11 - Tristan : Bite

860 142 47
                                    


Aku menghentikan mobil di tepi taman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menghentikan mobil di tepi taman. Kulihat Nina yang duduk disampingku sedang menatapku balik dengan wajah bingung. Ia mungkin penasaran apa yang ingin aku bicarakan sampai berani menariknya secara paksa dari Jevan.

Hah, aku jadi teringat pada Jihan yang kutinggalkan begitu saja. dia pasti akan semakin membenciku sekarang. tapi aku benar-benar butuh untuk bicara dengan Nina.

Aku dan Nina memang hanya pacaran dalam waktu singkat. Tapi semuanya telah kami lakukan bersama di mobilku ini. Aku ingat pertama kali menciumnya di dalam mobil. Ia tampak gugup saat itu. kugenggam tangannya dengan lembut lalu kuturunkan jok mobilku. Selanjutnya dia memberiku izin untuk memilikinya. Aku berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol diriku. tapi kurasa aku telah membuat Nina meneriakkan namaku berulang kali. Kedua kakinya melingkar dipinggangku. Tangan kanannya menyentuh kaca mobil yang berembun karena nafas kami berdua. Hah, kenangan yang indah.

"kenapa mengajakku kemari? Apa yang mau kamu bicarakan?" pertanyaan Nina membuatku sadar.

Sial, suara Nina saja masih bisa membuatku tegang seperti ini. Suara lembut mantan pacarku inilah yang membuatku tak mampu bicara berdua dengannya setelah kami putus.

Aku merogoh saku celanaku untuk mencari rokok. Aku butuh penenang untuk mengalihkan perhatianku dari suara Nina.

Sesuatu malah jatuh dari sakuku. Bungkus plastic kecil berisi pengaman yang selalu kubawa kemanapun aku pergi.

Nina menyadarinya. Ia memutar bola matanya karena jengah dengan tingkahku.

"butuh dipuaskan?" tanya Nina dengan nada sarkastik.

Haruskah aku menolak? Aku hanya meneguk ludah. Mataku mengerjap cepat kebingungan. Boleh tidak aku iyakan saja?

"sebaiknya kamu cari pacar baru" saran Nina.

"aku tak suka pacaran" jawabku. "merepotkan"

"jadi maksudmu, dulu aku pacarmu yang sangat merepotkan, begitu?" Nina sepertinya geram.

Duh, padahal maksudku mengajaknya kemari ini untuk berbaikan. Bukannya malah memperburuk keadaan.

"jangan suka menyimpulkan ucapanku, Nina"

Kulihat Nina mengernyit marah padaku.

"jelaskan sekarang, kenapa mengajakku kemari?"

"kalau aku bilang rindu, kamu percaya?" tanyaku.

"enggaklah!"

Nina mendengus kesal. Ia mengalihkan pandangannya dariku.

"sampai kapan mau membenciku?". Kutatap gaun hitam selutut yang dikenakan Nina. Baju ini terlalu banyak menunjukkan kulit mulusnya.

"pernah pikir, kenapa aku membencimu?" Nina balik menatapku. Dia langsung merangkul tangannya sendiri di depan dada. Sepertinya dia berpikir aku ingin berbuat macam-macam dengannya.

"soal taruhan itu, aku memang salah. Kamu boleh benci aku. tapi menurutku, tidak sepantasnya kita terus bermusuhan begini. a—aku sangat ingin menggunakan jasamu lagi sebagai modelku seperti sebelum kita berkencan. Tapi kamu malah memutus kontrak sepihak dan lebih memilih bekerjasama bersama Josi" jelasku. "kenapa kamu membenciku tapi tak benci pada Josi?"

"masih tanya alasannya?" Nina mendecakkan bibirnya. "aku percaya padamu, Tristan. Semua kata rayuan dan sayangmu, aku percaya kamu bisa membahagiakanku dan membuatku melupakan Josi. tapi nyatanya , kamu lebih buruk dari Josi"

Aku mengerang frustasi. Nina sedikit terlonjak kaget melihatku.

"lalu sekarang, apa kamu bisa mendapatkan Josi setelah putus dariku?"

"itu bukan urusanmu" ucapan Nina terdengar seperti kekecewaan.

"Josi takkan mengencanimu. Kamu tahu itu" ujarku mengingatkannya.

"tak masalah untukku" jawab Nina sambil menundukkan kepalanya.

Aku menyipitkan mataku. Tunggu dulu, apa telah terjadi sesuatu diantara mereka berdua?

Kusentuh dagu Nina. Aku butuh penjelasan dengan menatap matanya. Nina berusaha menghindari tatapanku. Tapi aku tetap menatapnya dengan banyak pertanyaan yang tersirat di kedua mataku.

"berapa kali kamu tidur dengan Josi?" tanyaku.

"bukan urusanmu" Nina berusaha melepaskan tanganku dari dagunya.

Aku tak menyerah. "berapa kali kamu di ajak Josi ke pavilion hotel?!"

"lepaskan!"

"Jawab aku, Nina!"

Teriakanku membuat Nina ketakutan. Mata bening Nina tampak berkaca-kaca. Aku segera merangkul Nina dengan erat.

"kenapa kamu menyakiti dirimu sendiri, Nina?" tanyaku sambil mengusap punggungnya. Aku bisa merasakan airmata kekecewaan Nina yang membasahi kemejaku.

Nina hanya menggelengkan kepalanya dalam pelukanku.

"haruskah aku menghajar Josi?" tanyaku dengan nada lebih lembut. Aku tak mau melukai perasaan Nina lagi.

Nina hanya diam menangis. Kuangkat tubuh Nina ke pangkuanku. Wajah Nina memerah karena terlalu banyak menangisi pria brengsek seperti Josi.

-o- 

nita : please give your love to this story :)

Romance [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang