Jantung makin deg-degan. Ini anak serius mau tidur di sini? Alasannya apaan? Allah ....
"Tidur di sini? Untuk apa, Rayendra?" tanya Mas Dewa.
Jangan kasih dia tidur di sini, Mas! Karena aku juga nggak mau jadi sekamar sama kamu. Enak aja, hukuman buat kamu bahkan belum aku jatuhkan. Masa iya sekarang bakal satu ranjang. Ogah pokoknya!
"Orang tua saya lagi pulang kampung, Pak. Di rumah nggak ada siapa."
"Terus kamu takut di rumah sendiri?
"Bukan, Pak."
Dih, lama banget dah tanya jawabnya. Langsung aja bilang alasan absurdmu nginap di sini tuh apaan, Ray!
"Kalau bukan takut, terus apa?"
"Saya nggak bisa tidur kalau nggak pegang ketek bapak atau ibu saya, Pak."
Subhanallah. Ini anak parah. Bikin ngelus dada berkali-kali. Jadi alasannya adalah nggak bisa tidur tanpa megang ketek? Astaga, Rayendra!
"Ray, kamu serius udah seumur gini masih megang ketiak?"
Mas Dewa lalu tertawa kecil setelah bertanya, sedangkan aku terus menggeleng. Benar-benar nggak percaya dengan apa yang diucapkan sama tuh bocah. Wajah imut sama ganteng, dan ternyata kebiasaannya juga nggak kalah dari itu. Gila ini namanya.
"Beneran, Pak. Saya nggak bakal tidur kalau belum megang ketek. Saya udah datangi teman-teman, tapi orang tua mereka nggak mau, Pak. Terpaksa saya ke sini."
Alasanmu, Ray! Melas banget lagi tuh suara. Lagian aku nggak yakin dia datangi rumah teman-temannya. Palingan juga bohong. Ckckck!
Sekarang rasanya pengen keluar terus ngusir Rayendra, tapi jadinya kan aneh di depan Mas Dewa. Apalah daya, cuma bisa nempelin badan ke pintu sambil masang pendengaran baik-baik. Sesekali juga perbaiki rambut yang nutupi telinga. Momen langka tak boleh terlewatkan.
"Jadi maksudnya kamu mau tidur sama saya dan pegang ketiak saya, Ray?"
Dodol kamu, Mas! Usir aja dia. Suruh pergi. Ngapain pula pakai diladeni?
"Iya, Pak. Boleh, ya? Sekali ini aja, Pak," jawab Rayendra memelas.
Sekali ini aja kepalamu miring! Bohonglah. Besok-besok juga bakal datang dengan ide gila lainnya. Kemarin numpang toilet, sekarang numpang tidur, besok bisa jadi numpang hidup selamanya di sini. Aku mengembuskan napas kasar. Kesel banget dah sama anak ini.
"Yaudah, masuk. Kita tidur di kamar tamu, ya."
"Makasih banyak, Pak."
Setelah Rayendra berucap, terdengar pintu dikunci. Aku buru-buru balik ke ranjang. Takutnya nanti Mas Dewa mampir ke sini dulu dan ketahuan deh kalau aku nguping. Cuma dipikir-pikir, suamiku itu baik banget sama orang. Buktinya dua kali Rayendra ngasi alasan aneh, tetap aja dia percaya. Lah, giliran sama istri sendiri malah disakiti. Kamu emang perlu dikasih pelajaran, Mas. Lihat aja besok!
Sunyi, tak ada suara lagi. Mereka udah pada tidur atau gimana? Jadi kepo aku. Hemmm ....
Baru mau turun dari ranjang, layar ponsel nyala. Ada notif WhatsApp. Deg-degan pas liat nama pengirimnya.
[Saya tahu Ibu belum tidur. Ibu juga pasti tahu saya nginap di sini.]
Ya, aku tahu. Terus ngapain lagi kamu WhatsApp buat bilang ginian doang?
[Saya sengaja tidur di sini, biar Ibu dan Pak Dewa nggak bisa tidur bareng. Saya nggak terima kalau Ibu yang udah jelas-jelas diselingkuhi, masih juga disentuh-sentuh.]
Tanpa kamu ke sini pun aku nggak tidur sama dia, Ray. Dasar bocah, emang sok pintar.
[Dan alasan saya nggak bisa tidur tanpa megang ketek itu bohong, Bu.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikejar Berondong[Sudah Terbit ]
RomanceCERITA INI SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK CETAK DAN E-BOOK. [Ibu gitu deh, WA saya nggak dibalas.] [Bu ....] [Kok, jahat, sih, Ibu?] Ya Tuhan, pipiku terasa sakit karena tersenyum lebar. Anak ini sungguh menciptakan suasana yang baik untuk hatiku. Lalu...