Matahari pagi sudah bersinar saat Jonathan merasa dirinya sangat sulit bergerak, hingga akhirnya sadar jika seseorang telah memeluknya. Lagi, untuk kesekian kali. Perasaan ingin memukul orang itu sangat menggebu, bahkan tangannya sudah mengepal di depan muka, namun niatnya hilang membaur dengan udara pagi karena melihat wajah tampan laki-laki itu yang teduh kini sedang terlelap. Garis rahangnya yang kokoh dengan hidung mancung yang tinggi terlihat indah, tanpa sadar Jonathan memuji.
Perasaan hangat juga menjalar ke dalam hati Jonathan, bagaimanapun dirinya tidak pernah diperlakukan begitu baik oleh orang lain. Mendapatkan pelukan lembut dari Dimitri, kebahagian keluar sedikit demi sedikit tanpa bisa dibendungnya.
Tersadar seseorang dipelukannya bergerak, Dimitri membuka mata, mendapati Jonathan tengah menatapnya. Kedua mata mereka saling bertemu, menghasilkan getaran kecil yang terasa hingga lubuk hati. "Apakah kau terpesona denganku, hingga membuatmu ingin melihat lebih dekat?"
Jonathan menegang, lalu mendorong tubuhnya menjauh, melepaskan diri dari rengkuhan tangan orang itu. "Aku sangat terpesona hingga ingin menendang wajahmu!"
Dimitri mencubit pipi Jonathan gemas, yang mengakibatkan dirinya mendapat pukulan di perutnya yang di mana tercetak enam buah kotak sempurna. Ia hanya meringis. "Tidakkah kau terlalu kejam? Sepagi ini dan kau memukulku?"
Jonathan bangkit dari tempat tidur dan berdiri, "Itu sangat pantas untuk orang idiot sepertimu!" Ia mendengus. "Cepat bangun! Aku akan membereskan ini. Kau bisa pergi dan lakukan apapun."
"Apa kau akan pergi menghadiri kelas?"
"Ya. Kelasku dimulai tiga jam lagi."
Dengan sudut matanya, Dimitri dapat melihat jam menunjukkan pukul 06.00, "Bukankah kita masih punya banyak waktu? Kau terlalu terburu-buru."
Jonathan berbalik tak peduli, ia lebih memilih membuka lemari pakaian dan menyiapkan untuk hari ini. Ia menyadarkan diri ketika seseorang dengan dua mata panas yang menatap di balik punggungnya tanpa henti saat ia hendak mengambil celana dalam. Akhirnya, Jonathan memutuskan untuk mengambilnya nanti.
Dimitri tertawa, "Mengapa kau tidak mengambil itu?" Yang dimaksud Dimitri dengan itu adalah celana dalam Jonathan. "Apakah kau ingin aku yang membawakannya untukmu?"
Jonathan langsung menutup lemari dengan cepat, "Kau! Berani kau menyentuhnya, aku bisa menjamin kau akan menyesal dengan hidupmu!"
Ia semakin keras tertawa, "Hahahaha... Aku tidak akan pernah menyesal jika itu menyangkut dirimu."
Jonathan bertambah geram, darahnya sudah naik menyebar dengan cepat. "Kau sungguh idiot!"
Laki-laki kokoh itu masih bertahan dengan sisa tawanya, menatap lekat pada Jonathan. "Itu benar," katanya terhenti, mencoba mengatur diri sendiri. "Semua yang aku katakan tentangmu itu benar, meskipun terdengar membual," lanjutnya kemudian.
"Aku tidak peduli," Jonathan menarik Dimitri untuk menyingkir dari atas kasur. "Menyingkirlah!"
Tanpa butuh usaha yang besar, Dimitri mengikuti apa yang Jonathan perintahkan. Dirinya hanya melihat laki-laki putih itu merapikan tempat tidur, dari posisinya saat ini, hatinya bergejolak tak terkendali. Ingin kedua tangan melingkar pada pinggang sempurna Jonathan. Semenjak dirinya bisa memeluk orang itu, sebuah candu selalu datang melanda tak tertahan, hingga ia bisa merasakan bahwa otaknya kini dipenuhi rasa menyenangkan memeluk seorang Jonathan.
"Aku bisa mengantarmu pergi," ujar Dimitri setelah imajinasinya ia simpan rapat-rapat.
Jonathan menoleh, mengingat jalanan yang begitu terik dan ramai, ingin rasanya mengiyakan tawaran itu. Bahkan, ia bisa menghemat tenaga untuk tidak mengayuh, tetapi sekali lagi akal sehat membuatnya sadar. "Tidak perlu. Aku dapat pergi dengan diriku sendiri. Kau tidak perlu bersusah untuk itu, lebih baik kau pulang dan selesaikan urusanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lascivious • I [SELESAI]
RomanceBoys Love : Bromance Aku tak habis pikir, semua yang telah kulakukan dan perasaan yang aku milikki untukmu tidakkah itu membuatmu lebih berani untuk mencintai seseorang sepertiku? - DIMITRI Aku hanya tidak tahu apa yang aku rasakan padamu - JONATHAN...