Pertemuan manis itu kembali terkuak dalam lukisan ingatan yang kini diam, tak pernah terungkap oleh keduanya.
-Epilog-DJOGJAKARTA.
Dua puluh lima tahun yang lalu.
"Taksa jangan lari-lari!" Suara muda dari Aisyah yang masih dengan senyum ringan, rambut yang tergerai hitam tanpa sedikit pun memperlihatkan uban.
"Ibu, Taksa ketemu sama peri cantik," ucap Taksa sambil membawa satu anak perempuan kecil dengan rambut kecoklatan di urai panjang.
"Kamu dapat dari mana peri kecil ini?"
"Tuh, di situ, bapak tadi lagi ngobrol sama temanya, terus temanya bawa peri ini."
Taksa menggengam tangan sang peri dengan erat, tiba-tiba saja Taksa mencium sang peri di pipi dengan rona merah.
"Taksa, suka sama perinya?"
"Iya bu, Taksa suka, dia sangat cantik, nanti Taksa nikah sama peri boleh?"
Sang peri hanya menundukan kepalanya, tidak berani menatap sosok Aisyah di depannya.
"Peri mau nikah sama pangeran Taksa kan?" Tanya Taksa yang kini ikut menundukan kepalanya mencari pandangan mata sang Peri yang sedari tadi menundukan kepalanya.
Sang peri hanya mengangguk, Aisyah seketika tertawa melihat tingkah lucu anaknya yang sangat ceria.
"Tapi bilang dulu sama Abi, nanti kalau boleh hari besok juga kita bisa nikah," ucap sang peri polos.
"Akifah," panggil Gusla dari kejauhan, dia tengah berjalan sambil menggandeng satu anak laki-lakinya.
"Iya Abi, ada apa?" Tanya sang peri, bernama Akifah.
"Anak Abi, main sama Taksa? Gimana seru? Sampai abangmu ini di abaikan."
"Bang Ahmad sudah besar, bisa main sendiri."
"Siapa juga yang mau main sama anak kecil cengeng," timpal Ahmad yang fokus tengah bermain game.
"Abi, abi, Akifah mau nikah sama kakak Taksa boleh?"
Gelak tawa dari dua pasang suami istri itu pecah, mendengar ungkapan Akifah yang sangat manis.
"Iya, nanti besar kalian akan menikah," jawab Gusla dengan senyum mengembang.
"Hihihi, tuh kan kak, kita bisa menikah."
"Janji kita akan menikah?"
"Janji kak."
🍀🍀🍀
Bandung, Lima belas tahun lalu.
Hujan nampak sangat pilu ketika turun jatuh ke bumi, Taksa tengah berlari sekuat tenaga, air matanya tersamarkan oleh riak rintik yang jatuh.
"Arghhhh!" Taksa beberapa kali berteriak di jalan yang sangat sepi, dahan pohon bergoyang karena angin yang kencang.
Tubuh remajanya yang ringkih kini luruh di tengah aspal dingin, tanganya memeluk kedua kakinya dengan erat, menelusupkan wajahnya di antara lututnya.
Dinginya hujan kini tidak terasa oleh Taksa, seakan hujan yang menghujami tubuhnya adalah serpihan paku dan kaca yang sedang merobek-robek tubuhnya.
Tangisan pilu itu mengundang seorang perempuan yang masih berseragam SMP yang memegang payung berwarna biru muda untuk menghampiri si pemilik tubuh ringkih itu.
Memayungi Taksa agar sang pemilik tangis itu, tidak kembali terhujani, Taksa terus menangis sangat lama, tubuh Taksa sadar ada seseorang yang sedang melindunginya dari serpihan kaca dan paku yang menghujaminya.
Rasa tenang itu kini mendera di tubuh Taksa, tangisnya kini semakin kencang, karena rasa aman itu, hujan semakin kencang, dan perempuan itu masih setia berdiri memayungi Taksa.
"Kenapa lo rela payungi gue?" Tanya Taksa yang wajahnya masih menelusup di sela lutut kaki yang di peluknya.
"Entahlah, Aku merasakan pilu mendengar tangisanmu itu."
"Lo pergi, gue gila, lo mau gue celakai?"
"Eh iya gila? Ya ampun, aku memayungi seorang yang gila yah?"
"Kalau lo udah sadar, sekarang lo pergi."
"Kak, kalau gila, kakak sudah berpose tak pakai baju di sini, masa nangis di tengah jalan aja di sebut gila. Itu namanya cengeng tau."
"Orang kampung udik."
"Dih, Dasar orang kota Cengeng, kalau kakak gitu ngomongnya aku pergi dulu ah."
Sang perempuan pun membawa payungnya lalu berjalan berlalu meninggalkan Taksa yang kini mengangkat kepalanya, mencari tubuh perempuan yang memayunginya.
Punggung yang indah seakan terbawa hanyut oleh angin, membuat Taksa terpana, kepala yang di tutupi oleh kerudung putihnya itu sukses membuat matanya tak berpaling.
Tiba-tiba saja sang perempuan berbalik, tanganya melambai kepada Taksa.
"Kak aku lagi berusaha, besok mau ulangan doain yah, aku juga berharap kakak terus di berkahi kebahagian."
Taksa hanya tertegun melihat sang perempuan dari kejauhan.
"Kakak jaga kesehatanya, kayaknya kita akan bertemu lagi deh, aku janji bakal meluk kakak saat nangis kalau ketemu, dadah kakak."
Taksa hanya bisa melihat samar wajah perempuan itu dari kejauhan. Tersenyum lega karena itu.
"Iya gue pegang janji itu."
-----
Kayaknya sampai di sini akhir perjalanan mereka.
Nanti kalau ada kesempatan aku akan menulis lebih, ini hanya sebagian kecil yang aku tulis kok.Salam sehat semuanya.
Aku pamit dari cerita ini.
Terima kasih sudah mau baca.Eh iya!
AKU INGIN TAHU DONG KESAN DAN PESAN, SETELAH KALIAN BACA CERITA INI.
SILAHKAN KOMEN DI SINI YA 🥺✨👉
Peluk hangat dari Kelinci
KAMU SEDANG MEMBACA
RADAR KEMBALI [SELESAI]
RomanceAkifah mempunyai kekasih spesial, fisik kekasihnya yang tidak lengkap dan psikis yang sudah terlukai, membuat Akifah harus lebih bersabar menghadapi suami spesialnya. "Ini adalah kisahku, seorang istri yang sedang berjuang dengan imam bipolarku dala...