O1

5K 177 2
                                    

"Nona Jeon, tuan besar ingin bertemu dengan anda." ujar salah satu maid yang memasuki ruangan tersebut. Gadis yang bersurai panjang itu menoleh lucu. Ia mendudukkan diri di atas ranjangnya.


"Ah, iya, bibi Jo." balasnya sambil merapikan pakaiannya dan mengikuti arah sang maid.


"Permisi, nona. Saya hanya bisa mengantarkan sampai pintu saja." Si cantik yang mengerti itu mengangguk paham dan membiarkan wanita tadi meninggalkannya. Tangannya teralih membuka pintu. Tampak sang ayah dan ibunya sedang menunggu sambil menyesap teh.


"Uh? Jungkook... ayo duduk ada yang ingin kami bicarakan denganmu." ajak sang ibunda dengan lembut. Dilanjutkan dengan Jungkook yang duduk di sofa yang kosong.


"Kook, kau tentu tau bahwa kau satu-satunya anak kami?" sahut sang ayah yang merendahkan suaranya.


"Tentu saja, ayah."


"Kau tau bahwa ayah adalah seorang direktur utama, bukan?" Jungkook mengangguk mengiyakan pernyataan itu.


"Ayah pikir sudah seharusnya kau mewarisi perusahaan dan harta ayah," Sang ayah berhenti bicara saat tau putrinya terlihat ingin menyangkalnya.


"Dengar, Kook, ibu tau kau tak ingin melakukan ini. Tapi kau satu-satunya orang yang bisa mewarisi harta dan kekuasaan ayahmu." jelas sang ibunda mendekati Jungkook yang termenung mendengar itu. Tangan yang sudah mulai keriput itu memeluk putrinya yang mulai menangis keras.


"Aku tak bisa menjadi anak yang berbakti pada kalian, maaf." serunya yang dilanjutkan dengan isak dan tangis khas anak perempuan. Ibunya tentu tak ingin anaknya berkata seperti itu. Ia mengelus punggung Jungkook hingga dirinya mulai tenang di dekapan sang ibu.


"Aku akan melakukannya aku janji."




Kriet.


Pintu berwarna putih itu didorong olehnya. Jungkook menghampiri meja yang terdapat beberapa pajangan bingkai foto yang usianya sudah sangat lama. Foto dirinya dengan mendiang kakaknya.


"Kak, aku kesusahan menanggung semua ini. Harusnya aku yang berada di tempatmu." gumamnya sambil mengusap kaca bingkai yang nampak berdebu. Jungkook kembali menyimpan foto usang itu pada tempatnya lalu ia menjatuhkan diri ke ranjangnya. Sedetik setelah itu, ia kembali terduduk.


"Lho? Aku sendiri tak tau bagaimana mengurus perusahaan?!" teriaknya sampai ia gugup menggigit bibir bawahnya.


"Kook, apa yang terjadi hingga teriakanmu membawa ibu datang kemari?" sahut sang ibu yang sudah berdiri di samping pintu dengan menyilangkan tangannya. Ibunya berjalan menghampiri dirinya.


"Katakanlah,"


"Bu, aku tak tau bagaimana mengurus perusahaan?" Jungkook dengan tampang bingungnya menatap manik sang ibu. Ibunya tersenyum menyadari tingkah putrinya itu tidak berubah sama sekali.


"Sebenarnya, ibu tidak tau bagaimana reaksimu terhadap hal ini. Ayahmu bilang, mungkin saja kau akan dinikahkan dengan seseorang?"


Saat itu juga Jungkook terkejut. Sangat.


"Bu, kau bergurau, 'kan?" yang diharapkan Jungkook adalah sang ibu mengangguk namun ekspetasinya salah besar. Ibunya langsung menggeleng cepat.


"Ibu tau, ini sulit bagimu. Tapi jalani saja. Ibu yakin ayahmu tak setega itu. Barangkali ayah menikahkan dirimu dengan pria tampan?"


"Ibuu!!" detik itu juga tawa sang ibunda menghiasi ruangan yang kini terasa hangat.




18.06


Suasana di meja makan keluarga Jeon diselimuti dengan ketenangan yang bisa saja saat itu orang akan mendengar napas kita. Tak ketinggalan dengan bunyi benturan sendok dan sumpit yang ikut menghiasi suasana.


"Ayah..?" sahut Jungkook memanggil sang ayah yang sedang menikmati daging sapinya.


"Hum? Ada apa, sayang?" terlihat Jungkook menghentikan acara memotong daging sapi tersebut. Sang ibu yang melihat sikap putrinya itu pun mengalihkan atensinya.


"Apa aku akan dijodohkan?"


Bahkan setelah itu pun sang ayah menghentikan aktivitasnya.


"Mungkin... Jika kau tidak sanggup mengurus perusahaan, itu akan terjadi."


"Kenapa?"


"Suamimu nanti akan membimbingmu untuk mengurus semua hal itu. Apa kau keberatan dengan perjodohan ini?" tanya sang ayah melihat putrinya semakin tertunduk. Jungkook tau ini bukan hal semudah membalikkan telapak tangan.


"Sama sekali tidak." Setelah itu Jungkook kembali melanjutkan acara makannya.


"Aku rasa mungkin putra kedua Taegyoon Group bisa melakukan ini." gumam sang ayah yang bisa di dengar oleh dua orang lainnya yang lebih dekat.

-oOo-


07.12


Terlihat seorang pria berkemeja merah maroon tersebut sedang menikmati sarapannya di meja makan bersama keluarga besarnya.


"Taehyung, ada yang perlu kita bicarakan." sahut tuan Kim memecah keheningan di ruangan tersebut.


"Saat sarapanmu selesai pergilah keruang kerjaku." ujarnya setelah itu meninggalkan meja makan. Taehyung yang disahut sang ayah itu melongo. Tak biasanya ia bicara empat mata dengan ayahnya. Terakhir kalipun saat ia semester tujuh yang selalu bolos hingga mendapat surat peringatan dari kampusnya.


"Apa yang terjadi dengan papamu itu?" gumam nyonya Kim yang mengalihkan atensi anak-anaknya.


"Taehyung, cepat selesaikan sarapanmu! Kelihatannya papa ingin membicarakan suatu hal yang serius." ujar si sulung, Kim Taehoon. Mendengar hal itu, spontan saja Taehyung meninggalkan meja makan dan berjalan setengah lari menghampiri ruang kerja ayahnya.


Tuk. Tuk.


Tanpa menunggu lama, Taehyung masuk kedalam dan menghampiri sang ayah yang duduk di kursi besarnya.


"Apa yang ingin papa bicarakan denganku?"


"Taehyung, aku tau kau sudah dewasa. Tapi apa kau sudi papa menjodohkan dirimu?" tanya sang ayah yang kini membuat Taehyung terkejut. Hal ini tentunya sudah harus Taehyung mengerti. Ia sudah bukan anak SMU yang labil.


"Ini tentang perusahaan?"


"Sama sekali tidak. Justru istrimu nanti yang mengurus perusahaannya. Tapi dia perlu bimbingan. Jadi kami setuju untuk menjodohkan kalian." jelas sang ayah yang kini bangkit dari kursinya menghampiri sang anak.


"Pilihannya ada pada dirimu. Kau setuju atau tidak?"

-to be continued-

Beauty CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang