Chapter 20

1.8K 172 5
                                    


Tubuh Sakura bergetar. Ia mencengkeram erat tembok di sebelahnya untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang oleng hanya karena lututnya yang lemas. Kata-kata Gaara membangkitkan kembali semua ingatannya. Potongan-potongan memori itu saling menyambung diotaknya bagai puzzle yang disusun satu persatu pada tempatnya.

"Sekarang katakan apa yang dia rencanakan? Siapa tiga bocah sialan itu?! Aku bersumpah akan membunuhmu kalau kau berkata mereka adalah anak Sakura dan kau berniat untuk menggunakan mereka untuk menjerat Sakura!"

Dan Sakura sudah tidak dapat menahan tubuhnya lagi ketika ia mendengar desisan itu mengalun lirih dari mulut Sang Sabaku, bersamaan dengan ingatannya yang semakin lama semakin sempurna. Ia jatuh terduduk di tempatnya. Airmatanya jatuh tanpa bisa ia cegah dengan wajah syok seperti sudah tidak tahu lagi harus bagaimana.

Ia ingat malam ulang tahun Karin. Ia ingat apa yang ia lakukan bersama Uchiha Sasuke malam itu. Ia ingat pagi sesudahnya. Ingat saat ia menyadari saat dirinya hamil. Ingat saat Uchiha muda itu mengancamnya. Ibunya yang mengusirnya.

Dan ia ingat percakapan Kushina dan Sasuke waktu itu.

Sakura mencengkeram dadanya yang sakit luar biasa dengan tangan gemetarnya. Rasa sakit yang membuatnya ingin mati saja. Rasa sakit sama seperti saat pertama kali ia mendengar nama Uchiha Sasuke. Rasa sakit yang sama seperti saat ia melihat Shisui. Inikah penyebabnya?

"Jaga bicaramu, Sabaku! Kau tidak punya hak untuk berbicara seperti itu! Anak-anak itu memang anak mereka, kau bisa apa?! Kau hanya orang luar yang tidak tahu apapun!"

Sakura tidak ingin lagi mendengar percakapan dua orang dibalik tembok itu lebih lanjut. Namun suara-suara itu terus saja memasuki indera pendengarannya. Suara pukulan dipintu. Pekikan terkejut dari Karin. Karin yang berteriak memanggil Gaara yang pergi dengan aura marahnya. Dan semuanya menjadi sepi. Hanya tinggal dirinya dan kesunyian. Tapi itupun tidak membuat Sakura bergeming dari ekpresi syoknya.

Pikirannya kosong. Matanya yang berair beredar acak, linglung. Ia ingin berteriak melampiaskan semua emosinya. Tapi jangankan berteriak, untuk mengeluarkan sebuah gumaman saja ia tidak sanggup. Sampai pada akhirnya, setelah beberapa menit ia lewatkan dalam keheningan, untuk pertama kalinya Sakura menggerakkan tangannya yang gemetar untuk meraih ponselnya. Susah payah ia mencari sebuah nomor pada ponsel itu dan menghubunginya di tengah kekalutan pikirannya.

"T -Tenten-san, bisa kau tolong jemput aku sekarang? Aku mohon."

Tanpa menunggu jawaban dari seberang sana, ia langsung menurunkan lengannya yang bahkan tidak sanggup menyangga ponsel itu lebih lama di telingannya. Alat komunikasi itu terjatuh bersamaan dengan derasnya airmata yang semakin menganak sungai. Sakura terisak hebat. Menyalurkan semua kesakitan di dadanya yang entah sudah sejak kapan mengendap di sana.

Hanya berharap setiap tetes air suci yang ia korbankan dapat membawa pergi semua lukanya. Luka yang kini kembali menganga lebar di hatinya.

Di hati yang perlahan mulai mendingin.

****

Sakura tidak tahu sudah berapa lama ia menangis. Tubuhnya meringkuk di sisi ranjangnya dengan kedua tangannya yang memeluk lutut dan kepala yang tersangga di sana. Tenten sudah pergi sedari dua jam yang lalu. Sakura bisa menangkap bagaimana kekhawatiran di wajah gadis itu. Wanita Uzumaki itu berpesan untuk tidak memberitahu siapapun tentang keadaannya kini, namun ia tidak yakin Tenten akan melakukannya. Mungkin ibunya atau siapapun sudah mengetahui tentang dirinya yang menangis tanpa sebab seperti ini.

Once AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang