"Jika itu tentang cinta, maka derita pun akan menjadi penguatnya"
▪▪▪Kedua manik indahnya masih setia menatap langit, malam ini langit tak seramai malam-malam sebelumnya. Langit malam tampak kelabu, tak ada penerangan dari bulan maupun bintang. Surai hitamnya menari lembut dengan irama angin yang menyapa.
"Hai," sapanya pada sang langit kelam.
"Kau masih ingat aku? Ya, aku Tzuyu,"
Gadis itu kembali diam sebentar, pandangannya turun menatap sekitar, menatap lingkungan yang sangat asing dengan hidupnya selama ini.
"Kemarin aku berjanji akan memberi jawaban apakah aku baik-baik saja--" ia kembali menggantung kata-katanya dan tersenyum miris.
"Maaf, aku belum bisa,"
Tzuyu mendesah dan meletakkan kepalanya di atas kedua lipatan tangan, kepalanya masih terasa pening dan tubuhnya masih terasa ngilu.
"Sampai sekarang aku masih belum bisa memastikannya,"
Tangan kanan Tzuyu terulur ke langit, ia mengepalkan seluruh tangan dan hanya menyisakan jari telunjuknya saja, ia menutup matanya sebelah.
"Apa kau bertanya aku merindukan keluargaku?" Tzuyu kembali menegakkan tubuhnya.
"Sehun? Bagaimana dengannya?"
"Hei, apa aku benar-benar gila? Kenapa setiap orang mengatakan hal itu padaku? Ayah, Sehun, mereka menganggapku gila karena punya keinginan yang menurutnya konyol, dan sekarang mereka juga mengatakan hal yang sama,"
"Tidak, maksudku, sekarang hanya Jungkook yang sering mengatakan itu padaku,"
Tzuyu menegakkan tubuhnya dan diam dengan tatapan kosong, ia mengangkat tangan kirinya dan menatap telapak tangannya.
Plak!
Suara tamparan menggema ketika gadis itu dengan kasarnya menampar pipinya sendiri.
Ia menautkan alisnya dan kembali menatap tangannya yang lain.
Plak!
Wajahnya kembali dipaksa menoleh ke satu arah ketika satu tamparan kembali ia lakukan.
"Sakit," gumamnya kecil sambil mengusap lembut pipinya.
"Tapi kenapa tidak sesakit sebelumnya?"
Tzuyu beranjak, ia berjalan gontai ke arah sebuah ranjang kecil, ia beralih dan membaringkan tubuhnya di sana. Tzuyu terlentang dan menatap langit-langit kayu di atasnya.
Ia juga menarik kain sebagai selimutnya, kedua matanya menatap nanar, hingga satu airmata jatuh begitu saja."Aku hanya ingin hidupku, kenapa mereka tak pernah mengerti?"
♠️♠️♠️
Rahangnya mengeras seiring dengan telapak tangannya yang mengepal, buku-buku tangannya memutih dan wajahnya merah padam.
"Sudah kukatakan, jika kau masih ingin menahannya, maka berhenti melukainya!" suara itu kembali menggema di ruangan yang berisi enam orang pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Highway [COMPLETED]
Fanfiction|SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS| Jalan raya.. Apa yang kau pikirkan? Sebuah jalan panjang yang mengkilat karena aspal yang hitam yang menyelimuti, penghubung antara satu kota dengan kota yang lain? Itu tak salah. Namun, bagiku jalan raya adalah sebuah...