Al yang sudah terlanjur emosi tidak bisa fokus bekerja lagi sehingga memutuskan pulang. Saat sampai di rumah ia kaget melihat wanita itu memakai pakaian Evelyn dan terlihat sangat cantik, sangat mirip dengan Evelyn hanya berbeda rambut saja, kalau Evelyn berambut pendek sedangkan wanita itu berambut panjang.
"Aku engga cocok ya pakai ini?"
Evelyn merasa risih dengan Al yang terus menatapnya tanpa berkedip hingga berpikir bahwa tatapan itu menandakan penampilannya buruk.
"Kamu cocok pakai pakaian ini, terlihat sangat cantik."
Ucapan Al membuat Evelyn tersipu malu. Tadinya ia ragu memakai pakaian di walk in closet tapi karena ia tak punya pakaian lain maka ia terpaksa memakainya.
"Kamu biasa pulang dari kantor semalam ini?"
"Engga, biasanya sore. Cuma karena ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan jadi aku harus pulang malam."
"Oh, kamu capek ga? Mau aku bawakan makan malam?"
"Engga usah, kamu duduk di samping aku aja udah cukup."
Evelyn mengikuti keinginan Al dan duduk di samping pria itu. Ia memperhatikan Al yang melepas sepatu dan jasnya. Ia akui suaminya sangat tampan dan gagah, semua wanita pasti mengaguminya.
"Apa kita punya anak?"
Pertanyaan Evelyn membuat Al yang sedang menggulung lengan kemejanya jadi terhenti. Ia diam sejenak, mengingat kembali luka lama yang berusaha ia kubur saat melihat hadiah mendiang istrinya yang ternyata testpack.
"Al."
Sentuhan Evelyn di lengannya membuat Al sadar bahwa ia sedang melamun dan langsung menoleh pada Evelyn sambil menggelengkan kepala. Evelyn merasa lega dengan jawaban Al karena ia takut gagal menjadi seorang ibu karena tak mengingat anaknya sendiri. Namun ia bingung saat melihat tatapan sedih Al. Kebingungannya terjawab saat Al berkata padanya.
"Calon anak kita meninggal dalam kandungan."
Spontan Evelyn menyentuh perutnya, rasanya sulit dipercaya bahwa ada nyawa yang sempat tinggal di rahimnya. Kesedihan Al menular kepadanya walaupun ia tak ingat kronologis ia keguguran.
"Kapan dan bagaimana bisa terjadi?"
"Saat usia satu tahun pernikahan kita karena ada masalah pada kehamilan kamu."
Evelyn tak tahu bahwa Al berbohong. Ia mulai menangis karena membayangkan betapa hancur dirinya dan Al saat tahu mereka tak akan jadi orang tua. Al berusaha menenangkan Evelyn dengan merangkulnya.
"Sudah, Sayang. Lupakan kenangan buruk itu, aku yakin anak kita sudah tenang di Surga. Kita harus tetap bahagia untuk melanjutkan kehidupan ini."
"Maafkan aku, Al. Coba saja aku bisa mempertahankan anak kita, pasti sekarang dia ada bersama kita."
"Ini bukan salahmu, Sayang."
Ya, ini memang bukan salah wanita itu karena wanita itu tidak tahu apa-apa. Al mengutuk dirinya yang begitu tega mempermainkan perasaan wanita tak berdosa ini. Ia lebih jahat dari iblis.
__________
Setelah tahu kisahnya dan Al dulu, kini Evelyn mulai membuka hati untuk suaminya. Bahkan ia memasak sarapan untuk Al dan membuat pria itu kaget saat melihat Evelyn menyajikan sarapan untuknya.
"Pagi, Al. Semoga kamu suka masakan aku ya."
"Evelyn, ini kamu yang masak?"
"Iya."
"Engga mungkin, kamu kan engga bisa masak."
Keduanya seketika terdiam dan saling pandang dengan tatapan berbeda. Evelyn yang bingung dengan jawaban Al karena nyatanya ia baru saja masak tanpa hambatan apapun dan Al yang salah bicara.
"Maksud aku, kamu biasanya malas masak. Kan ada koki yang bisa masak apapun untuk kita," ucap Al mengoreksi perkataannya tadi.
"Engga kok, sekarang aku udah rajin. Ini buktinya."
Evelyn berusaha percaya pada ucapan Al karena mungkin ada perbedaan antara dirinya sebelum dan sesudah amnesia. Mereka pun lanjut sarapan dalam diam. Al menikmati sarapan buatan Evelyn dan mengakui bahwa wanita itu pintar masak, berbeda dengan mendiang istrinya.
Pelayan datang mengambil piring kotor setelah majikannya selesai makan. Al pergi ke kamar lalu kembali ke meja makan untuk mengambil obat-obat Evelyn.
"Ini obat dari dokter biar kamu cepat sembuh, ayo diminum."
Evelyn menurut dan menelan pil-pil itu tanpa ragu, ia tak menyadari jika Al tersenyum miring. Setelahnya Al pamit berangkat kerja dan meninggalkan Evelyn yang mengantuk akibat reaksi obat itu.
"Ifa."
"Iya, Nyonya."
"Bantu saya ke kamar, kepala saya pusing dan ngantuk sehabis minum obat."
Ifa mengangguk dan merangkul Evelyn menuju kamar, ia menatap kasihan pada wanita cantik yang amat mirip dengan mendiang istri bosnya. Ia ingin jujur namun ia masih butuh gaji dari bosnya.
__________
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pengganti
RomantizmKecelakaan pesawat lima tahun lalu menyebabkan istri Aldebaran, Evelyn meninggal dunia. Hingga saat ini Aldebaran masih sangat mencintai mendiang istrinya dan belum bisa melupakan sang istri. Hal itu menyebabkan psikisnya bermasalah. Hingga ia diper...