11: Not Accepting Rejection

2.3K 142 0
                                    

Mereka berjalan berdampingan, tidak ada yang berniat mengusir rasa canggung yang sudah menyelimuti mereka sejak bertemu di depan pintu kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka berjalan berdampingan, tidak ada yang berniat mengusir rasa canggung yang sudah menyelimuti mereka sejak bertemu di depan pintu kamar. Nora melirik laki-laki yang berjalan disampingnya, sambil memakan apel pemberian Daniel, ia masih penasaran kemana Daniel akan membawanya.

Daniel bahkan hanya berjalan tanpa sedikitpun menoleh atau sekedar berbincang sekedar menghilangkan kecangguan ini. Dia lebih memilih diam dan membiarkan Nora harus mati penasaran. Nora benci suasana ini. Kalaupun ia memulai pembicaraan duluan, ia harus bicara tentang apa? Apalagi pertemuan pertama mereka yang sedikit buruk.

Nora pun memilih menghabiskan apel ini daripada bicara dengan tembok berjalan tepat disampingnya ini. Percuma saja punya wajah tampan mengalahkan model juga aktor-aktor dunia, tapi sikapnya sebelas dua belas dengan patung. Lebih baik bicara dengan pohon yang ia jumpai kemarin dari pada harus berada di kondisi canggung, seperti sekarang.

Nora seharusnya berpikir kembali cara keluar dari istana ini. Mungkin tidak ada salahnya mengikuti Daniel, secara tak langsung ia bisa menghafal lorong yang mereka lalui sekarang.

Terkadang tatapan mereka bertemu dan mereka langsung mengalihkan pandangan mereka. Daniel yang sering mencuri perhatian pada Nora, gadis itu hanya akan melirik Daniel jika dia merasa diperhatikan.

Sambil menuruni tangga menara utama yang terasa seperti sedang berjalan menuruni bukit. Gaun ala abad pertengahan yang dikenakannya sedikit mengganggu Nora berjalan. Nora tak terbiasa memakai gaun seperti ini. Saat berada di tangga terakhir Nora tak sengaja menginjak ujung gaunnya hingga tubuh Nora terjatuh.

Matanya sudah terpejam erat dan mempersiapkan diri akan rasa sakit yang akan tubuhnya rasakan. Tapi bukan rasa sakit yang diterimanya, tubuhnya malah melayang dan terasa hangat. Dalam perasaan takut mata Nora perlahan terbuka, mengintip apa yang sedang terjadi.

Tubuhnya berada dalam gendongan Daniel. Ekspresi Daniel masih sama seperti tadi, namun mata biru itu menatap Nora dengan khawatir, "Kau baik-baik saja?" tanya Daniel yang dibalas dengan anggukan lemah.

Daniel menghela nafas lega. Ia kembali berjalan sambil menggendong Nora seperti pengantin baru. Wajah Nora bersemu merah, "Turunkan aku." kata Nora serak. "Tidak akan." jawab Daniel tegas.

"Aku bisa jalan sendiri." protes Nora. "Lalu kau jatuh lagi? Dan membuat jidat lebar itu lebam? Sayangnya aku tidak suka itu. Kau akan kugendong. Tidak ada protes, lagi." Nora yang bersiap protes langsung bungkam. Kata-kata Daniel memang ada benarnya, jika Nora tetap nekat maka hasilnya ia akan terus mempermalukan dirinya sendiri. Tapi Daniel tidak perlu menghina jidatnya, walaupun itu fakta sekalipun.

Menahan malu, beberapa pelayan yang berpapasan dengan mereka tersenyum dengan rona di pipi mereka. Nora tak tahu lagi harus bersikap bagaimana nanti, ini sama saja mempermalukan diri dengan lebih parah daripada jatuh dari tangga. Bahkan Daniel menikmati semua ini.

Mereka berhenti di sebuah taman bunga. Nora melupakan sejenak semua masalah yang menimpanya, ingin menikmati suasana hidup di taman itu. Warna hijau dari rumput dan pepohonan, suara kicauan burung yang menjadi latar taman itu, air mancur tingkat empat yang pada puncaknya terdapat patung seekor angsa, dan tidak lupa bunga tulip merah yang menghiasi taman itu di setiap sisi taman.

Always YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang