1. Kalau Jingga Laki-Laki

1K 44 18
                                    

Cewek tomboy itu meregangkan tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cewek tomboy itu meregangkan tubuhnya. Setelah tidur di rumput, di bawah pohon kersen punya kampus. Pemandangan yang dia dapat adalah, seseorang pemuda, tampan sih, tapi bego, punya deep voice yang kalau menurut para cewek, absen Jingga, itu sexy, dia sedang te-pe - te-pe sama cewek cantik.

Jingga, cewek yang menggunakan celana jeans hitam, dengan atasan kaos dan jaket hitam, dilengkapi dengan sepatu kets putih itu, geleng-geleng kepala melihatnya. Dia bangkit, sembari menggulung buku yang tadinya buat menutup wajahnya sendiri saat tidur.

Plok!

"Aw! Sia ㅡ," ucapan Leo menggantung saat melihat Jingga sedang bersidekap tangan. "Sia mah geulis."

"Makan tuh sia! Leoknox Alain!" Leo seketika teriak ketika Jingga menjewer telinganya. Si cewek yang sedang dirayu Leo memilih kabur, tak mau ikut campur urusan Jingga dan Leo yang sudah mirip emak sama anak itu. Jingga auto memukuli punggung Leo, masih dengan gulungan buku tadi.

"Ampun nyai!" Leo auto menggelepar di rerumputan, sembari mengusap telinganya, setelah kena siksa emak ketiganya itu. Pertama, Nindha ㅡ bundanya. Kedua, Kaifta ㅡ kakak perempuannya. Ketiga, Jingga.

"Naikin tuh IPK, baru nyari cewek." Omel Jingga. Leo beringsut duduk.

"Yaelah, jangan nyinggung itu ngapa?" Jingga membasahi bibirnya. Rasanya ingin mendorong Leo dari tebing sekarang juga. "Lagian, mau-maunya lo disuruh bunda jadi kamera pengawas gue."

Jingga berdecih, "Siapa juga yang mau, bunda nanya, ya, gue jawab lah. Lagian kerjaan lo juga nyebar gombalan doang. Tugas, tuh, ampe numpuk."

"Plis, Nana," panggilan Leo khusus untuk Jingga, diambil dari nama depan Jingga, yaitu Rona Jingga. "Plis, gue udah kena semprot kalo di rumah. Jangan sembur gue juga Nan. Lagian biar nggak numpuk, tugasnya itu dijejer."

Plok!

Leo kena tabok lagi, lama-lama, Leo laporan nih, sama KPAI atas dasar penyiksaan. Jingga mendesah, kasian juga sohibnya satu ini. "Makanya nurut, dicicil, tu, tugas."

"Bantuin, ya? Ya? Ya?" Jingga menyingkirkan tubuh Leo, yang sedang menggesek-gesekkan pipinya di lengan Jingga, kayak kucing. "Gue traktir, deh, oke?"

🍃🍃🍃

"Si bego! Malah molor." Gerutu Jingga. "Ini mah, gue yang ngerjain, bukan ngebantuin. Le!"

Semakin disuruh bangun, Leo malah makin pulas tidurnya. "Parah, sumpah!"

Meskipun misuh-misuh, Jinga tetap mengetikkan jari-jarinya di keyboard laptop. Terlanjur lah, tanggung. Mau otaknya, sih, nyuruh stop, tapi jarinya tetap bergerak.

"Leo ada?" Leo otomatis berdiri, kala mendengar namanya disebut, bukan karena itu, sih, tapi karena suara cewek. Sedang berdiri di ambang pintu, berambut panjang. Jangan lupakan, selera fashionnya yang wow. Giliran cewek, aja, gercep.

"Gue? Kenapa?"

"Dipanggil dosen." Kata si cewek yang langsung ngeluyur pergi, setelah tersenyum, pada Jingga? Entahlah, tapi Jingga merasa itu ditujukan untuk dirinya. Bukan Leo.

"Target dikunci."

🍃🍃🍃

Jingga baru saja menutup laptopnya, bukan, lebih tepatnya, milik Leo yang ditinggal sendirian di kelas, bersama Jingga. Namun, Jingga dikagetkan dengan kedatangan cewek yang tadi memanggil Leo. Leo kenapa lama banget? Batin Jingga.

"Hai Jingga!" serunya seraya mendekat.

"Hai,"

"Lo mau kemana?" tanyanya.

"Mau nyusul Leo." Cewek itu menahan tangan Jingga.

"Jingga, gue mau minta tolong." Belum juga Jingga membalas, tapi si cewek yang diketahui bernama Sheril, si fashionista cantik yang terkenal seantero fakultas Manajemen, langsung membicarakan hajat minta tolongnya."Mau nggak, lo jadi pacar pura-pura gue?" Jingga hampir saja jatuh semaput mendengar pernyataan itu.

"Heh, gue masih normal." Jingga sedikit menjaga jarak dengan gadis itu.

"Nggak peduli, lo cewek. Tapi gue butuh bantuan lo." Jingga menggeleng cepat.

"Sori, lo nggak seharusnya kayak gini. Plis, jadilah normal. Lo bisa minta bantuan ㅡ," Jingga berpikir sejenak, dia tidak kenal cowok lain, selain Leo dan satu lagi, cowok manis, bergigi kelinci, kampret lagi, tapi cinta damai, Dewa.

"Leo?" Jingga diam. Leo itu cowok gesrek, pasti langsung mau. Tapi Jingga tidak mau menjerumuskan. "Nggak, jangan dia." Jingga membulatkan matanya. Oke, Leo sudah kena tolak, tanpa menembak.

"Kenapa?" tanya Jingga heran. "Kan, dia bisa memainkan peran dengan baik?"

"Jangan, kenalannya banyak, ntar ketahuan kalau gue cuma pura-pura pacaran ama dia. Lagian ya, gue nggak suka sama dia." Jingga mendesah, pantatnya kembali dia taruh di kursi. "Plis, Jingga."

"Lo mau manas-manasin siapa, sih?" Jingga paham sekarang. Sudah beberapa kali dia diminta jadi cowok khayalan. Ya, pernah sekali mencoba saat jadi maba, dibayar ini, tapi gagal, karena yang dipanas-panasin abangnya sendiri, abang Ian. Soalnya banyak yang belum tahu, Jingga adik dari Ian, karena beda fakultas. Mereka kuliah ditempat yang sama, namun Ian hampir lulus, dia sedang mengerjakan skripsi.

"Gebetan gue." Jingga membuka mulutnya dan mengatupkannya lagi. Ya Tuhan! Baru juga gebetan.

"Nggak bisa Ril, cari yang lain lah, cowok beneran."

"Lo tuh cocok banget, Jingga. Soalnya lo cakep, kalo lo cowok juga gue suka."

"Lah?" Asem. But, oke, kalau Jingga laki-laki, bisa dikatakan memang dirinya cakep. Dulu, ketika pertama kali menginjakkan kakinya di kampus juga banyak yang mengira dia cowok, saking lakinya gaya Jingga. Tapi, kan, tetap saja dia seorang gadis.

🍃🍃🍃

"Jangan mau!"

"Nggak usah teriak dong, budeg kuping gue."

Leo cuma nyengir kuda, tak punya dosa. "Nggak mau kan? Harusnya sama gue aja. Sok-sokan dia, nggak jadi buat target."

"Dih!" Jingga cuma geleng-geleng kepala. Pasalnya, Leo baru tahu Sheril terkenal. Astaga! Kemana aja dia? "Katanya mau traktir, mana?" tagih Jingga.

"Tuh," Leo menunjuk sesuatu yang digenggam Jingga dengan dagunya.

"Ini?" Jingga mengangkat ice cream cone ke depan muka Leo. Leo menjawabnya dengan anggukkan.

"Yang penting ikhlas." Tutur Leo innocent.

"Le, pernah kena tampar, nggak?" tanya Jingga, jiwanya meradang. Tangannya gatel sekaligus gemas.

"Emm, pernah. Tapi kapan, ya?" Leo memasang tampang berpikir.

"Inget nggak rasanya gimana?" Leo mengedikkah bahu.

Plak!

Leo menganga, sambil memegangi pipinya yang pedas. Barusan kena tampar Jingga. Walaupun, pakai tangan kiri. Tapi, mantep juga. Jingga auto pergi, setelah puas, melakukan pukulan telak pada Leo.

"NANA KDRT!"

🍃🍃🍃

To be continued

Mulmed bukan milik saya.
Terima kasih sudah membaca.

Hoiland

Wonosobo, 10 Februari 2019.

Walau Habis Terang ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang