Kedewasaan

6.1K 423 104
                                    

Berkali-kali pesan terakhir dari Rayendra aku baca. Iya, benar. Semua harus terjadi seperti ini. Memang mau jadi apa jika anak itu terus mengejarku? Bahkan dari awal pun aku sudah melarangnya agar tidak berbuat hal nekat.

Dia mundur secara teratur bukan karena lelah untuk berjuang. Namun, karena sadar jika percuma saja memaksa hati yang tak membalas rasa untuknya. Selama ini Rayendra sudah menghabiskan banyak waktu demi mendapatkan perhatianku. Untuk segala tingkah konyol dan keberaniannya, dia patut diapresiasi. Terlebih juga tentang kedewasaan yang dia tunjukkan sekarang.

Kupikir dia akan kekeh mempertahankan perasaannya. Lalu berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkanku. Ya, tapi ini jelas lebih baik. Aku pun sebenarnya ingin membicarakan agar dia berhenti mengganggu. Ah, aku jadi tidak perlu menambah sakit hati Rayendra atas perkataanku. Cukup sudah semua dan berakhir ....

Akan tetapi, terasa masih ada yang mengganjal. Tentang ketidakjujuranku pada Mas Dewa, juga cincin dari Rayendra yang masih ada di lemari. Baiklah, mari selesaikan satu-satu.

Kembali aku menatap ponsel yang tanpa sadar layarnya sudah mati. Bengong, sih, dari tadi. Eh, pas buka kunci ternyata aku masih ada di kolom chat Rayendra dan anak itu baru saja off. Jadi pasti dia tahu aku sudah membaca pesannya.

Ini sudah jam sebelas malam, Rosa sudah tidur belum, ya? Ah, coba chat saja.

[Kak Ros, oh, Kak Ros ....]

Aku lalu berbaring sambil menunggu balasan guru berambut seleher itu.

[Ya, ada apa, Upin?]

Peak! Malah jadi kartun Upin Ipin kami.

[Mau curhat tentang Ray.]

[Kenapa dia?] Cepat dia membalas disertai emoticon mata mengeluarkan jantung merah.

[Semua udah berakhir. Dia sadar kalau selama ini salah.]

[Bagus itu. Harga dirimu sebagai guru juga nggak jatuh depan dia.]

[He'em. Cuma aku bingung, kayaknya dia tahu Mas Dewa selingkuh.]

[Suamimu selingkuh?] Rosa mengirimkan emoticon marah.

Dodol! Pakai keceplosan pula aku ngetik. Rosa memang belum tahu tentang ini. Kejadian kemarin itu rasanya begitu cepat dan memusingkan. Jangankan teman, orang tuaku dan Mas Dewa pun belum mendapat kabar.

[Besok-besok ajalah ceritanya.]

Malas sekali jika harus membicarakan tentang itu lagi.

[Oh, ya, An. Ada sepuluh kandidat yang bakal diseleksi untuk lomba housekeeping nanti. Rayendra masuk, loh. Tadi KaJur(Kepala Jurusan) ngumumin.]

Lah, apa pula ini? Tandanya sekarang aku dan anak itu akan sering berinteraksi. Ah, nggak kebayang deh, ya. Harapanku Rayendra tetap fokus selama pelatihan.

[Thanks infonya, Ros. Aku tidur dululah. Perut berasa nggak enak.]

[Awww awww. Jangan-jangan kamu hamil?]

Deg!

Wajahku seketika menghangat membaca balasan Rosa. Tangan pun langsung mengelus perut sendiri. Benarkah aku hamil? Jika iya ....

[Nggak tahu. Udah, ah. Night.]

Rosa lalu mengirimkan balasan emot peluk juga cium.

Dada berdebar-debar tak menentu membayangkan jika benar dalam perut ini ada kehidupan lain. Dih, kenapa aku jadi senyum-senyum gini, sih?

Mending kamu bobo, Anty. Ini udah malam.

🍃🍃🍃

Kembali bersama dengan orang yang pernah mengkhianati kita adalah suatu hal yang tak mudah. Bayang-bayang Mas Dewa bermesraan dengan gadis itu terus bermunculan di benak. Lalu ada satu tanya yang datang, apakah Mas Dewa akan marah jika tahu kelakuan Rayendra?

Dikejar Berondong[Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang