Delapan

1.2K 77 0
                                    

Tempat yang bernuansa putih pucat dan berbau khas obat-obatan. Seorang pemuda berlumur darah di dorong di atas sebuah bangkar, selang oksigen terpasang di hidung mancungnya. Tampak seorang pemuda lainnya yang tengah panik dan khawatir dengan keadaannya.

"Tuhan, lindungi adikku." Batin pemuda yang diketahui bernama Ardian ini. Kekhawatiran terlukis jelas di wajahnya yang terdapat banyak luka lebam.

Bangkar yang membawa Arkana memasuki R. UGD, tentunya Ardian dilarang masuk. Walaupun dia seorang calon dokter, dia belum bisa memastikan kondisi adik semata wayangnya. Yang ia tahu, kondisi Arkana parah. Bayangkan saja, darah membanjiri hampir seluruh bagian tubuhnya.

"Tuhan, kuatkanlah adikku." Batin Ardian berdoa.

Ardian mengambil handphone-nya untuk menelpon orangtuanya. Tapi apa yang ia dapat. Telponnya direject oleh Papa maupun Mamanya. Wajahnya tampak panik dan frustasi. Setelah berkali-kali menelpon sang papa, akhirnya telponnya diangkat juga.

CALL ON

"Hallo, Pah. Papa ke rumah sakit sekarang ya. Arkana masuk rumah sakit."

"Memangnya anak itu membuat ulah apa lagi? Memang anak nggak tau diuntung. Yang bisa dilakukannya hanya merepotkan orang."

"Ini bukan salah Arkana, Pah. Tapi ini karena aku. Arkana masuk rumah sakit gara-gara aku."

"Udahlah. Kamu nggak usah membela anak berandalan itu. Kamu aja yang menemani dia. Papa sibuk, masih banyak urusan. Sebentar lagi papa rapat."

"Tapi, Pah. Arkana butuh Papa dan Mama."

"Kenapa kamu nggak telpon mama kamu?"

"Handphone Mama nggak aktif, Pah. Please..... Papa dateng ya.. Arkana butuh Papa sekarang."

"Papa sibuk, rapat papa mau dimulai. Kamu saja yang temani dia."

CALL OFF

"Aaaargh... Kenapa sih Papa sama Mama kayak ini? Apa sebegitu pentingnya pekerjaan dibandingkan anaknya?" Teriak Ardian frustari. Ia mengacak rambutnya.

*************************

Langit mendung, udara dingin menusuk tulang. Seorang gadis cantik berdiri sendirian di balkon kamarnya. Kedua matanya menatap lurus ke arah langit.

"Terkadang gue bingung sama diri gue sendiri. Kenapa sih gue ngelakuin hal kayak gini sama Arkana?" Gumamnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada.

Perlahan gadis berambut panjang ini duduk di lantai. Kedua tangannya memeluk kakinya. Pandangan matanya menatap lurus ke depan. Pikirannya melayang jauh entah kemana.

"Walaupun Arkana itu berandalan, tapi dia orang yang baik. Kenapa dia benci banget sama Arkana? Emangnya apa sih salah anak itu?" Gadis cantik bernama Dania ini menunduk lesu.

"Aaargh.. Kenapa gue jadi mikirin Si Brandalan itu sih? Dania.. Dania.. Inget sama tugas loe, tugas loe cuma mata-matain Arkana, bukan ngasihanin berandalan itu. Sadar Dania." Dania memukuli kepalanya sendiri bermaksud membuang semua pemikiran tentang Arkana.

"Seorang Dania nggak akan pernah memperdulikan orang lain, apalagi cowok berandalan kayak Arkana. Semangat, Dan?!" Dania beranjak berdiri memasuki kamarnya.

BRUKK.. Gadis cantik ini membaringkan tubuhnya ke tempat tidurnya. Kemudian menutup kedua matanya. Berharap Arkana pergi dari otaknya.

**************************

Di tempat lain seorang pemuda berperawakan tinggi putih tengah berbicara dengan pemuda lainnya. Tampaknya pemuda itu tengah bersitegang dengan pemuda lainnya.

ARKANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang