"I wish for happiness like this forever"
-Charity Barnum-🌻🌻🌻
"Emang gak kira-kira, ya! Justru yang childish itu Belva! Sebal gue jadinya," umpat Fani.
Setelah mendengar penjelasan dari Amanda, Fani tak henti-hentinya mengumpat pada Belva. Amanda yang menyaksikannya hanya tersenyum dan tertawa.
"Udah, ah! Gak baik lho, bicarain orang di belakang," ucap Amanda.
"Ya ... habisnya Belva itu memang suka seenak jidat. Gue juga dulu pernah jadi korbannya, walaupun gak terlalu parah," ujar Fani.
Amanda dan Fani tertawa. Namun, sebuah pertanyaan dari Fani membuat tawa Amanda terhenti.
"Terus, reunian nanti, lo bakal datang gak?" tanya Fani.
Amanda terdiam sebentar lalu berkata, "Kayaknya ... gue bakal datang. Karena, gak mungkin selamanya gue terus sembunyi dari semua orang di masa lalu gue."
"Gimana kalau misalnya, nanti Belva berlaku kayak dulu lagi sama lo? Gue khawatir penyakit mimpi lo itu makin parah lagi. Penyakit yang selalu terjadi setelah kejadian 'itu'. Dan gue tahu, itu semua terjadi karena lo terlalu stress dan depresi," ucap Fani.
Amanda tersenyum. "Makasih, udah mengkhawatirkan gue. Tapi, justru semakin gue menghindar, penyakit itu, bahkan ketakutan yang gue rasakan cuman akan menjadi semakin parah."
Fani mengangguk-angguk paham. Dia sadar, bahwa Amanda yang sedang berbicara dengan dirinya sekarang, bukan lagi Amanda yang dulu. Kini, Amanda mulai menjadi berani pada ketakutannya sendiri.
"Gue salut sama lo," ucap Fani.
Hari sudah semakin siang, namun Amanda dan Fani tak berhenti untuk terus berbicara, bersenda gurau, dan tertawa. Hari ini memang sangat menyenangkan bagi Fani dan Amanda.
Tak lama kemudian, sebuah suara menghentikan aktivitas mereka berdua. Sebuah suara yang sangat familiar di telinga mereka.
"Amanda? Akhirnya gue bisa ketemu sama lo, setelah sekian lama," ucap Andrian.
🌻🌻🌻
"Sebenarnya mau lo itu apa?! Gak mungkin kan, seorang Andrian mencari Amanda tanpa alasan," tanya Fani untuk kesekian kalinya.
"Gue harus bilang berapa kali lagi? Gue mau ketemu Amanda cuman buat minta maaf aja," jawab Andrian.
Fani masih tetap tidak percaya. Sekalipun Andrian akan terus mengucapkan hal itu sampai berjuta-juta kali.
"Udah, Fan. Gak apa-apa kok. Gue ... bakal bicara sama dia," sela Amanda. Fani mengangguk sebagai balasan.
Amanda dan Andrian menuju meja lain tanpa Fani. Karena Andrian berkata hanya ingin berbicara pada Amanda saja.
"Em ... jadi, gue mau minta maaf sama lo. Karena sebenarnya, dari dulu gue gak pernah sekalipun benci sama lo," jujur Andrian.
Amanda mengernyitkan dahi. Kalau misalnya, dari dulu Andrian tidak membencinya, lalu kenapa dulu dia sering sekali mengatakan kata-kata yang menyakitkan pada Amanda?
"Gue, sebenarnya ada di posisi yang sama kayak lo saat itu. Posisi di mana gue takut sama Belva," ucapnya.
Amanda tetap terdiam tak menanggapi.
"Karena Ayah gue juga sama kayak Ayah lo. Sama-sama kerja di perusahaan Ayahnya Belva. Jadi selama ini, gue bersikap kayak gitu karena Belva," lanjutnya.
Amanda hanya melayangkan tatapan mata tak pedulinya.
"Lupakan aja, semuanya. Toh, mau lo minta maaf dari dulu atau pun sekarang, gak akan ada bedanya. Luka yang lo sama Belva kasih ke gue gak akan pernah sembuh tiba-tiba," ucap Amanda.
"Ini itu bukan drama, An! Ini itu kehidupan nyata! Lo kira dengan minta maaf sama gue sekarang, gue akan luluh, gitu?!" lanjutnya.
Andrian tahu bahwa kesalahannya memang fatal. Tapi, semua orang pasti tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Meskipun hal itu bisa menyakiti orang lain.
"Tapi, Man. Gue juga tahu, rasanya gak bisa melakukan apa-apa kecuali tunduk dan mengikuti semuanya," ucap Andrian.
"Gue tahu, rasanya setiap kali hati lo sesak. Sampai-sampai lo harus pergi ke tempat sepi untuk melepaskan semuanya," lanjutnya.
Amanda kaget. "Jangan-jangan, yang membuat vas bunga jatuh saat itu, lo!"
Andrian mengangguk sebagai jawaban.
"Dasar brengsek lo!" maki Amanda.
"Bukan cuma itu doang. Gue tahu, setiap hari lo ketakutan kan, sama Belva dan semua orang yang ada di kelas bahkan satu sekolah?" tuduh Andrian.
Amanda mulai merasa jengkel pada Andrian. Dia, memang tidak pernah berubah.
"Seharusnya, lo itu ngaca! Lo itu gak usah sok menjagoi gue! Karena peran lo itu di sini gak pernah lebih sebagai anjing peliharaan Belva!" ucap Amanda.
"Lebih baik, lo pergi sekarang. Gak usah sok-sokan mengkhawatirkan gue! Gue gak perlu rasa iba dari lo. Gue bisa hadapi Belva sendiri. Karena gue, bukan Amanda yang dulu lagi," ucapnya.
"Tapi--" ucapan Andrian terpotong oleh ucapan Amanda.
"Gue pengin bahagia. Gak perlu yang lainnya lagi. Gue juga gak mau selalu terkungkung dalam kesedihan dan masa lalu," ucap Amanda.
Andrian mengalah. Dia berdiri dari tempat duduknya, lalu pergi sampai lenyap dari pandangan Amanda.
Dalam hati Amanda sadar, meskipun dia tidak pernah mendapatkan kebahagiaan yang utuh, setidaknya dia masih memiliki sedikit kebahagiaan.
Dan dia berharap, sedikit kebahagiaan ini bisa terus ia dapatkan selamanya.
-TAMAT-
🌻🌻🌻
Special tag GhibahWriters
KAMU SEDANG MEMBACA
Amanta✔
Teen Fiction❝Not perfect, but special❞ Memang tak ada yang sempurna. Tapi kamu bisa membuat dirimu menjadi sesuatu yang istimewa. Just love yourself. © Purple Eunoia, 2019