✨ Can't See You Again

5K 733 42
                                    

       Who will fix me now? Dive in when I'm down? Save me from myself, don't let me drown.
- Drown -

💫💫♠💫💫

Januari kala itu ada pertandingan Taekwondo tingkat satu SMP. Jimin dan Jeongguk terpilih menjadi perwakilan dari Tongyeong Martial Arts–tempat mereka latihan tersebut. Sayangnya, Jimin hanya memenangkan dua dari tiga pertandingan dan itu menjadikannya tidak sesempurna Jeongguk. Anak bergigi kelinci itu membawa pulang piala paling tinggi dan medali emas, sementara dirinya sebatas perak.

Jimin semakin tidak menyukai Jeongguk saat anak itu berlari kencang ke pelukan ayahnya. Sudah besar, tapi masih digendong, pikir Jimin. Anak itu diputar di udara oleh ayahnya meski bobot tubuhnya tidak bisa dibilang enteng. Tawa Jeongguk menggelegar di pinggir gymnasium terbesar se-Tongyeong sore itu. Berbeda dengan Jimin yang sedari tadi menggenggam bandul medali peraknya. Anak berambut pirang itu langsung terjaga saat derap langkah yang dikenalnya menggema di penjuru ruangan. Ayahnya baru saja datang, tidak seperti ayah Jeongguk yang menanti sedari awal pertandingan.

"Jimin-ah." Panggil Ayahnya. "Kemari. Appa ingin Jimin dengarkan appa."

Anak dan ayah itu pergi keluar gymnasium. Meski Jeongguk melihat tuan Park tersenyum pada dirinya dan ayahnya, tapi ia bisa melihat ada ekspresi yang berbeda di wajah Jimin. Jika biasanya ia akan berakting seperti berandalan, kali ini Jimin hanyalah kucing tersesat yang ketakutan. Jeongguk pun meminta turun dari gendongan ayahnya. Menitipkan piala besarnya pada sang ayah dan izin untuk pergi ke toilet.

"Kenapa kali ini hanya perak yang kau dapatkan, Jimin-ah?"

"Tanganku terkilir di babak terakhir, Appa. Maafkan aku."

"Ini memalukan, Jimin." Tuan Park memijat pangkal hidungnya. "Bagaimana bisa  seorang anak kepala sekolah kalah dengan anak seorang supir?"

"Maaf—"

Dibanding sebuah pelukan atau setidaknya tepukkan di puncak kepala, tamparan justru Jimin dapatkan. Anak itu langsung meringis kesakitan memegangi pipinya yang memerah. Jeongguk yang sedari tadi bersembunyi di balik tiang bangunan pun terkejut. Begitu juga dengan beberapa orang yang ada di luar gymnasium. Suara pantul yang keras itu membuktikan seberapa kuatnya tamparan tersebut.

"Tidak ada kekalahan lagi setelah ini, Jimin-ah. Kau dengar itu?" Jimin mengangguk dan tetes air matanya jatuh bersamaan. "Kita ini keluarga Park. Kita tidak rendah, kita tidak pernah kalah. Kita tidak lemah, jadi hentikan air matamu itu."

"Appa—"

"Masih ada yang harus kuurus di sekolah. Kau bisa pulang sendiri, bukan? Lagipula medali perak itu tidak akan berarti apa-apa jika ada yang ingin mencuri di kendaraan umum."

Setelah pria bersetelan jas rapi itu pergi, Jeongguk tidak segan-segan untuk menemui Jimin. Memegang kedua lengan dan menatapnya lurus di mata. Jimin mencoba melepaskan, tapi ia terlalu sedih. Ia butuh seseorang, meski harus Jeongguk orangnya.

"Kau pasti melihatnya." Jimin terkekeh di sela tangisnya. "Ini memalukan. Aku memalukan."

"Tidak." Jeongguk serius saat menjawabnya. "Tidak ada yang memalukan dari memenangkan medali perak."

"Jika saja tanganku tidak terkilir—"

"Aku melihatnya." Potong Jeongguk. "Bukan salahmu, memang lawanmu saja yang berbuat curang."

"Apa kau berusaha menghiburku, Jeon Jeongguk?"

Jeongguk tidak menjawab. Ia hanya tidak tega melihat perlakuan tuan Park pada Jimin yang berbeda jauh dengan ayahnya padanya. Tuan Park selalu terlihat baik di luar. Apalagi saat media memberitakan SMA Tongyeong yang dipimpin olehnya, Tuan Park berkata-kata penuh cinta bahwa ia menganggap semua siswa seperti anaknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa nyatanya ia seorang ayah yang kasar? Kenapa ia tidak memeluk Jimin dan memberi ucapan selamat seperti ayahnya?

Young God(s) || KookV [ √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang