Hari berlalu dengan cepat, tugas matahari telah digantikan oleh bulan. Sinar bulan dan gemerlap bintang menghias langit gelap. Riuh keramaian muda mudi ini membuat bising telinga. Suara motor tak mau kalah untuk membuat bising.
"Ar, loe udah siap?" Tanya pemuda tampan ini pada pemuda satunya yang dipanggilnya 'Ar' atau lebih tepatnya Arkana. Pemuda yang mukanya masih tampak terluka ini sudah duduk di atas motornya.
"Bima, loe tahu siapa gue, gue selalu siap buat balapan. Apalagi sekarang taruhannya lumayan." Jawab Arkana santai.
"Ar, bokap loe kan ada di rumah. Nggak takut dimarahin lagi loe?!" Peringat Roni sembari memegang bahu Arkana.
"Bener tu, Ar. Ntar kalo bokap loe tau loe balapan lagi, bisa dihajar habis-habisan loe. Lagian loe nggak kasihan sama Bang Ardian sama Sasa, mereka pasti khawatir sama loe." Tambah Alvian.
"Kalian udah kayak ibu-ibu, kebanyakan bacot. Kalo pun ntar bokap gue mau hajar gue, biarin aja. Itu urusan gue. Gue bukan urusan kalian." Sentak Arkana.
Pemuda tampan ini memang sangat membenci jika ada orang yang membicarakan keluarganya di hadapannya, terlebih jika yang dibicarakan adalah sang papa.
"Terserah loe!! Gue udah peringatin loe. Kita cuma nggak mau loe kenapa-napa doang." Roni dan Alvian hanya bisa pasrah dengan sikap keras kepala Arkana. Kedua pemuda ini menatap sendu sahabat mereka ini.
"Thanks, kalian udah care sama gue." Arkana menstater motornya ke garis start. "Gue kesana dulu."
Sepeninggal Arkana, Roni dan Alvian beranjak ke motor mereka. Sedangkan Bima hanya menatap bimbang kepada orang yang sudah bersikap baik padanya itu. Dari tatatapannya, tampak sebuah penyesalan mendalam terlukis di sinar matanya itu.
Huft.. Bima menghembuskan nafasnya berat, menetralkan dadanya yang sesak. Tiba-tiba handphonenya bergetar, ia langsung mengambilnya dan mengangkatnya.
CALL ON
"Hallo, kenapa Bang?"
"..............."
"Bang, gue nggak mungkin terus-terusan bohongin Arkana. Apalagi selama ini dia udah baik sama gue. Gue nggak bisa ngelakuin ini."
".................."
"Udahlah Bang. Stop buat nyakitin dia. Yang ada masalah sama keluarga kita kan bokapnya, bukan Arkana."
"................"
"Terserah apa kata loe lah. Dari dulu kan loe nggak pernah mau dengerin gue."
"................."
"Oke, gue bakalan turutin mau loe kali ini. Tapi gue nggak tau sampe' kapan gue bakalan bantuin loe."
CALL OFF
Bima memencet tombol merah. Ia mendengus kesal. Dari nada bicaranya, sepertinya dia sudah sangat kesal dengan orang yang menelponnya itu.
********************
Balapan di mulai, lima motor sudah melesat cepat termasuk motor Arkana melewati garis start. Ketika Arkana melajukan motornya saling mendahului dengan motor lain, Roni dan Alvian hanya bisa berdiri di tepi jalan. Kedua remaja ini hanya bisa melihat Arkana dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Ya ampun, Ar." Sentak Roni saat melihat motor Arkana melaju tak beraturan. Dengan tangan kiri yang memegang dadanya.
"Rin, si Arkana kenapa?" Tanya Alvian yang ikut khawatir.
"Gue juga nggak tau, tapi kayaknya dia masih sakit deh. Tadi gue liat dia masih pucet."
"Semoga Arkana baik-baik aja." Batin Bima yang berada sedikit jauh dari arena balap.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANA
Teen FictionArkana Hardiansyah, pemuda tampan dengan predikat badboy karena suka bertarung. Banyak gadis tergila-gila dengan ketampanannya,tapi tak ada yang berani mendekatinya karena sisi garangnya itu. Namun ada satu gadis yang berani mendekatinya, yaitu Dani...