Bab -2-

75.4K 746 1
                                    

Nyawa Aldebaran seakan direnggut paksa saat ia melihat tayangan berita malam ini. Kabar pesawat Aeora Flight yang kehilangan kabar hingga ditemukan terjatuh. Pihak bandara sampai TNI mulai mengerahkan tim terbaik mereka untuk mencari para korban. Al terdiam mematung berusaha menyangkal apa yang dilihatnya.

"Engga mungkin. I... itu bukan pesawat Evelyn."

"ENGGA! EVELYN PASTI SELAMAT!"

Al berteriak histeris dan mulai menangis saat melihat betapa mengenaskannya korban yang ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Evelyn saat ini dan langsung menelepon nomor istrinya namun tak kunjung diangkat.

"Angkat, Evelyn. Jangan pergi dariku, kau berjanji pulang malam ini."

Menyadari usahanya menelepon Evelyn sia-sia, ia langsung bergegas menelepon asisten Evelyn yaitu Ira.

"Ira, katakan jika Evelyn tidak ada di pesawat yang jatuh itu. Aku mohon katakan, Ira."

Tak ada jawaban, yang ada hanya tangisan Ira. Tangisan yang membuat Al tahu jika harapannya pupus. Tangannya mulai gemetar memegang ponsel dan merasa takut mendengar jawaban Ira.

"Maaf, Al. Harusnya aku tidak memesan tiket itu untuk Evelyn."

Ponsel di tangan Al terjatuh begitu saja, tubuhnya langsung lemas mendengar jawaban Ira. Evelyn ada di pesawat, istrinya dalam bahaya dan ia tak tahu apa Evelyn selamat atau tidak. Baru beberapa jam lalu Evelyn meneleponnya dengan senyuman dan raut wajah bahagia serta mengatakan akan memberikannya hadiah, lalu kenapa Tuhan begitu jahat menghadirkan bencana ini?

"EVELYN."

___________

Evelyn dinyatakan meninggal dalam kecelakaan pesawat itu setelah jenazahnya menghilang selama dua hari. Tim forensik mengidentifikasi mayatnya dari pakaian dan barang-barang yang dipakainya. Sepanjang pemakaman Evelyn, Al lebih hanya diam. Namun mata memerah dan air mata yang tak hentinya menetes menjadi bukti betapa hancurnya Al saat harus mengantarkan sang istri ke tempat peristirahatan terakhir.

Para pelayat memberikan ucapan belasungkawa atas kepergian Evelyn, namun Al hanya diam. Ia tak beranjak dari kuburan istrinya walaupun hanya tersisa dirinya. Di tangannya terdapat kotak hadiah yang sudah hancur karena dipegang erat oleh istrinya, hal itu menandakan betapa pentingnya hadiah ini hingga Evelyn menjaganya begitu baik agar ia bisa melihat hadiah ini walaupun tanpa kehadiran Evelyn.

Ia memutuskan membuka hadiah itu bersamaan dengan perpisahan terakhir mereka, isi hadiah itu membuat tangisan yang Al pendam sedari tadi akhirnya pecah bersamaan dengan rasa sakit dua kali lipat saat tahu bahwa Evelyn meninggal dalam kondisi mengandung anaknya, calon anak yang mereka nantikan selama satu tahun ini ikut pergi meninggalkannya sebelum ia tahu keberadaannya, terbukti dari testpack dua garis di dalam kotak hadiah.

"Maafin aku, Evelyn. Aku terlalu egois dan menyuruh kamu pulang secepatnya sehingga semua ini terjadi. Aku penyebab kamu dan anak kita pergi, maafkan aku, Sayang."

Sejak saat itu Al menyalahkan dirinya sendiri dan tak bisa melupakan mendiang istrinya walaupun bertahun-tahun sudah berlalu sejak kejadian itu.

______________

Sudah lima tahun berlalu sejak kejadian naas itu, kini Al kembali melanjutkan hidupnya dengan penuh kehampaan dan rasa sepi. Ia kembali menjadi pribadi yang dingin dan tak tersentuh serta kejam di mata pegawai dan musuhnya.

Kehilangan Evelyn dan calon anaknya membuat Al tak mengenal lagi belas kasihan seakan ia tak punya hati. Ia pun tak segan memecat pegawainya yang dianggap tak becus atau melakukan kesalahan walaupun kesalahan kecil. Sekarang ia bertambah sukses dan berhasil masuk jejeran sepuluh orang terkaya di Indonesia.

Ia dalam perjalanan pulang menuju rumah yang terasa bukan lagi rumah karena tak ada Evelyn yang menjadi alasannya pulang.

"Pak, dua hari lagi kita ada penerbangan ke Solo untuk tanda tangan kerja sama pabrik tekstil dengan PT Mayoka," ucap sekretarisnya yang sedang membacakan agenda penting beberapa hari ke depan.

"Urus tiket dan dokumen yang harus saya bawa, jangan sampai ada yang ketinggalan."

"Baik, Pak. Lalu ada pertemuan dengan...

"BERHENTI."

Intruksi dari Al membuat supir rem mendadak dan sekretarisnya terkejut. Sedangkan Al langsung turun dari mobil dan mengejar perempuan yang hendak naik ke taksi di depannya.

"Evelyn!"

Perempuan yang sangat mirip dengan Evelyn itu tak menoleh dan pergi dengan taksi itu. Al tak berhasil mengejarnya dan terdiam sambil mengingat nomor plat taksi itu. Sekretarisnya menyusulnya dan menepuk bahunya, menatap kasihan pada bosnya yang masih terjebak dalam duka kepergian mendiang istrinya.

"Kia, cari tahu tentang taksi itu, tadi Evelyn...

"Pak, Bu Evelyn sudah meninggal. Dia pasti bukan Bu Evelyn. Pak Al sudah minum obat?"

Ucapan Kia membuat Al tersadar akan satu hal bahwa ia sedang tidak baik-baik saja, jiwanya terganggu, ia sering berhalusinasi melihat Evelyn saat di rumah, kantor, bahkan di tengah keramaian dan hanya obat dari dokter yang bisa membuatnya tidak berhalusinasi namun ia tak meminum obat itu tadi pagi karena lelah menjadi orang sakit.

"Saya lupa minum obat, Kia. Mungkin tadi adalah halusinasi saya yang kesekian kalinya. Kamu benar, Evelyn sudah meninggal dan tidak mungkin hidup lagi."

___________

Istri PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang