"My happiness is dimmed for a while"
-Amanda-🌻🌻🌻
Suara radio musik itu terdengar sangat kecil, bahkan sampai tidak terdengar sama sekali. Awan-awan yang sangat putih diluar sana bergerak membentuk sebuah kelompok sehingga tampak menjadi lebih kehitaman. Tetesan demi tetesan air hujan mulai turun ke bumi.
Begitu juga tetesan air mata Amanda yang terus mengalir sedari tadi. Bahkan dia merasa, alam seperti sedang mewakili perasaanya.
Berbeda dengan Amanda, perempuan yang sekarang tengah menyetir mobil hanya terdiam membisu. Ia terlihat sangat kecewa. Namun, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia merasa sangat kasihan pada anaknya itu.
Kini Amanda tengah bersama dengan bundanya. Setelah akibat kejadian tadi, bundanya dipanggil oleh bu Ratna ke sekolah dan alhasil Amanda mendapatkan sebuah surat peringatan.
Mobil mereka sampai di depan sebuah pagar besi tinggi yang masih tertutup. Mendengar suara mobil sang pemilik rumah, satpam yang sempat tertidur itu langsung membukakan pagarnya.
Amanda cepat-cepat turun dari dalam mobil dan berlari masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Sang bunda mengerti, bahwa anaknya memang membutuhkan waktu untuk sendiri.
Amanda membuka pintu kamarnya lalu menutupnya kembali sampai terdengar suara gebrakkannya. Dia melompat ke atas kasurnya, menenggelamkan wajah ke bantal sembari terus terisak.
Rasanya, meskipun ia ingin menghentikan tangisannya sekarang, ia tidak akan bisa. Hatinya sudah merasa sesak, sangat sesak. Semua yang ia tahan sejak dulu, seperti meledak begitu saja seperti bom yang sangat besar.
Hatinya terasa sakit.
"Gue memang orang paling bodoh di dunia. Gu-gue udah mengecewakan Ayah, Bunda, semuanya ...." Amanda merasa sangat frustasi.
"Semuanya udah berakhir ...." Amanda kembali terisak. "Gu-gue ... takut ...."
Tetesan air matanya kembali menderas. Semua hal yang sudah ia simpan selama 1 tahun belakangan ini seperti keluar begitu saja. Semua rahasia yang ia sembunyikan demi kebaikan semua orang malah menjadi boomerang baginya.
"Dari dulu sampai sekarang, gue selalu menahan rasa sakit akibat semua ucapan orang-orang. Ta-tapi gue selalu berpikir, kalau semua itu adalah bukti kalau mereka itu peduli sama gue." ucapnya.
"Tapi pada akhirnya, gue gak bisa terus menyangkal semuanya dengan pemikiran positif gue sendiri. Mau gue diam atau berani menyangkal, semuanya sia-sia. Karena pada akhirnya, gue cuman akan menyakiti semua orang."
"Dari dulu tujuan gue melakukan semua ini cuman satu. Semoga gak akan ada yang tersakiti, karena semua hal yang gue alami."
Dalam menit dan detik yang sama, Amanda menyadari bahwa tidak selamanya apa yang direncanakan olehnya sejalan dengan takdir Tuhan. Karena terkadang semuanya akan saling bertentangan.
🌻🌻🌻
"Amanda, ayo bangun ...! Bunda udah siapkan sarapan di bawah. Nanti kamu kesiangan, loh." Bunda terus mengetuk-ngetuk pintu kamar Amanda. Namun hasilnya nihil, tetap tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar.
"Man, kamu gak akan sekolah? Ayah udah nunggu tuh, di bawah," ucap sang Bunda.
"Gak." Amanda menjawab pendek pertanyaan Bunda. Namun, jawaban itu masih saja membuat Bunda merasa ragu.
"Em ... oke. Nanti Bunda bakal kasih tahu wali kelas kamu." Bunda pergi menuju meja makan yang langsung disambut oleh pertanyaan dari Ayah.
"Gimana? Dia gak mau sekolah?" tanya Ayah.
"Ya, gitu. Mungkin dia butuh waktu sendiri dulu," jawab Bunda yang langsung melanjutkan acara sarapannya.
Hening. Namun tak lama kemudian, bunda kembali berbicara.
"Tapi Yah, sebenarnya Bunda takut Amanda melakukan semuanya karena takut membebani kita," ucap Bunda.
🌻🌻🌻
Sudah dari pagi sampai malam, Amanda tak kunjung keluar dari kamarnya. Hal itu sukses membuat bundanya sangat khawatir. Apalagi hari ini ayah pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan.
"Amanda, buka pintunya nak!" perintah Bunda, "Manda?"
Bunda mulai gelisah. Dia pun teringat bahwa ada sebuah kunci cadangan di dalam gudang. Bunda langsung berlari ke arah gudang. Setelah menemukan kuncinya, Bunda buru-buru membuka pintu kamar Amanda.
Ketika pintu telah terbuka, bunda terlonjak kaget ketika melihat Amanda yang tidur meringkuk seperti setengah tak sadarkan diri. Bunda langsung memegang dahi Amanda.
"Kamu demam, Man. Ayo, sekarang kita ke dokter!" perintah sang Bunda.
"Enggak ... Manda ... ga-gak mau ... ke dokter," bantah Amanda. Bunda menatap iba anaknya yang kelihatan lemas sekali.
"Oke ... oke. Kita gak akan ke dokter," jawab sang Bunda.
🌻🌻🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Amanta✔
Teen Fiction❝Not perfect, but special❞ Memang tak ada yang sempurna. Tapi kamu bisa membuat dirimu menjadi sesuatu yang istimewa. Just love yourself. © Purple Eunoia, 2019