*****
"Aku pamit..."
Kalimat sederhana itu sudah diketik dan hampir terkirim pada sebuah nomor yang selalu membuatnya bahagia jika ada notif dari nomor itu. Tapi, itu dulu. Kalimat itu urung dikirim, wanita itu justru menghapusnya dan melepaskan handphone yang Ia genggam ke samping kanannya.
Lalu Ia memejamkan matanya, dan tak di sangka Ia menangis pelan namun deras membasahi pipi, menangis dalam diam. "Rasanya tak pantas mengirimkan kalimat itu", pikirnya. "Semua ini berawal tanpa kata, dan bisa jadi memang tak pernah dimulai. Jadi apakah harus kalimat itu menjadi tanda untuk mengakhiri semua ini?"
Sejenak Ia terdiam, menatap dinding kamarnya yang tampak bersih dari hiasan. Membuka buku yang menjadi saksi bisu perasaan yang selalu Ia torehkan di tiap lembarnya. Ia masih menangis meski tak sederas tadi. Semuanya memang tak pernah dimulai, ini karena terikat oleh perasaan masing-masing di balik ikatan pertemanan. Tanpa ada kata cinta semuanya berjalan normal, namun terdengar aneh jika dalam konteks pertemanan.
Sampai akhirnya, empat tahun yang lalu mereka memilih untuk saling menjauh, entah untuk menghindari perasaan masing-masing atau tak ingin semuanya berubah hanya gara-gara perasaan itu.
Namun setelah empat tahun perempuan itu bertahan pada usahanya mengubur peraaan itu, lelaki itu justru kembali dengan membawa harapan-harapan yang dulu tersimpan. "Sungguh, waktu empat tahun bukanlah waktu yang singkat. Jangan kau robohkan pertahanan yang sudah susah payah aku buat selama ini", pikirnya lagi.
Entah takdir ingin menguji mereka, pertahanan itu roboh oleh harapan yang lelaki itu bawa. Dan lagi, harapan itu hanya menggantung di langit. Tak pernah lelaki itu membawa dengan nyata harapan itu ke hadapannya. Ia tetap menunggu, tapi semakin menunggu lelaki itu hanya semakin menggantungkan harapannya.
Perempuan itu mulai jengah, tapi bukan Ia membenci cinta. Ia hanya mengerti satu hal, belum saatnya Ia memberikan cintanya yang tulus pada seseorang yang masih menjadi bayang-bayang. Sesabar dan sekuat apapun wanita menunggu, Ia hanya ingin kepastian.
"Aku pamit.."
Dua kata itu kembali di ketiknya, dan terkirim sudah kalimat itu. Perempuan itu kembali terdiam, Ia tau hatinya sangat lemah, Ia tau air matanya kembali menetes, namun Ia juga bersyukur kali ini Ia dapat melindungi hatinya.
Biarlah mencintai kehilangan...
Biarlah mencintai dalam diam...
Biarlah mencintai dalam Ikhlas...
Setidaknya itu akan tergantikan dengan yang jauh lebih baik, jika kita ikhlas.
Aku yakin itu... Dan, kamu juga harus yakin akan hal itu.
****
TERIMAKASIH SUDAH HADIR DI SINI :)
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA SKETSA RASA ;)
PERKENALAN YANG INDAH ITU ADALAH YANG MENINGGALKAN KENANGAN.
CUKUP KLIK GAMBAR BINTANG DI BAWAH SUDAH MENJADI KENANGAN ANTARA AKU DAN KALIAN :)
Follow ig ;
SALAM SKETSA, MARI UNGKAPKAN RASA LEWAT KATA! :)