sahabat yang tidak jauh berbeda sintingnya dengan kakakku. Jane dan Oliver adalah sahabatku yang sinting dan pengangguran. Oliver suka nongkrong di pantai, memandangi wanita-wanita berbikini dan Jane dia dan komunitas skateboardnya. Tapi karena kesintingan merekalah aku menyayangi mereka.
Baiklah, di bulan maret ini pada musim semi yang artinya, siang akan menjadi lebih lama dibandingkan malam, aku berniat membuat novel baru berjudul Bad Actor. Tolong beri tepuk tangan yang gemuruh! Oke, aku bercanda. Tapi soal novel itu aku serius untuk menulis tentang seorang aktor sinting yang kesintingannya menyerupai Morgan—kakakku dan kedua sahabatku. Aku ingin menulis novel ini sebagai humor. Jangan pernah menyangka ada adegan panas di setiap chapter. Aku akan menciptakan aktor ini sebagai Mr. Bean yang tertukar. Aku juga tidak tahu apa maksud dari Mr. Bean yang tertukar. Tapi yang jelas, ini ide yang sangat komersil mengingat salah satu aktor London baru saja meluncurkan video game antara dirinya dan kekasih barunya yang tidak seksi-seksi amat sih. Aku yakin kalau Jane diberi kesempatan bermakeup Jane jauh lebih cantik dan seksi dibandingkan kekasih Bad Actor itu.
"Gigi, aku mau mandi, tolong cepat keluar! Rose sedang menungguku!" suara serak-serak basah ala Morgan keluar menggema, menyusup di telingaku seperti seekor tupai. Dia memiliki vokal yang gelap, suaranya selalu mengingatkan aku pada Michael Bolton, penyanyi rock asal Amerika Serikat.
"Ya ampun, aku belum selesai pup!" bentakku.
"Astagaaaa, Gigi... kau butuh waktu berapa lama untuk mengeluarkan emasmu itu?" dia terdengar putus asa.
"Aku sepertinya terkena sembelit." Kataku seraya bangkit.
"Aku tidak peduli dengan sembelitmu itu!"
Aku terkekeh. Sebenarnya aku sudah mandi hanya saja aku butuh inspirasi untuk cerita baruku. Jadi, kupikir berdiam di toilet selama beberapa saat bukan dosa yang besar kan?
Aku keluar dan mendapati Morgan dengan raut wajah merah. Aku tahu dia marah padaku dan menahan kekesalannya karena Rose—wanita yang paling dicintainya saat ini sedang menunggunya di ruang tamu. Sungguh! Aku tidak menyukai Rose sama sekali. Dan ini hari minggu yang buruk ketika aku harus melihat bentuk wajah perseginya di rumahku.
"Selamat pagi, Gigi." Kata Rose sambil melahap cemilan favoritku. Biskuit rasa kelapa. Ya ampun, aku tidak punya uang kalau harus beli biskuit itu lagi. Tapi aku butuh sebagai cemilan sekaligus teman kencan saat aku menulis.
"Ya, pagi, Rose." Sahutku tak berselera.
"Emm—" Rose menelan biskuitku. "Hari ini kau punya rencana apa?"
"Tidak ada. Aku hanya berdiam diri di rumah sambil menonton film zombie." Mataku melotot ketika meluncurkan kata 'zombie'
"Kau tidak pergi kemana begitu? Bersama pacarmu atau temanmu?"
Aku menatap alisnya yang tidak sama. Maksudku ukiran pencil alisnya. Kalau boleh jujur, Rose lebih mirip tante-tante dibandingkan dengan wanita yang seumuran dengan Kakakku. Kakakku berusia 28 tahun dan Rose seperti 39 tahun.
"Aku tidak berniat untuk pergi. Sepertinya lebih asyik di rumah." Kataku berlalu. Oke, ini tidak normal. Banyak orang yang memilih pergi jalan-jalan di hari minggu, tapi di setiap hari minggu aku memilih untuk di rumah.
"Dubidubidu..." aku bersenandung ria sebelum dua makhluk astral muncul di depanku.
"Ahhhh!"
Jane dan Oliver cekikikan.
"Kalian—" aku menunjuk mereka berdua secara bergantian dengan kesal.
Jane mengenakan topi rajut kesukaannya berwarna orange. Rambut pirang lurusnya tergerai. Dia mengenakan kaos dengan garis-garis dan celana pendek dan sepatu keds andalannya. Oliver seperti biasa rambut hitamnya yang sebahu tergerai. Wajahnya imut dan kecil. Hidungnya lurus dan kecil. Tapi tubuhnya cukup atletis.
"Aku melihat Rose dan kami segera memberikan biskuit rasa kelapa kesukaanmu pada Rose." Kata Jane dengan mata bersinar jenaka.
"Oh, kau yang memberikannya. Aku tidak punya uang untuk membeli biskuit itu lagi."
"Tenanglah, aku sudah menyisipkan beberapa biskuit untukmu." Oliver memberikan plastik yang berisi beberapa biskuit. Hanya beberapa. Tolonglah aku, sahabatku memang sinting!
"Kau tahu tidak, kami sudah menaburi biskuit untuk Rose dengan bubuk-bubuk obat tidur, haha!" seru Jane.
Aku melongo tak percaya.
Dan seketika aku terbahak. Sudah kubilang mereka memang sinting.
Aku membayangkan Rose tertidur di dalam mobil. Syukur-syukur kalau dia tidak bangun-bangun lagi. Eh, tapi jangan. Nanti Morgan yang dijadikan tersangka. Polisi akan mencurigai Morgan membunuh Rose. Kalau sampai Rose kejang-kejang, polisi akan mencurigai ada sianida di dalam tubuh Rose. Oke, ini hanya khayalan tak berfaedah.
"Kurasa aku mulai menyukai Evan," seloroh Jane seraya berbaring di kasurku.
Aku mengernyitkan dahi tidak percaya. "Kenapa?"
"Dia bermimpi bertemu Evan. Hanya mimpi, Gigi dan dia menyukai Evan karena mimpi." Seru Oliver, tanpa sadar menghabiskan biskuitku. Lenyaplah sudah cemilanku.
"Kau menghabiskan biskuitku, Oliver."
"Ups!"
"Bisakah kau berhenti makan, Oliver. Kau sudah makan kue kering milikku dan sekarang kau menghabiskan biskuit Gigi."
"Aku lapar," katanya tanpa penyesalan yang berarti.
"Gigi, sebenarnya aku bermimpi kau menikah dengan Evan. Di dalam mimpiku. Tapi, kenapa aku yang malah menyukai Evan."
Aku tambah bingung. Aku menikah dengan Evan? Haha, yang benar saja!
"Dia bukan seleraku. Aku suka pria kalem yang manis dan lembut bukan Evan yang urak-urakkan dan yah, image bad boy. Aku sangat menghindari pria berlabel bad boy."
"Baiklah, kalau begitu aku berharap kau menikah dengan Evan agar aku menikah dengan Elizabeth." Oliver seperti sedang melihat sesuatu yang indah di pelupuk matanya.
"Aku tidak mungkin menikah dengan Evan." Sahutku. "Kalian suka berfantasi tidak jelas."
Oke, baiklah sejak Evan dikabarkan selingkuh dari Elizabeth Marie, aku mulai tidak menyukainya. Dan akhir-akhir ini gosip soal dirinya terdengar menyebalkan di telingaku. Meskipun dia cukup memberiku inspirasi untuk menulis, tapi ya Tuhan, aku tidak akan mau menikah dengannya. Apalagi gosip yang beredar soal harta warisan kakeknya. What! Dia sudah besar dan masih mengharapkan harta warisan kakeknya yang masih hidup.
***
Gak suka tapi jadi inspirasi buat nulis?
Vote dan komentarnya jangan ketinggalan ya, makasih ♥️🐿️
Ig @finisah
Cerita on going lainnya Possessive Boss dan Boss and Secretary ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With The Bad Actor (21+)
RomanceAdult Romance ❤ Romance comedy ❤ Gigi merasa sial ketika ia harus dijadikan alat untuk membayari hutang kakaknya--Morgan pada Evan yang notabene terkenal dengan label Bad Actor. Evan mengira Gigi adalah fans fanatiknya ketika Gigi berhasil masuk ke...