Dengan wajah frustasi yang begitu jelas tergambar di sana, Dimitri melangkah menuju kamarnya. Ia sangat tahu jika orang bayarannya dengan begitu mulus dan cepat mendapatkan buruannya.
Jonathan.
Sungguh sulit menangkap bajingan kecil itu, bahkan ketika ia mulai bergerak untuk mencari, akan selalu mendapatkan hasil yang menjengkelkan. Jonathan begitu bermain dengan otaknya, maka ketika Dimitri berhasil melacaknya, ia akan satu langkah lebih cepat untuk bersembunyi lagi.
Oleh karena itu, akhirnya Dimitri mendapatkan cara liciknya untuk menjebak Jonathan pada perangkap yang ia buat. Ketika laki-laki pintar itu melonggarkan kewaspadaannya maka itulah saat di mana ia terperosok pada jaring perangkap Dimitri.
Seperti saat ini, dengan bantuan yang ia kerahkan, dengan begitu mudah baginya mendapatkan Jonathan kembali, menggenggam dengan penuh kekuasaan untuk memimpin dirinya dalam permainan sembunyi-sembunyian itu.
"Apakah kau akan lari dariku lagi?!" Dimitri mencengkeram kedua tangan Jonathan yang saling terkait di atas kepalanya, menahan dengan segenap kekuatannya hingga terasa kebas karena darah yang berhenti mengalir.
Jonathan terdiam, napasnya masih kasar memburu, matanya melotot tajam, sekali lagi baginya mengalami penghinaan ini. Penghinaan teramat menyakitkan hingga tidak akan pernah baginya melupakan itu. Kekejaman Dimitri masih berlanjut ketika dengan ketidaksopanannya untuk merenggut bibir manis dan sensual milik Jonathan. Sungguh terlalu banyak ciuman yang dicuri darinya, hingga tanpa sadar Jonathan melenguh dan mengeluarkan erangan tertahan.
Lidah Dimitri semakin ganas tiap detiknya, menyusuri tiap inci rongga mulut Jonathan, mengecap segala penjuru, merasakan kerinduan akan terkasihnya hingga itu habis tak bersisa. Melimpahkan segala kesakitan akan rindu di jurang hatinya yang lama-kelamaan semakin dalam. Nafsu dan kesedihan bercampur sampai tidak akan terlihat batas untuk itu, Dimitri mencuri segala aura kehidupan yang Jonathan miliki, menyesap sampai inti terdalam dari rasa cinta.
Keduanya terengah karena kesesatan ini, mencapai puncak kecintaan masing-masing yang memiliki perbedaan presepsi. Mereka tidak akan mengalah untuk satu sama lain, tidak sampai keduanya terkapar dengan darah mereka sendiri. Seperti malam itu, segalanya begitu terlihat membenci pada keegoisan, tetapi merindu pada akhirnya. Penyiksaan dengan rasa saling membutuhkan, saling ingin merasakan kehangatan diri, hingga mendapatkan euforia atas kenikmatan cinta.
Suasana begitu panas dengan aura kelaki-lakian mereka, bau keringat yang bercampur menjadi satu memenuhi kamar Dimitri. Tetap pada posisi mereka dengan Jonathan yang terhimpit tubuh besar Dimitri, menahan dengan segala intimidasinya.
Jonathan merindukan rasa ini, rasa di mana mendapatkan atensi penuh di bawah tatap mata menakutkan itu. Sebuah adrenalin tersendiri untuk memancing sudut buas laki-laki itu. Ia takut, tetapi bukan sejenis ketakutan karena rasa tertekan, melainkan lebih kepada kehilangan akan rasa menggembirakan ini.
Mereka berpagutan lebih lama hingga Dimitri menarik diri, "Meminta maaflah padaku, maka aku akan bersikap baik padamu."
Jonathan mendecih, ia penuh dengan kontrol diri, "Bagaimana aku meminta maaf atas apa yang tidak aku lakukan?"
Dimitri mendekatkan wajahnya, menatap mata sayu yang indah itu, "Tidakkah kau menjadi keras kepala saat ini?! Ikuti saja kemauanku, maka aku tidak akan mempersulit dirimu."
"Kau sungguh tidak percaya kepadaku?" ucap Jonathan dengan sendu, kesedihan menyelimuti hatinya.
"Aku bukan tidak percaya, hanya ragu dengan apa yang aku lihat."
Jonathan mendorong tubuh Dimitri, saat ini mereka sudah kembali dengan kepribadian normal masing-masing. Gairah itu hilang menguap seiring di antara mereka yang tidak lagi memancingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lascivious • I [SELESAI]
RomanceBoys Love : Bromance Aku tak habis pikir, semua yang telah kulakukan dan perasaan yang aku milikki untukmu tidakkah itu membuatmu lebih berani untuk mencintai seseorang sepertiku? - DIMITRI Aku hanya tidak tahu apa yang aku rasakan padamu - JONATHAN...