Sebelas

1.7K 89 5
                                    

Maaf baru bisa update. Kemarin2 ada kerjaan dan kesibukan yang harus diselesaikan. Jangan lupa kasih vote n comment-nya ya.. 😊😊

*******************

Waktu berjalan sangat cepat, mobil Ardian kini sudah terparkir di halaman rumah sakit. Segeralah dua orang suster membantu Ardian untuk memindahkan Arkana ke ruang UGD. Tampaknya kekhawatiran semakin menjadi dibenak Ardian. Saat Arkana masuk ke dalam ruang UGD, dokter melarang Ardian untuk ikut masuk.

Perlahan Ardian melangkahkan kakinya untuk duduk di kursi tunggu. Kedua tangannya menutup wajahnya yang tampan. Dia mengacak-acak rambutnya. Frustasi. Ia tak menyangka adik yang selama ini terlihat tegar dan kuat kini terlihat rapuh dan lemah.

"Kenapa loe nggak pernah cerita sama gue tentang semua masalah loe? Kenapa semua ini loe pendam sendiri?" Lirih Ardian menatap sayu ke arah pintu ruang UGD yang tertutup rapat.

"Gue tahu loe emang kuat. Tapi bagaimana pun juga, loe itu manusia yang bisa lemah. Gue ngerasa udah bener-bener gagal jadi kakak loe. Bukannya ngejagain loe, gue malah jadi sumber penderitaan loe." Sesal Ardian menitihkan air matanya.

"Loe harus kuat, Ar. Loe harus bertahan. Gue janji, gue bakalan jadi Kakak yang baik buat loe. Kita pasti mempersatukan keluarga kita lagi. Gue janji, Ar.." Ardian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Airmata terlihat mengalir dari kedua matanya.

Suasana terasa sangat sunyi dan sepi. Hanya terdengar suara roda bangkar yang bergesekan dengan lantai. Terkadang terdengar pula isakan tangis. Pandangan mata Ardian mengelilingi setiap lorong rumah sakit. Tatapannya tampak kosong.

CKLEKK.. Tak lama, pintu ruang UGD terbuka. Keluarlah Arkana yang sudah berganti pakaian menjadi seragam rumah sakit. Yah, walaupun kancingnya di bagian atas tak terpasang. Beberapa kabel menempel di dada yang tak bidang. Selang oksigen bertengger di hidung mancungnya. Sedangkan di tangan kanannya menancap selang infus.

Melihat Arkana keluar dari ruang UGD, sontak Ardian menghampiri sang dokter untuk menanyakan kondisi adik semata wayangnya. Miris. Kata yang tepat untuk merealisasikan perasaan Ardian saat melihat kondisi Arkana.

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok? Nggak ada yang parah kan?" Tanya Ardian penuh kepanikan.

"Lebih baik kita bicarakan di ruangan saya. Banyak yang harus saya sampaikan." Pinta sang dokter sopan.

"Tapi, adik saya baik-baik aja kan, Dok? Tidak akan terjadi sesuatu padanya, kan?" Jawaban dokter membuat kekhawatiran semakin merajai hati seorang Ardian.

"Saat ini kondisi Arkana sudah stabil. Walaupun kondisinya masih bisa dibilang sangat lemah." Jawab dokter.

"Syukurlah, jika memang kondisi Arkana sudah membaik." Senyuman miris terukir di bibir merah Ardian.

"Tapi.." Dokter menghentikan kalimatnya.

"Tapi apa, Dok?" Ardian bingung.

"Mari ikut saya.." Ajak sang Dokter.

Ardian mengikuti langkah sang dokter sampai langkah mereka terhenti di depan sebuah ruangan yang pintunya berwarna putih pucat. Lalu, keduanya masuk ke dalam.

"Apa, Dok? Apa yang terjadi pada adikku? Dia baik-baik saja, kan?" Tanya Ardian yang sudah tak sabar untuk mengetahui kondisi adik semata wayangnya.

"Kamu tenang dulu."

Dokter duduk di kursinya, diikuti oleh Ardian duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter.

"Bagaimana mungkin saya bisa tenang, kalau saya tidak tahu apa yang terjadi pada adik saya?"

ARKANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang