Laju motor Arkana berhenti di sebuah danau. Diaa turun dari motornya dan berjalan menuju pohon yang cukup rindang di tepian danau. Dengan hati-hati pemuda tampan itu membuka jaketnya untuk melihat lukanya. Dan benar, lukanya bisa dikatakan cukup dalam sehingga darah masih keluar. Dia mengambil sapu tangan dan membalutnya.
"Awwsh.." Rintihnya saat sapu tangan itu mulai mengenai lukanya.
"Brengsek! Kenapa susah banget buat balut doang?" Kesalnya sambil melempar sapu tangan itu.
Tak ingin repot membalut lukanya lagi, dia pun pasrah dan membiarkan lukanya yang terus mengeluarkan darah. Seolah tak peduli dengan lukanya, Arkana berbaring bersandar di atas akar pohon. Kedua katanya terpejam seraya merasakan hembusan angin yang tak terlalu kencang.
Udara yang segar itu membuat hati Arkana yang semula penuh dengan amarah kini semakin membaik dan menjadi tenang. Perlahan dia membuka matanya dan dia menerawang jauh ke langit yang mulai gelap, mentari pun sudah tak menampakkan dirinya. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini langit terlihat gelap. Tak ada satupun bintang yang menampakkan diri meski hari telah gelap.
Suasana sangat hening, hanya terdengar deruan nafas Arkana yang terdengar kasar. Tempat itu memang tak terlalu ramai. Jarang ada orang yang mau berkunjung ke tempat itu. Itulah salah satu alasan Arkana memilih tempat itu untuk menjadi tujuannya saat hatinya tengah gundah.
"Andai aja kalian masih menjadi kalian yang dulu, mungkin hidup gue nggak akan sehancur ini." Gumam Arkana menatap lurus ke atas. Perlahan matanya terpejam walau sebenarnya tak tidur.
"AAAARRGH..!!" Teriak Arkana frustasi sesaat setelah berdiri menghadap danau.
"Kenapa kalian egois? Kenapa kalian cuma mikirin hidup kalian? Kenapa kalian nggak peduli sama gue?" Gumamnya lirih dan jatuh terduduk.
"Kalau mereka nggak peduli sama loe, kenapa loe bisa jadi kayak gini? Loe bisa sebesar ini? Loe naik motor kemana-mana? Loe bisa ngapain aja sesuka hati loe?" Tanya balik seorang gadis yang berdiri di sampingnya.
"Loe lagi. Gue udah bilang nggak usah urusin hidup gue. Loe nggak kenal siapa gue, jadi nggak usah sok peduli sama hidup gue." Sentak Arkana berdiri membelakangi gadis yang tak lain adalah Dania, gadis cantik yang baru ditemuinya hari ini.
"Gue peduli sama loe, karena gue kasian. Gue tau loe jadi cowok nakal cuma cari perhatian aja." Sindir Dania sembari menarik tangan Arkana yang terluka.
Dengan lembut gadis cantik ini membersihkan luka Arkana, tubuh Arkana yang semula berpaling dari Dania menjadi berhadapan. Ketika dibersihkan lukanya, kedua mata Arkana tak berpaling dari gadis yang tengah berkutat dengan lukanya. Kelembutan tangan gadis itu mengingatkannya pada seseorang.
"Lain kali kalo terluka itu cepet diobati. Jangan dibiarin nanti infeksi. Jangan suka ngremehin penyakit!" Pesan gadis yang memiliki rambut panjang itu.
Sesaat setelah melilitkan perban di luka Arkana dan beranjak pergi.
Sedangkan Arkana berdiri dalam diam. Tak ada niat sedikitpun dalam benaknya untuk menghentikan gadis cantik itu. Pandangannya lurus ke depan. Dia tengah berkutat dengan pemikirannya.
"Aneh. Kenapa dia ngingetin aku sama dia? Tapi nggak mungkin kalo cewek sok kenal itu adalah dia."
"Aaargh... Buat apa juga gue peduli? Siapa pun dia, gue nggak peduli. Toh dia nggak ada hubungan apapun sama dia." Teriak Arkana kesal.
Dengan langkah ringan, Arkana kembali ke motornya yang diparkir tak jauh darinya dan melaju ke rumah.
***********
Sampai di depan rumah, pemuda yang tampak pucat ini disambut oleh seorang gadis yang memiliki wajah manis. Sasa, itulah nama gadis itu. Kedua tangannya sudah berkacak pinggang dengan matanya yang melotot ke arah Arkana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANA
Teen FictionArkana Hardiansyah, pemuda tampan dengan predikat badboy karena suka bertarung. Banyak gadis tergila-gila dengan ketampanannya,tapi tak ada yang berani mendekatinya karena sisi garangnya itu. Namun ada satu gadis yang berani mendekatinya, yaitu Dani...