Chapter 28 Sedih✔

316 73 31
                                    

Mayra bersenandung riang sembari memandangi bunga-bunga yang bermekaran di halaman rumahnya. Dia tersenyum sendiri mengingat tingkah Tara yang lucu akhir-akhir ini. Sungguh kebahagiaan yang hakiki.

“Non ...” panggil Mbok Asri dari dalam rumah dengan raut wajah khawatir.

“Kenapa Mbok?”

“Anu Non ... Mbok gak sengaja numpahin air di berkas tuan,” jawab Mbok Asri.

Mayra bingung ingin berbuat apa. Yang pasti, Mbok Asri akan menerima hukuman yang berat dari papanya dan ia tak menginginkan itu terjadi.

“Sudahlah Mbok. Nanti biar aku yang ngomong ke papa. Mbok siapin makan malam aja ya.” Mbok Asri menunduk patuh dan berlalu.

Mayra sekarang bingung apa yang harus dilakukannya. Mungkin saja itu berkas yang bisa diketik ulang. Mayra beranjak ke ruang kerja sang ayah dan itu untuk pertama kalinya setelah sekian lama ia masuk ke ruangan itu.

Ada noda hitam yang menggenang di atas sebuah kertas. Mayra menghela napas berat setelah melihat tulisan kontrak di kertas itu. Ia ingin pergi, namun matanya tak sengaja melihat bingkai foto yang tersusun rapi di atas sebuah lemari panjang. Berpuluh-puluh bingkai foto.

Mayra tak dapat menahan buliran air mata yang sudah menggenang di pelopak matanya setelah melihat keluarga bahagianya dulu terpampang jelas di depan mata. Tangannya menyentuh lembut bingkai demi bingkai dan isakan tangisan tak dapat dielakkan.

Cklek

“APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!” bentak Adi pada anaknya. Matanya tertuju pada tangan Mayra yang menyentuh foto-foto yang sejak dulu berada di situ.

Adi menarik kuat lengan anaknya hingga sang anak jatuh tersungkur. “Keluar!” serunya dengan tegas.

“Pa  ... “ panggil Mayra dengan isakannya.

"Papa sangat mencintai mama? Papa sayang sama keluarga papa ‘kan?” tanya Mayra dengan sesekali berhenti karena isakannya.

Adi mengepalkan tangannya kuat. “Tidak! Aku tidak pernah mencintainya. Bahkan aku sangat membencinya .. dan juga membenci dirimu.”

Mayra menggeleng tak percaya akan kata-kata sang ayah. Jika dia tak melihat foto-foto yang terpajang rapi ini, mungkin ia percaya ayahnya tak menyukainya dan ibunya. Namun, semua foto itu sudah menjelaskan ayahnya masih mengenang kehidupan keluarga bahagianya dulu.

“Papa bohong.” Mayra memejamkan matanya erat.

“SUDAH AKU BILANG AKU BENCI KALIAN!” Adi berteriak marah dan menyeret Mayra dengan paksa keluar dari ruangannya dan mengurung Mayra di gudang dengan keadaan gelap.

Mayra menggedor kuat pintu gudang berharap seseorang dapat mengeluarkannya dari ruangan itu. Ia berteriak meminta tolong dengan suaranya yang serak sehabis menangis. Tak lama lututnya terasa lemas dan ia terduduk di lantai depan pintu sembari memegang dadanya yang merasa sesak. Keadaan gelap membuatnya seperti itu dan tak lama kemudian ia tak sadarkan diri.

Keesokan harinya Mayra terbangun di atas tempat tidurnya dan matahari sudah sampai puncaknya. Ia turun ingin memakan sesuatu karena perutnya sudah keroncongan.

“Seharusnya Mbok biarin aja aku dalam gudang. Aku berat lho Mbok.”

“Non, udah bangun? Gak berat kok Non. Lagian Mbok gak angkat badan Non, tapi Mbok tarik kayak karung,” gurau Mbok Asri.

Mayra menanggapi dengan senyuman. “Mbok, ayo makan sama-sama.”

“Non makan aja duluan ” kata Mbok Asri yang tengah sibuk membersihkan alat dapur sehabis memasak.

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang