25 - Tasya : Cold

420 102 37
                                    


Ketika kamu sakit hati, air mata adalah teman setia yang memelukmu. Tapi bagaimana jika rasa sakit itu malah membuat air mata membeku?

Aku menggelengkan kepala untuk menyadarkanku dari lamunan. Aku seharusnya fokus mengajar kelas dasar tari balet sore ini. Kesebelas muridku sudah tak sabar memperlihatkan hasil latihan mereka tentang teknik dasar yang mereka kuasai padaku.

Tapi setiap kali aku melihat wajah ceria muridku dari balik lensa kamera, aku jadi melamnunkan orang yang telah pamit pergi dariku.

Tepatnya seminggu yang lalu, aku menundukkan kepala sambil menahan air mataku agar tak jatuh membasahi diriku sendiri.

"maafkan aku, Tasya"

Kalimat itu seharusnya tak terucap dari bibir kak Josi. dia tak perlu minta maaf karena tak bisa mencintaiku. Aku tahu dari awal kalau hubungan kami tidak akan ada masa depan. Tapi bukankah kita hanya hidup untuk hari ini? Kenapa kita harus memusingkan masa depan yang mungkin tidak akan pernah datang?

Asistenku menepuk pundakku. Aku menoleh. Hah, aku melamun lagi.

Kulihat wajah khawatir asistenku. Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum padanya. Aku tak ingin membuat orang lain khawatir pada diriku. aku harus kuat.

Seharusnya aku kuat.

Tapi nyatanya, setiap malam aku menangis di balik bantal. Tentu saja aku tak mau kak Hilmi mencemaskanku karena aku kurang tidur beberapa hari ini. Aku berusaha tersenyum setiap kali kak Hilmi menanyakan kabarku di rumah.

Padahal, aku tak bisa memejamkan mata sedetikpun semenjak kak Josi memelukku untuk terakhir kalinya.

Aku cemas memikirkan kemana kak Josi pergi. aku ingin menyusulnya. Apakah dia makan dengan baik. apakah tidurnya nyenyak. Apakah dia tersenyum lebih dari sekali dalam sehari. Aku ingin tahu semuanya tentang kak Josi.

Clara sama sekali tak mau memberitahuku kemana kak Josi pergi. kak Jihan juga lebih memilih menghindariku setiap kali kami bertemu di kafe salon milik Dina.

Aku ingin bertanya kepada seseorang tentang kak Josi, tapi sepertinya semua aksesku terputus begitu saja. kak Josi bukan tipe orang yang suka pamer di media sosial. Semua akunnya ditutup tanpa sebab. Bahkan nomorku di blokir oleh kak Josi.

Hah, seharusnya aku tak memberitahukan soal video itu ke kak Nina.

Seharusnya aku diam saja saat kak Josi menyimpan video dengan kak Cindy.

Kenapa aku ikut campur dan membuat semuanya jadi berantakan seperti ini?

Aku jadi teringat pada kak Hilmi. Saat pertama kali kami bertemu, kak Hilmi tersenyum padaku di depan pintu panti asuhan. Ia menyapaku dengan ramah. Aku menyenangi kakak tiriku yang mau membawaku pergi dari panti asuhan dan merawatku dengan susah payah.

Tapi aku tahu kak Hilmi merasa terbebani dengan kehadiranku. Aku hanyalah anak tiri yang ditinggalkan mama-ku di panti asuhan. Setiap malam, aku sering mengintip dari balik pintu kamar. Kak Hilmi selalu memandangi foto mendiang papa sambil merokok di balkon sendirian. pasti kak Hilmi rindu pada papa. Aku juga rindu pada papa yang belum sempat kukenal seumur hidupku.

Dan sekarang, aku juga rindu pada kak Josi. kenapa semua pria yang dekat denganku harus meninggalkanku secepat ini? Apakah aku tidak pantas untuk dicintai?

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kepalaku pening.

Aku sadar bahwa aku telah menyalahkan diriku sendiri.

Akulah penyebab semua hal buruk terjadi pada orang terdekatku.

Badanku terhuyung saat aku berusaha berdiri. Kakiku terasa ringan. Suara terakhir yang kudengar adalah teriakan murid-muridku.

Begitu aku membuka mata, aku tidak lagi berada di kelas. Ruangan ini terlalu putih. Kulihat selang infuse disampingku.

Aku menoleh kearah pintu yang terbuka.

"Tasya—kamu sudah sadar? Aku panggilkan dokter dulu"

Jemariku berusaha mencegah kepergian orang pertama yang kulihat di ruangan ini. Tapi aku bahkan tak bisa bersuara.

Setelah dokter memeriksaku, aku di minta untuk beristirahat total. Aku di diagnose anemia. Tentu saja aku sudah menduganya. Selama seminggu ini jadwal makan dan tidurku berantakan. Aku juga terlalu bersusah payah mengajar di kelas yang seharusnya kuserahkan pada asistenku. Semua itu kulakukan untuk mengalihkan perhatianku pada kak Josi. tapi sayangnya, fisik dan mentalku drop seketika.

"Tasya—"

"mana kak Hilmi?" tanyaku.

"Hilmi sedang di pesawat. Dia bilang akan segera datang"

"kak Yugi—"

"iya, Tasya?"

"kenapa kak Yugi disini?"

"hm itu—" kak Yugi mengusap tengkuknya sendiri. ia duduk disampingku. "—tadi ada atletku yang cedera. Aku mengantarnya ke dokter disini. terus, kakakmu telepon. Hilmi panik karena kamu pingsan waktu mengajar di kelas balet. Aku diminta oleh Hilmi untuk menjagamu sampai dia datang"

Aku merasa mataku memanas. Kupejamkan mataku. Aku tak ingin menangis di depan kak Yugi. Kami bahkan tak dekat. Kami hanya kenal karena kak Yugi teman baik kak Hilmi.

"menangislah, Tasya. biarkan hatimu lega"

Aku menggelengkan kepalaku mendengar saran kak Yugi. Kututup mataku dengan lenganku.

"menangis bukan berarti kamu lemah, Tasya"

Aku sedikit terkejut saat kak Yugi meraih lenganku. Ia mengusapnya pelan untuk menenangkanku.

"kamu perempuan kuat. Buktinya, kamu bisa bertahan tinggal dengan si cerewet Hilmi" canda kak Yugi.

Aku tersenyum sebentar mendengarnya. kak Yugi sama buruknya dengan kak Hilmi kalau soal membuat lelucon.

"apa kamu mau cerita padaku?" tanya kak Yugi.

Aku menggelengkan kepalaku. tentu saja aku malu mengakui bahwa aku baru saja patah hati setelah ditinggal kak Josi pergi entah kemana.

"aku mengerti" kak Yugi menepuk lenganku dengan lembut. "aku takkan cerita pada Hilmi. Sekarang puaskan saja menangis, aku akan tunggu di luar—"

Aku menggelengkan kepalaku. kuraih ujung kemeja kak Yugi.

Kak Yugi yang hendak berdiri akhirnya duduk kembali. Ia tersenyum penuh pengertian padaku.

"menangislah, anggap saja aku dinding putih atau gorden transparan—"

Aku langsung menangis mendengarnya. aku tak peduli lagi dengan rasa malu pada kak Yugi yang tidak terlalu aku kenal dekat. Hatiku terlanjur terasa sesak mengingat semua yang kualami selama ini karena orang yang kusayangi meninggalkanku begitu saja. aku tak mau sendirian lagi saat ini, jadi biarkan tanganku memegang ujung kemeja kak Yugi untuk beberapa detik ini.

-o-

nita : hayo siapa yang kaget pas baca ada teman kak hilmi? 

nulis ini sambil nangis. ada yang ikutan nangis? apa cuma aku aja? huhu

aku rekomendasiin baca ini sambil dengerin Song Jieun - It'S Cold. aku nulis sambil dengerin itu.

ayo dong vote dan komentarnya yang banyak. huhu. plis jangan komen next atau lanjut. 

baing~

Romance [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang