16. Serangga Tampan

84 9 11
                                    

"Kenapa minta kesini? Udaranya dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa minta kesini? Udaranya dingin." Rakai melilitkan sehelai syal rajut ke leher Jingga. Lalu menyampirkan juga selimut, meskipun Jingga menggunakan sweater. Jingga memaksa ingin keluar, padahal sudah Rakai peringatkan, tapi tak mau menurut.

"Aku cuma pengin lihat langit." Karena ada masalah dengan paru-parunya. Kemana-mana Jingga harus  membawa tabung oksigen portable, dan memakai selangnya. Makanya, Jingga juga tak boleh kedinginan.

"Harusnya kamu jawab, iya memang dingin. Terus aku bilang, nanti biar aku peluk." Seketika bibir Rakai langsung ditarik oleh Jingga. Rakai hanya tertawa. Dia tahu, kalau Jingga itu geli kalau mendengar ocehan Rakai, yang semacam gombalan picisan. Rakai cuma ingin menggoda wanitanya itu.

"Kai,"

"Mm," Jingga duduk dengan kursi rodanya, berhadapan dengan Rakai yang duduk di teralis sebuah pot tanaman yang terbuat dari semen, guna memberi estetika keindahan taman rumah sakit. Mereka saling berpandangan, menatap lekat, ke dalam bola mata mereka masing-masing.

"Kamu nggak ada niatan, nyari cewek lain? Yang bahkan lebih baik, di luar sana." Rakai tersentak karena Jingga bertanya seperti itu. Karena penyakitnya itu, Jingga semakin sensitif, apalagi kalau sudah menyangkut tentang nyawa.

"Kamu ngomong apa, sih?"

"Masih banyak ikan di laut, Kai." Rakai menggeleng pelan. Jingga terlihat sangat tenang, namun matanya tidak mengatakan demikian. Matanya bergerak-gerak gelisah dan berkedip cepat.

"Aku nggak akan ninggalin kamu, sekalipun kamu nyuruh. Kamu nggak berpikir kalau aku ngedeketin kamu karena kasihan, kan? Aku tulus. Aku benar-benar tulus." Jingga menunduk dalam, namun dalam sedetik, jemari kurusnya digenggam erat oleh Rakai, membuatnya kembali memandang sang pelaku. Menyalurkan semangatnya, melalu sentuhan lembut nan hangat milik tangan Rakai. Bibir lembutnya perlahan mendarat di punggung tangan Jingga.

"Aku mohon, kamu harus sembuh. Demi aku."

🍃🍃🍃

Tak ada yang keluar dari ruangan itu. Jingga drop, dia mendadak kesulitan bernapas, dan harus dibantu ventilator. Beruntung, tidak ada infeksi. Namun, kejadian itu sungguh mengkhawatirkan.

Hidup Jingga sepenuhnya berada di rumah sakit. Hampir tak pernah keluar dari sana sekalipun. Pernah dia pulang, namun tidak lama. Meskipun keluarga Jingga bergantian menunggui. Tapi, Rakai tak sekalipun absen menemani. Dia bahkan sering tertidur disana.

Setelah beberapa hari bergelut dengan ventilator, Jingga mulai bisa bernapas sendiri, masih dengan bantuan oksigen pastinya. Namun, dirinya belum bangun. Masih betah memejam.

Walau Habis Terang ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang