Chapter 11 Apa Mauku? ✔

441 175 45
                                    

Matanya memandang khawatir. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa hatinya perih seperti tersayat. Mungkin ia sudah tahu apa yang dirasakannya ini. Rasa untuk memiliki, rasa untuk melindungi, dan rasa untuk mencintai.

"May, lo kenapa? Lo pucat banget, May," ujar seseorang yang terdengar sangat mengkhawatirkan Mayra.

Melihat pemandangan yang menyakitkan itu, Tara berjalan menghampiri kedua orang yang sedang bermesraaan sepenglihatannya dan tak memedulikan gadis yang mengekor di belakangnya. Perasaan yang menggebu-gebu dirasakannya saat ini.

"Lepas!" ucap Tara dengan tegas dan langsung menghentakkan tangan yang setia memegang kedua pipi Mayra.

Mereka bertiga terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Tara. Selama ini, Tara adalah sosok yang tidak pernah meluapkan kemarahannya dengan bersikap kasar seperti ini. Apalagi perbuatannya ditujukan kepada sahabatnya. AQIM.

"Kenapa, Dra? Lo kok jadi gini sih? Santai woy!" Emosi Aqim memuncak karena sikap Tara barusan. Tentu saja ia marah, karena ia tak salah apa-apa tetapi menerima perlakuan yang tidak mengenakkan oleh sahabatnya sendiri.

Seakan tersadar dengan apa yang dilakukannya, Tara hanya dapat mengatakan, "Maaf, Qim."

Aqim menghela napas dan melupakan pertengkaran kecil itu. Pandangannya kembali kepada Mayra yang ternyata tengah melihat Tara dan seorang gadis di samping Tara.

"May, gue antar lo pulang ya. Kata Arka, tadi pagi lo ujan-ujanan. Pasti lo gak bawa mobil 'kan?"

Keheningan menyerang. Mayra masih betah memandangi dua orang di sampingnya. Tatapan tajam dari gadis itu terlihat jelas oleh Mayra. Siapa dia? Dia adalah adik kelasnya yang terlihat manis dan juga baik di depan semua orang kecuali di depan Mayra, yaitu RENA.

"Kak Tara, antar aku pulang ya? Supir aku gak bisa jemput hari ini, jadi mama nyuruh pulang sama Kak Tara. Kakak bawa mobil 'kan?" kata Rena dengan memegang lengan Tara dengan mesra. Sengaja ia ingin memanas-manasi Mayra.

Pandangan Mayra tertuju pada tangan Rena yang memegang erat lengan Tara, persis seperti yang biasa ia lakukan. Tetapi ada yang berbeda. Tara tak menepis tangan gadis itu.

Aqim dapat melihat kesedihan Mayra dan ia juga tahu penyebabnya. Tanpa pikir panjang dan tidak peduli pada Tara, Aqim berinisiatif menggenggam tangan Mayra. Bukan untuk membuat seseorang cemburu atau marah, ia hanya ingin menyemangati Mayra melalui genggamannya.

Tapi di lain sisi, Tara berpendapat Aqim sengaja ingin membuatnya marah. Apalagi dilihatnya Mayra tidak menolak genggaman itu. Kecewa rasanya melihat Mayra yang seperti itu. Kemarahannya itu membuat emosinya tak terkendali.

"Gue antar lo pulang ..." Senyuman terbit di wajah Mayra. Tak disangka, Tara masih peduli padanya. Tapi ...

"...Rena." Bagaikan ada badai setelah terbitnya pelangi. Mayra jatuh sejatuh-jatuhnya.

Sangat senang. Rena berpikir bahwa Tara lebih menyukainya daripada kakak kelasnya itu. Dengan tak tahu malunya, ia menggandeng tangan Tara. Mereka berdua melangkah menjauh untuk segera pulang.

Baru langkah ketiga, Tara mendengar ucapan lirih Mayra. "Gue pulang sendiri." Terdengar langkah kaki yang semakin menjauh. Tara menoleh ke belakang, dilihatnya Mayra sudah berlari meninggalkan Aqim sendirian.

Hari sepertinya sangat sedih. Tidak henti-hentinya hari menjatuhkan tetesan hujan. Tapi seakan-akan tak berpengaruh pada Mayra yang berjalan tak tentu arah. Hilang bayangan untuk cepat pulang dan tertidur lelap di tempat tidurnya. Ia juga tidak peduli dengan wajah pucatnya. Yang ia pikirkan sekarang adalah perasaannya kepada sosok lelaki yang bernama Tara.

Hampir tiga tahun gue ngejar Tara.

Setiap hari gue disakiti sama penolakan dia.

Gue selalu berpikir akan ada saatnya gue terbiasa dengan sikapnya yang seperti itu dan bakalan tiba saatnya dia menerima kehadiran gue.

Tapi ...

Gue gak tau kapan hari itu tiba.

*♡*


Rena dan Tara berada di dalam mobil menuju rumah Rena. Omongan panjang lebar Rena tidak dipedulikan oleh Tara yang tengah membayangkan kejadian yang baru saja terjadi.

"Kak, Kakak dengar aku gak sih?" Rena kesal karena Tara sepertinya tidak mendengarkannya sama sekali.

"E-eh apa? Lo ngomong apa barusan, Ren?"

"Kakak kenapa? Mikirin Kak May yah?" Memang Rena tidak tahu apa yang membuat Tara sependiam ini. Tapi ia merasa Mayra yang menyebabkan lelaki itu banyak pikiran.

"Gak kok," elak Tara yang tak ingin Rena lanjut bertanya.

"Kakak harus tahu apa yang ada di hati Kakak. Aku tahu kok, Kakak gak suka sama Mayra. Jadi ikuti kata hati Kakak," ucap Rena yang sebenarnya menghasut Tara untuk membenci Mayra.

Tidak sesuai harapan, Tara memikirkan perkataan Rena dengan serius. Harus tahu apa yang ada di hati ... ikuti kata hati ... Tara jadi melamunkan kalimat itu. Dia sendiri bimbang dengan kemauan hatinya sendiri. Terkadang ia memikirkan Mayra, tapi setelah melihat Mayra, ia juga terkadang benci dan kesal. Jadi sebenarnya apa maunya?

Mobil Tara terus melaju hingga dilihatnya sesosok gadis di tepi jalan yang basah kuyup dan berjalan dengan pelan. Ia sangat hapal dengan tubuh gadis itu. Sudah pasti Mayra. Langsung saja Tara menepikan kendaraannya dan menghampiri Mayra dengan payungnya.

"Ayo ikut gue." Tara menarik Mayra untuk ikut dengannya. Reaksi yang tak pernah terbayangkan oleh Tara. Mayra menghempaskan tangannya dengan kasar.

"Lo antar Rena aja. Dia gak suka kalau gue ikut sama kalian berdua," ucap Mayra dengan tenang tapi menusuk di telinga Tara.

"Jangan ngebantah." Tara masih kukuh untuk mengajak Mayra. Tapi ia mendapatkan perlawanan dari Mayra. Hingga Mayra tak sengaja mendorong Tara sampai terjatuh dan air hujan mengguyur mereka berdua.

Lagi-lagi Tara emosi. Ia hanya ingin menolong Mayra yang sedang kehujanan dengan wajah yang pucat itu. Apa ia salah sehingga harus mendapatkan balasan seperti ini?

Tara berdiri kembali. "Lo kenapa sih, May? Gue cuma mau nolong lo. Sebenarnya apa yang lo mau?" bentak Tara yang tak mengerti lagi dengan Mayra.

Mayra memandang teduh lelaki di depannya. "Terima gue, Ra." Itulah keinginan terbesar Mayra. Itulah yang dikejarnya selama ini. Tapi Mayra tidak mendapat jawaban. Kebisuan melanda Tara. Sebenarnya ia tak tahu harus menjawab apa. Tara hanya dapat memandangi wajah tersakiti gadis di depannya.

"Dan akhirnya lo hanya bisa berdiam diri," lirih Mayra dan membalikkan badannya untuk meninggalkan Tara. Tapi tangan Tara seolah tahu dengan kemauan hatinya. tangan itu dengan cepat menggenggam tangan Mayra, seakan tak ingin Mayra pergi.

Mayra kembali menghadap Tara dan waktu seakan berhenti bagi keduanya. Dengan saling bertatap mata, mereka menyalurkan perasaan mereka masing-masing. Tanpa Mayra sadari, Tara sudah membuka hatinya sedikit demi sedikit untuk dirinya. Tanpa Tara sadari, Mayra semakin lama semakin tersakiti dengan sikapnya.

"MAYRA"

Lelaki di seberang jalan memanggil nama Mayra dengan lantang dan menyihir Mayra dan Tara untuk menoleh padanya. Mayra sempurna membulatkan matanya sedangkan Tara mengerutkan keningnya.

*♡*

Dunia seolah-olah tak berhenti untuk menyiksa gue dari berbagai rintangan yang ada. -Mayra Cassandra

***

Maaf ku updatenya lama.. sulit untuk meluangkan waktu menulis cerita Mayra n Tara..

Happy reading guys😍😍

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang