🍀Part Tiga: Satu Kamar?

9.7K 837 12
                                    

Udara yang tenang
Dengan harapan setulus laut
Aku persembahkan kepadamu yang sedang patah
-WLN-

Udara yang tenangDengan harapan setulus lautAku persembahkan kepadamu yang sedang patah-WLN-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

------------------

Malam pertama selepas proses ijab qobul dan resepsi pernikahan. Akifah dan Taksa pulang ke Jakarta, masuk ke dalam sebuah rumah besar bertingkat bak kastil, rumah terpencil tanpa tetangga di samping kiri dan kanan, gerbang tinggi menjulang dan rumah yang dikelilingi oleh benteng tinggi, membuat rumah ini semakin sepi. Rumah ini juga adalah mahar yang diberikan Taksa untuk Akifah.

Akifah cantik memakai khimar berwarna merah muda dan gamis warna putihnya, mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah.

“Aa mau tidur di kamar yang mana?” tanya Akifah yang menyeret kopernya.

Sedari tadi siang, Taksa diam seribu bahasa, tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Taksa yang ditunjukkan untuk Akifah.

“Aku mau tidur di lantai atas,” datar Taksa sambil melengos begitu saja. Ia mengangkat kopernya ke lantai atas. Akifah mengikuti Taksa dari belakang.

“Kamu mau kemana?” tanya Taksa, saat sadar langkahnya diikuti oleh sang istri barunya.

“Mau ikut Aa ke kamar,” jawab Akifah polos.

“Kamu tidak boleh sekamar denganku, aku belum siap, ingat kita ini hanya dijodohkan, aku belum kenal denganmu,” terang Taksa, ia kembali menyeret kopernya naik ke lantai atas.

Akifah tetap mengikuti langkah Taksa, hingga Taksa berhenti di depan pintu kamar, mulai menatap kesal wajah Akifah.

“Kita bisa perlahan saling mengenal A, aku tidak akan menuntut Aa yang bukan-bukan, jadi izinkanlah aku melayanimu dengan menjadi istri yang Sholihah untuk kamu.”

“Melayaniku? Istri Sholihah?”

Gelak tawa terdengar dari mulut Taksa, memberikan kesan mengejek, suaranya menggema di ruangan besar yang nampak kosong. Ia Menertawai ucapan bodoh yang keluar dari mulut wanita polos di depannya.

Taksa menghentikan tawa, ia menatap Akifah serius. “Sekarang suasana hatiku sedang buruk, lebih baik kamu turun dari sini dan pergi, aku sedang tidak ingin menyakiti siapapun.”

“Tapi A, tidak baik sepasang suami istri berbeda kamar.” Melas Akifah kepada suaminya. Taksa melengos masuk ke kamar. Wajahnya memerah, ia duduk di ranjang dekat nakas.

“Berisik!!! Suaramu itu mengganggu sekali!” raungnya. Taksa menyambar lampu kamar di nakas, melempar lampu ke tembok.

“Astagfirullah A, kenapa dengan kamu?” Tanya Akifah. Matanya mulai berkaca-kaca.

Hati Akifah sakit. Taksa membentaknya dengan keras. Belum pernah Akifah dibentak setajam dan semenyakitkan itu.

“Ibuku itu memang belum memberitahumu tentang mentalku hah?” tanyanya.

“Belum A, Ibu tidak memberitahuku apa-apa tentangmu selain pekerjaanmu yang seorang direktur utama di perusahaan Properti, dan...”

“Dan kamu hanya tertarik dengan uangku, maka dari itu kamu mau menikahiku bukan?!”

Luruh sudah hati Akifah mendengar tuduhan Taksa yang seakan merusak harga diri Akifah soal ketulusan. Air matanya jatuh tanpa disadarinya.

“Demi Allah A, saya menerimamu karena aku sudah ikhlas untuk menjadi Istrimu, apa pun yang terjadi nanti, aku tidak peduli, aku akan tetap menemanimu, karena kamu adalah pilihan Abi, kamu pasti adalah jodohku, tulang rusukku, seperti bagaimana Adam yang di berikan kekasih oleh Allah seorang Hawa A.”

“Sekarang aku ingin memberikan talak kepadamu, tolong ceraikan aku,” tegasnya. Rahangnya mengerat.

“Allah sangat tidak suka dengan perceraian A, jangan sampai setan-setan mempengaruhi imanmu, aku akan menerima kamu apa adanya, aku tidak akan membuat talak kepadamu, sungguh aku hanya ingin kamu menjadi imamku seumur hidup, sampai di surga nanti A.”

Akifah menangis, Akifah tidak menyangka bahwa suaminya sampai berucap kata talak, perbuatan yang sangat tidak di sukai oleh Allah.

Tidak kuasa Akifah melihat siksa neraka jika menuruti permintaan Taksa.

“Karena aku tidak akan bisa menjadi imammu yang membahagiakanmu!”

Nada suara Taksa makin meninggi, amarahnya memuncak, amarah yang tidak bisa dikendalikannya membuat Akifah makin tersentak.

“Aa belum kenal Akifah, bagaimana Aa bisa menyimpulkan bahwa Akifah tidak bisa bahagia dengan rumah tangga ini?”

“Karena aku adalah manusia yang cacat Fah, kamu lihat!”

Taksa melepaskan sepatunya, ia menarik kain celana kananya, terlihat kaki prostetik selutut menggantikan kaki kananya.

“Kakiku buntung sebelah, Aku ini seorang tunadaksa, dan pengidap penyakit mental bipolar. Lihat kaki ini, ini adalah hasil salah satu percobaan bunuh diriku yang gagal. Kamu masih mau menerimaku dengan ikhlas hah? Coba katakan dengan jujur tentangku setelah melihat ini semua!”

Akifah menahan tangisnya dengan tangannya, shock yang dirasakan Akifah, membuat hatinya luluh lantah, seperti ada terjangan pisau menghantam hatinya, suaminya ternyata sangat berbeda dengan yang Akifah bayangkan.

Akifah mengira Taksa hanya seorang lelaki yang hanya berbeda empat tahun dengan dirinya, tentunya dengan kepribadian normal persis manusia di sekitarnya selama ini.

Akifah mendekati Taksa, memeluk tubuh Taksa.

“Aku akan tetap menerimamu sebagai imam, aku tidak akan goyah dengan pendirianku A,” ucap lirih Akifah.

“Beraninya kamu membohongiku!”

Tangan Taksa kasar mencoba melepaskan pelukan Akifah. Ia mendorong tubuh Akifah dengan kasar, Tubuh Akifah tersungkur ke lantai.

“Kamu berbohong, kamu pasti berat menerimaku sebagai suamimu, kamu jangan munafik, kalau kamu mau menceraikanku, aku akan berikan yang kamu mau, uang? rumah? mobil? Perhiasan?!” tanya Taksa menggebu-gebu.

Astagfirullah A, aku tidak akan mau walaupun Aa memberikan harta yang sangat banyak kepadaku, aku tidak akan tergoda, sebaiknya Aa renungkan kembali perkataan Aa, aku akan menuruti Aa untuk pisah kamar terlebih dahulu. Assalamualaikum.”

Akifah keluar dari kamar. Taksa membawa kopernya ke dalam kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Air mata Akifah tidak kuasa mengalir. Hatinya remuk.

Akifah merasa kesal kepada keluarganya yang diam tidak memberitahu perihal kekurangan yang dimiliki oleh Taksa, kalau kedua keluarganya saling terbuka, kejadian mengerikan ini, mungkin Akifah akan sedikit siap menghadapi semua cobaan ini.

Tubuh Akifah luruh di depan pintu kamar Taksa. Menangis dalam diam. Isakan sesekali terdengar, air mata yang menderai membasahi pipinya menjadikan saksi bahwa dirinya begitu merasa gagal menjadi seorang istri.

Suara lemparan barang dan teriakan terdengar di dalam kamar Taksa, membuat Akifah tersentak dalam takutnya. Tidak kuasa untuk Akifah menerobos kembali ke dalam kamar.

Biarkanlah suaminya itu tenang dengan sendirinya.

_____

RADAR KEMBALI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang