25 Keluarga

223 14 4
                                    

Angel keluar dari kamarnya dengan hanya mengenakan piyama tidur warna putih. Sisa kantuk yang tertahan tergambar jelas dimatanya. Rasa kantuk diabaikannya saat teman kosnya memanggil. Andra menunggu diruang tamu.

Andra mengunjunginya. Selarut ini. Dan itu membuat Angel senang bukan main, mengingat Andra jarang berkunjung ketempat kosnya.

"Maaf ganggu," kata Andra basa-basi.
Angel tersenyum. Dia menggeleng.
"Uhm, Ngel. Aku percepat saja ya," ucap Amdra tiba-tiba.

Angel menyimak. Ada perasaan tak enak yang menghampiri hatinya.
"Angel, aku ingin menjagamu. Menjaga hubungan kita, sebagai sahabat lama yang saling melindungi. Tapi please, jangan ganggu Bella. Aku sayang dia, Angel. Aku sayang Bella lebih dari yang kamu tahu."

Andra sudah tahu semuanya. Angel tahu hal ini cepat lambat pasti akan terjadi.
"Tapi, aku sayang kamu Andra." suara Angel seakan tertelan.
"Sama. Aku juga menyayangimu sebagai seorang sahabat yang nggak tergantikan. Aku selalu ingin menjagamu, melindungimu."
Andra tertelan emosinya.

"Untuk kali ini, biarkan aku memilih langkahku. Kita sama-sama punya langkah, Angel."
" Tapi, Andra..."
" masalah datang padamu bukan karena suatu alasan. Masalah-masalah itu datang untuk menjadikanmu lebih bijak dan dewasa." Andra beringsut dari tempat duduknya. Dia sudah berdiri.

"Pemberani adalah orang yang bisa menghadapi kenyataan, Angel. Walaupun kenyataan itu menyakitkan sekalipun." Lalu, Andra berlalu begitu saja dari hadapan Angel. Dia tidak mau semuanya
bertambah rumit. Dia sayang Bella, tapi juga tidak ingin persahabatannya dengan Angel mendingin.

Sejak kali pertama bertemu Bella, Andra terpesona denga apapun yang ada pada Bella.
'Andra, aku tidak tahu, apakah masih ada laki-laki yang mau menerimaku apa adanya jika mereka mengerti masa laluku'. Angel menelan rasa pahit didadanya, seiring berlalunya Andra dari pelupuk matanya.

Saat punggung Andra menjauh, Angel sadar bahwa cintanya pada Andra
memang tak terbalas.

****

Ponsel disaku Viyan berdering. Nama Bella tertera dilayar. Ragu, apakah telepon itu harus diangkat atau tidak. Namun,otak kiri yang mendominasi pikirannya membuatnya berpikir jernih.

"Hallo, Bella?"
Hening. Terdengar kasak-kusuk dari seberang.
"Bella?" ulang Viyan mengernyit.
Bella bicara pelan, dalam suara lirih yang membuat hati Viyan bergetar.

"Viyan, terima kasih untuk semuanya."
"Untuk apa?"
"Untuk hari ini."
Tanpa penjelasan, Viyan sudah tahu kalau hubungan Bella dan Andra sudah membaik.

"Ya, sama-sama." balasnya singkat sebelum mengakhiri telepon.
Viyan tersenyum singkat. Dia memang menyukai Bella. Ingin memiliki gadis itu sepenuhnya. Walaupun harus menelan rasa pahit, tapi Viyan rela melihat Bella bahagia bersama orang lain. Dia rela melakukan apapun demi membuat gadis itu tetap tersenyum.

****

Bella membenamkan kepala ke dalam selimut tebalnya. Butiran hujan menghantam atap rumahnya. Suaranya terdengar keras dari kamarnya dilantai dua. Walaupun tidak ada guruh dan petir, hujan selalu membuat Bella cemas. Terlebih jika sendirian ditengah ruangan seperti ini.

"Kamu baik-baik saja, kan?" suara Andra tersambung lewat ponselnya.
Bella menggelengkan kepalanya walaupun tahu bahwa Andra tidak bisa melihatnya dari sana.

"Sendirian?" tanya Andra lagi. Seolah-olah tahu apa yang saat ini dikerjakan Bella dirumahnya.
"Ya. Mama belum pulang. Akhir-akhir ini, mama selalu pulang telat. Ada desain yang harus dipikirkan dan diselesaikannya." baru kali ini Bella berbicara tanpa jeda dalam kalimat panjang. Kalau saja saat
ini Andra ada didepannya, mungkin dia akan tertawa lepas.

"Lupakan rasa takutmu..."
"Bagaimana bisa?" sambar Bella cepat.
"Dengarkan. Aku punya cerita menarik." Andra nggak kalah cepat.
"hari ini aku iseng memasukan air hujan ke kulkas."
"Kamu kurang kerjaan deh" Bella mengernyit.
"Dengerin dulu." Andra menginterupsi. "Bentuknya jadi seperti kepingan kristal. Menurutku sih indah. Mungkin, lain kali kita bisa lakuin bersama, membekukan air hujan."

Bella tak antusias, "Nggak menarik."
"Masa sih? Kan jarang-jarang orang kencan dengan menunggu air hujan beku di dalam freezer."
Bella tergelak. Suasana hatinya berubah setelah mendengar lelucon Andra.

" Oh iya, sayang. Aku baru saja baca artikel."
" Apa?" sahutnya.
" Ternyata, ya, panas sambaran kilat itu lima kali lebih panas daripada permukaan matahari loh. Jadi, mungkin sekitar 20.000 derajat celcius. Nah, saking panasnya, udara disekitarnya memuai, dan jadilah.... BUM.... Petir!" Andra menakut-nakuti.

Bella terpekik kaget. "Nggak lucu ah!" protesnya kesal. Dia menimpukan bantal ketempat tidur, membayangkan Andra ada didepanya.
"Aku bercanda," sesal Andra.
Tak lama kemudian, suara mobil mendarat dihalaman depan. Bella mengintip dari jendela setelah mengakhiri percakapannya denga Andra lewat telepon.

Mamanya pulang. Seperti biasa, ada seseorang yang mengantarnya. Seorang laki-laki. Bella tahu ini, bahwa mamanya sedang dekat dengan seorang lelaki. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat nanti laki-laki ini akan menjadi papa baru buat Bella.

Namun masalahnya, apakah Bella siap
menggantikan posisi papanya dirumah ini dengan papa baru?

Bella tidak siap.
Bella tidak siap jika peran papa dirumah ini tergantikan oleh laki-laki itu. Bella tidak rela jika kedudukan papa disamping mama harus tergantikan dengan laki-laki lain. Bella tidak siap ada papa baru dirumah ini....

" Have a nice dream, my Bella..."
SMS dari Andra setidaknya bisa menenangkan rasa kalut dipikirannya.







Keajaiban HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang