Aku menyemprotkan parfumku pada gaun warna hazel yang dikenakan Jane. Itu adalah gaun ibunya Jane. Model gaun yang khas 80-an. Jane terlihat agak klasik dengan gaun model seperti itu. Rambutnya dicepol anggun dan yang menyepol rambutnya adalah ibu Jane. Aku tentu saja lebih memilih gaun model biasa meski diprotes Oliver. Aku memilih membiarkan rambutku tergerai. Oliver mengenakan jas hitam. Rambutnya dipolesi pomade secara berlebihan sehingga terlihat sangat klimis.
"Kalian siap?" tanya Oliver memandan aku dan Jane secara bergantian.
Kami mengangguk.
"Oke, sesuai dengan latihan ya. Kita tunggu lima belas menit lagi Mr. Sanders dan Mrs. Sanders akan datang." Oliver duduk di sofa dengan wajah sedikit tegang.
Beberapa menit kemudian bell rumah berbunyi. Oliver bangkit dengan wajah berbinar dan melangkah menuju pintu rumah. "Ayo!" ajaknya. Aku dan Jane mengekor Oliver.
"Selamat malam Mr. Sanders dan Mrs. Sanders." Sapa Oliver setelah membuka pintu.
"Selamat malam, Oliver." Balas Mr. Sanders menjabat tangan Oliver.
Mr. Sanders berwajah tampan. Dia mirip Johny Depp meskipun sudah tua. Mrs. Sanders juga cantik. Dia mengenakan gaun elegan berwarna hitam bertabur permata dan tas merk Dior yang mahal.
"Silakan masuk," Oliver mempersilakan masuk kedua tamunya dan mengedipkan mata ketika menoleh ke arah kami.
Jane bertugas membawa kedua tamu ke ruang tamu. Aku mendengar Jane memuji penampilan Mrs. Sanders.
"Semoga transaksinya berhasil." Harap Oliver.
"Semoga transaksinya berhasil." Aku mengikuti perkataan Oliver berharap Tuhan mendengar dan mengabulkan permintaan kami berdua. Bertiga dengan Jane.
Oliver duduk menghadap ke arah kedua tamu. Aku duduk di samping Oliver dan Jane ke ruang dapur untuk membuat minum.
"Saya senang sekali Anda begitu berminat terhadap lukisan saya, Mr. Sanders."
Mr. Sanders tersenyum ramah. "Ya, lukisanmu sangat bagus dan menyentuh kata istri saya." Dia menatap istrinya sekilas.
"Aku sangat suka lukisan Anda, Tuan Oliver." Kata Mrs. Sanders.
"Lukisan Oliver memang berbeda dengan kebanyakan lukisan lainnya. Pengaggum lukisannya banyak sekali mulai dari mahasiswa yang kritis, aktor, aktivis, CEO hingga anggota kerajaan." Oke, aku berdusta.
"Oliver memang lebih suka melukis dengan tema romantisme, makanya kebanyakan lukisannya terinspirasi dari cerita-cerita Shakespears. Salah satu lukisan yang Anda minati adalah lukisan yang emosional, Mr. Sanders. Sangat menyentuh perasaan bagi saya sebagai seorang perempuan."
"Agaknya kita punya selera yang sama—ma'af siapa nama Anda?"
"Gigi." Jawabku tersenyum.
"Oh, nama yang unik sekali."
Aku kembali tersenyum.
"Ini minuman untuk Mr dan Mrs. Sanders." Jane datang dengan membawa dua buah gelas berisi wine yang dibeli Oliver sore tadi.
Jane duduk di sampingku. Dia benar-benar tampil sebagai wanita sesungguhnya. Demi 20% dari penjualan lukisan Oliver dia bahkan rela merubah diri menjadi lebih feminim meskipun aku tahu menjadi feminim membuatnya tersiksa.
"Kami ingin melihat lukisannya." Kata Mr. Sanders.
"Tentu, mari ikut saya."
Mr. Sanders dan Mrs. Sanders mengekor Oliver ke kamar Oliver yang disulap menjadi ruang lukisannya dalam waktu satu jam.
"Kuharap transaksi segera dilakukan dan aku terbebas dari gaun ini." Jane berbisik ke telingaku setelah Mr. Sanders dan Mrs. Sanders pergi.
"Aku pun berharap begitu."
Beberapa menit kemudian Mr Sanders dan Mrs. Sanders keluar dengan wajah seperti kedatangan mereka di awal.
"Kami harus pergi sekarang, ma'af kami buru-buru." Kata Mr. Sanders terburu-buru.
"Terima kasih sudah datang ke sini, Mr. Sanders dan Mrs. Sanders."
"Ya, sama-sama. Terima kasih juga sudah berbaik hati kepada kami dengan mempersilakan kami masuk ke ruangan luar biasa Anda."
Mereka tersenyum sekilas lalu pergi.
Oliver menunduk.
"Transaksi gagal?" tanya Jane.
Oliver mengangkat wajah memandangi kami satu per satu.
"Berhasil! Yeah!" Oliver berselebrasi seakan baru saja mencetak gol.
"Yeeeaahhh!!" seru kami berdua.
"Tapi kenapa mereka tidak membawa lukisannya?" aku heran karena Mr. Sanders dan Mrs. Sanders tidak membawa lukisan Oliver.
"Karena besok mereka akan ke sini lagi untuk mempertimbangkan lukisan mana lagi yang akan dibeli."
"What?!" mata Jane membelalak kagum.
"Yes." Sahut Oliver.
"Awsome!"
Aku rasa kebahagiaan Oliver berlipat-lipat ganda untuk malam ini.
Ponselku beredering dan tertera nama di layar Evan.
"Halo, ada apa?"
"Aku di rumahmu sekarang. Pulanglah."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With The Bad Actor (21+)
RomanceAdult Romance ❤ Romance comedy ❤ Gigi merasa sial ketika ia harus dijadikan alat untuk membayari hutang kakaknya--Morgan pada Evan yang notabene terkenal dengan label Bad Actor. Evan mengira Gigi adalah fans fanatiknya ketika Gigi berhasil masuk ke...