Chapter 18 Keingintahuan Aqim✔

402 124 38
                                    

“Gue mau antar Mayra pulang dulu, Qim.” Kak Tara dan Mayra berjalan menuju mobil.

Aqim mencekal tangan Kak Tara, “Gue ikut.”

“Eh monyet. Jijik gue. Lo kayak istri yang lagi cemburu sama suaminya tau gak sih?” Kak Tara melepas paksa tangan Aqim dan membawa Mayra cepat memasuki mobil. Seakan-akan dikejar setan, mobil itu sudah melaju cepat meninggalkan Aqim sendiri.

“Jaaaaangaaaaaan tinggalkan akuuu, Mazzzzz,” teriak Aqim tanpa peduli dengan  ketentraman tetangga.

'Aduh, kalau aja tadi gue ikut, ‘kan gue bisa tahu rumah Mayra dimana.'

*♡*

Suasana pagi hari yang cerah sama dengan suasana hati Mayra yang gemilang. Setelah dipikir-pikir olehnya, adik kelas yang licik itu bukanlah tantangan pertama baginya. Sudah banyak rintangan yang dilaluinya untuk mendapatkan hati seorang Tara semenjak 3 tahun yang lalu. Mulai dari ditolak oleh Tara secara langsung, dibentak Tara, dimarahi Tara, dicuekin Tara, dan di- di- di- lainnya. Mungkin memang untuk kali ini rintangannya lebih sulit, karena ini menyangkut rasa cinta Tara yang sudah berlabuh di pelabuhan yang salah. Mayra menyebutnya Pelabuhan Angker Kelicikan.

Gadis itu mengemudikan mobilnya seraya bersenandung ria selama perjalanan. Hingga sampailah ia di parkiran sekolah. Membawa kakinya menaiki tangga dan menyusuri koridor ke kelasnya. Hingga kakinya berhenti karena adanya Aqim tepat di depannya.

“Kenapa, Qim? Mau malak gue? Hush sana ... gue lagi nabung hadiah ultah Tara. Malak yang lain aja.” Ia melewati Aqim dan melanjutkan jalan santainya menuju kelas.

Mayra menilik ke kelasnya, tepatnya ia melihat kursi yang ada di samping kursinya. Terlihatlah Tara yang tengah memainkan ponselnya. Mungkin sedang bermain Pou. Biasanya di pagi hari, ia akan menghilangkan kotoran yang mengelilingi peliharaannya itu.

'Cukup bersikap seperti biasanya dan terus semangat, Mayra.' Batinnya.

Mayra berjalan memasuki kelas. “Selamat pagi pangeranku tersayaaaang,” pekiknya mengganggu murid-murid yang lainnya. “APA LO LIAT-LIAT? Mau gue cabut alis lo?!” ancamnya pada yang lainnya. Mereka pun tak berani lagi memandang Mayra karena takut membayangkan mereka tak memiliki alis lagi, karena mereka tahu Mayra tak pernah main-main dengan kata-katanya.

Tara memandang malas Mayra, lalu matanya tertuju pada Aqim yang mengekori Mayra. Bingung dengan arah pandang Tara, Mayra menolehkan kepalanya ke belakang.

“Lo ngapain ngikutin gue?” tanya Mayra.

“Mau liat Hendra tersayang,” jawabnya enteng. Aqim melewati Mayra dan langsung duduk di kursi Mayra. Sedangkan si empunya kursi sudah melotot garang.

“Pergi! Gue mau duduk.”

“Gak,” jawab Aqim cepat sembari memeletkan lidahnya. Mayra yang sedang malas meladeni Aqim pun pergi keluar. Dia jadi kebelet pipis melihat Aqim yang menyebalkan di pagi hari.

“Dra.” Yang dipanggil hanya bergumam tanpa peduli pada teman gilanya itu. Pikirnya, lebih baik dia membersihkan peliharaannya daripada bercipika-cipiki bersama Aqim.

Merasa tidak dipedulikan, Aqim pun mengeluarkan jurus merayunya. “Hendraaa~~~” ucapnya seraya menggoyang-goyangkan lengan Tara.

“Anjiiiiiirrrr ... lo ngapain sih? Merinding gue jadinya,” bentak Tara dan berusaha menjauhkan kursinya.

“Gue mau ngomong. Serius.” Tiba-tiba Aqim mengubah ekspresinya menjadi serius.

“Lo tau rumah Mayra dimana?”

“Gak.”

“Lo pernah ketemu bokapnya?”

“Gak.”

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang