#20-END-

118 14 1
                                    

Satu kata untuk keadaan Zelda saat ini 'Hancur' . Hancur karena telah mendengar kebenaran bahwa pangerannya tidak menginginkannya lagi—dulu—saat ini ia tidak mengerti harus kemana. Di sisi lain berat ia meninggalkan Zayden dan pergi untuk memulai lembaran baru dengan yang lain tetapi di dasar hatinya ia ingin bersama meskipun nantinya akan tersakiti lagi. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan kali ini. Ia tidak mengerti lagi. Zayden rupanya mengejar Zelda. Zelda yang menyadari hal itu berusaha bersikap baik-baik saja dan tetap berjalan, namun pandangannya ke depan berubah warna menjadi abu-abu dan kepala Zelda pusing sekali.

Brukk

Zelda terjatuh, tidak ada orang yang menolong. Begitu melihat itu Zayden berlari dan membopong tubuh Zelda dengan cepat agar tidak ada orang yang menginjaknya. Seakan mengerti bahwa tidak akan ada yang menolong Zayden berlari menuju rumahnya. Ya rumahnya yang jaraknya 500 kaki dari sini.

Nafasnya tersengal-sengal, "ibu... Tolong bukakan pintu." Serunya.

Ibu Zayden membuka pintu,"eok, gadis ini. Cepat!"

Zayden menidurkan Zelda di kamarnya. "Dia kenapa nak? Bagaimana bisa kamu bertemu dengannya?" Ibunya nampak khawatir dengan keadaan Zelda.

"Tenanglah ibu, dia akan segera bangun." Terangnya.

Zelda membuka matanya yang buram. Ia merasakan nyeri pada sekitar matanya seperti tergores. Kacamata Zelda memang pecah akibat ia terguling karena pingsan tadi. Zelda berusaha mengenali kamar tidur tidak biasa ini, ia bangun dan meremas kepalanya yang kesakitan. "Aduh kenapa kepalaku sakit sekali?"

Zayden masuk dan langsung duduk di samping Zelda. Zayden merangkulkan tangannya pada pundak Zelda. Zelda menoleh dan matanya bertemu dengan mata Zayden. Mata itu hangat kembali seperti waktu SMA dulu. "Zay aku kenapa?" Tanyanya lirih.

"Kamu pingsan, kacamata kamu pecah, maaf tadi aku nggak sempat mengambilnya karena sudah diinjak-injak orang."

Zelda melepaskan tangan Zayden yang di pundaknya. "Aku harus pulang," Zelda berdiri tetapi ia tidak bisa melihat karena semua buram, ia pun kembali terhuyung ke belakang dan Zayden menangkapnya. "Udah disini aja," Namun secara tiba-tiba Zelda menangis, tentu saja Zayden memeluknya karena ini sebuah kesempatan dalam kesempitan. Beruntung Zelda tidak menolak. "Kenapa kamu jahat banget sama aku huhuhuhu." Zelda memukul-mukul dada Zayden. Zayden mengelus rambut Zelda dan mengecup dahi gadis itu.

"Maafkan aku, setidaknya masih ada kesempatan lagi kan untukku? Aku tidak akan mengulanginya lagi." Tukasnya.

"Tidak!" Ketusnya membuat Zayden meneteskan air matanya.

"Aku sangat menyesal, sayang. Aku mohon."

"Tidak—" belum selesai Zelda menjawab, Zayden lalu menempelkan bibirnya pada bibir Zelda dan melumatnya lembut. Serangan secara tiba-tiba ini membuat Zelda kelimpungan mencari oksigen. Zayden terus menciuminya hingga nafas mereka memburu masing-masing dan saat Zayden hendak menidurkan Zelda—Zelda mendorongnya kuat-kuat dan berteriak, "Lo Gila!?"

"Arghh sudah sangat lama aku tidak merasakan bibir itu, rasanya berbeda dari beberapa tahun yang lalu. Jadi apa jawabannya?"

Zelda bertutur. "Sejujurnya tadi aku mau bilang tidak bisa hidup tanpamu jadi aku mau."

Zayden mengangkat satu alisnya, "Jadi kamu nggak mau karena tadi aku serang?"

Zelda mendekat dan berbisik di telinga Zayden,"Tentu saja tidak, Zayden!"

Zayden memeluknya lagi, lalu ia mengeluarkan sepasang cincin kawin dari sakunya. "Oke kita langsung nikah!" Zelda terkejut karena Zayden secara terburu-buru memakaikan sebuah cincin pada jari manisnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZELDA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang